Fachruddin : Kliping Dan Catatan Tentang Bahasa, Retorika, Sastra, Aksara dan Naskah Kuno
Senin, 22 Mei 2017
REKAYASA - BUKAN - REKAYASA
Polri itu milik kita sehingga ketika dia pintar, maka kita bangga tetapi ketika ketika nampak tidak pintar maka kita berhak dong untuk kecewa. Nah .. pada saat ini terlalu banyak pihak yang maki maki Polisi, maka kita sebagai pemilik Polri terkaget kaget, pasti Polri telah melakukan keslahan besar. Lalu wajar dong bila kita mencoba cari tahu. Ternyata masalahnya sangat sepele, sepele dan sangat amat munkin tidak akan terjadi manakala memang tidak ada pihak yang menginginkan kegaduhan ini.
Blunder, karena Polri milik kita telah melakukan sesuatu yang tak mungkin bisa dibuktikan dasar kebenarannya. Ketika Kepolisian mengajukan kasus chating porno yang melibatkan Firda Husain dengan seseorang yang bernama Ema. Dalam percakapan itu yang berbicara hanya Firda Husain semnetara Ema tak bersuara apa apa. Konon ini katanya didapat dari HP Firda Husain, padahal masalah ini iral setelah 2 minggu HP tersebut di sita Polisi. Polisi tidak dapat melacak siapa pelaku, karena disenut anonimus, walaupun anonimus membantah, Tetapi masyarakat melakukan pengejaran dari mana gambar ini didapat, masyarakat menemukan dua nama pemilik acun.
Selama ini Kepolisian hanya menyandarkan tuduhannya melalui keterangan dari pihak pihak yang disebut Kepolisian sebagai pakair IT. Masyarakat menertawakan karena membuat gambar semacam itu, jangankan oleh orang dewasa, mahasiswa, siswa SMApun bisa. dan bahkan siswa SMP pun banyak yang biasa merekayasa gambar, tulisan dan suara. Sehingga tidak lagi dianggap aneh. Sehingga pakar IT yang ditampilkan oleh oleh Polisi dicibir sebagai dagelan.
Kalau seandainya Kepolisian memang serius maka siapa penyebar dipanggil lebih dahulu, dari mana gambar didapat. Dan kapan gambar di dapat. Bila gambar beredar ketika HP Firda Husain ditahan Polisi. Ketika ini diproses ketika HP sedang ditangan polisi maka berarti polisi terlibat dalam kasus gambar palsu.
Sejatinya pakar IT Kepolisian tidak juga bisa disalahkan, karena ada keterbatasan. Bisa diilustrasikan seperti kasus Ijazah Palsu, maka bisa saja pakar mengatakan bahwa ijazah itu asli, tetapi yang tahu asli atau tidak tentu saja adalah lembaga yang mengeluarkan, bukan tim ahli dari luar. Yang tahu asli atau tidak adalah WA, bukan mereka yang mengaku pakar yang didapatkan dari pinggir jalan yang kebetulan lagi senggang. Kira kira gambarnya demikian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar