Senin, 23 November 2015

Raden Intan Berjaya


Frieda Amran
Penyuka sejarah, bermukim di Belanda


LAMA-KELAMAAN, para pemberontak yang selama ini mengungsi dan bersembunyi mulai menunjukkan diri. Beberapa di antaranya membegal perahu-perahu dagang di gugusan kepulauan Zutphen di lepas pantai Samangka. Mereka juga mulai membangun pondokan-pondokan di tempat-tempat yang dulunya dikenal sebagai Kampung Rogoh, Soemoer, dan Pegantongan.
Ketika pemimpin Belanda di Lampung mendengar kabar ini, ia memerintahkan Pangeran Mangkoe Boemi—kepala marga Way Orang—untuk membawa warganya dengan senjata lengkap ke Rogoh, melewati Soemoer dan Pegantongan. Ini terjadi pada Februari 1852. Pangeran Mangkoe Boemi ditugaskan untuk melacak orang-orang dari kapal-kapal dagang yang dibegal dan ditangkap oleh para pemberontak.
Pada Juni 1852, Pangeran Singabranta, kepala marga Radja Bassa, menarik perhatian Belanda. Pada waktu itu terdengar kabar burung bahwa Pangeran Singabranta telah menyerang iparnya, Tingie Bezar—yang juga merupakan petinggi di Radja Bassa. Tingie Besar terluka. Belanda memerintahkan Tommongoeng Regent untuk membawa Pangeran Singabranta, Tingie Bezar dan dua orang yang melakukan serangan itu ke Telok Betong.