Rabu, 08 September 2010

KITAB KUNO DI MASJID AL-ANWAR HARUS DISELAMATKAN

PENINGGALAN SEJARAH


KITAB KUNO. Tjek Mat Zein, sesepuh sekaligus pengurus Masjid Jami Al Anwar, menunjukkan kitab-kitab kuno yang disimpan di masjid tersebut.
(LAMPUNG POST/*)

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah Provinsi Lampung harus menyelamatkan kitab kuno peninggalan sejarah para ulama yang kini terbengkalai di Masjid Jami Al Anwar, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung.

"Pemerintah harus memfasilitasi kitab peninggalan sejarah, seperti dalam hal pemeliharaan kitab-kitab tersebut," kata Fahrudin Dani, peneliti kebudayaan independen, ketika dihubungi Lampung Post, Selasa (7-9).

Menurut Fahrudin, keberadaan kitab kuno itu nantinya bisa bermanfaat sebagai referensi terkait kehadiran Islam ke Lampung. "Dengan kitab tersebut, tentunya bisa diketahui bahwa Lampung pernah didatangi para ulama penyiar Islam," kata Fahrudin.

Ia menyarankan kitab-kitab itu dialihkan ke museum. Pasalnya, di museum ada teknik pemeliharaan benda-benda sejarah sehingga kitab-kitab kuno tersebut dapat terjaga dengan baik.

Selain itu, kata Fahrudin, kitab-kitab tersebut juga bisa dibawa ke Kementerian Agama. Pasalnya, saat ini ada program mengenai penulisan kembali karya-karya lama. "Selain itu juga bisa melibatkan IAIN untuk lebih dahulu melakukan klasifikasi," ujarnya.

Sementara itu, dosen STAI Ma'arif Metro, Nasir, mengindikasi kitab-kitab kuno tersebut merupakan karya besar dari para ulama baik yang ada di Indonesia maupun dunia.

Kitab tersebut, ujar Nasir, hendaknya dikaji untuk mengungkap maknanya. "Kitab-kitab ini bisa jadi mempunyai posisi sebagai penjelasan dari Alquran dan Hadis," kata dia.

Nasir menambahkan kitab tersebut kurang dimanfaatkan oleh jemaah masjid, hendaknya diwakafkan kepada lembaga agama sehingga intisari dari isi kitab dapat diaplikasikan dengan baik.

Sekitar 480 kitab kuno berbahasa Belanda, huruf Jawi, dan Arab-Melayu yang tersimpan di Masjid Jami Al Anwar kondisinya memprihatinkan dan sudah banyak yang rapuh (Lampung Post, Selasa [7-9]).

Benda bersejarah ini hanya disimpan di gudang dan di dalam menara masjid tertua di Bandar Lampung itu. Padahal, kitab kuno tersebut di antaranya sudah ada sejak 1300-an.

Menurut Tjek Mat Zein, sesepuh sekaligus pengurus Masjid Jami Al Anwar, kitab-kitab tersebut sebelumnya dimanfaatkan sebagai sumber kepustakaan dan kerap dibaca H. Syamsul Arifin yang mempunyai kemampuan membaca huruf Jawi atau Arab-Melayu.

Namun, sejak 2008, ketika H. Syamsul Arifin meninggal, pengkajian kitab-kitab tersebut terputus karena tidak adanya pengurus yang memahami huruf Jawi. "Rencananya kami juga akan membangun perpustakaan dengan kondisi yang lebih baik sehingga selain dapat menjaga kondisi kitab, tentunya juga agar bisa dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya," kata Tjek Mat. (*/ZUL/R-2)

Sumber : Lampost Edisi 8 September 2010

Kamis, 02 September 2010

NASKAH KUNO DI LAMPUNG BAGI IAIN RDI.

FACHRUDDIN DANI


Penemuan pakar filologi Suryadi terhadap naskah Syair Lampung Karam tekala beliau melakukan penelitian terhadap naskah kuno Nusantara yang tercerai berai dibeberapa Negara, sungguh merupakan berkah yang tak ternilai. Penelusuran jejak Islam di lampung oleh Tim Lampost ternyata juga berhasil menguak ratusan naskah kuno seperti yang disajikan “Di Masjid Jami Al Anwar itu masih tersimpan naskah-naskah kuno peninggalan K.H. Mohammad Soleh. Sayang sekali, 400-an kitab yang ditulis dengan aksara Arab Melayu atau huruf Jawi di dua lemari dalam gudang kurang terawat. Kondisinya sangat memprihatinkan. Padahal, kitab-kitab itu adalah "harta karun" yang tak ternilai harganya” (Lampost Edisi Selasa 30 Agustus 2010).


Bagi IAIN Rd.Intan hal ini merupakan lahan yang menarik untuk dikaji segera, karena secara bersamaan Kementerian Keagamaan sekarang sedang melirik naskah naskah kuno yang ditulis oleh ulama Indonesia, Tim Depag memperkirakan ada beberapa daerah yang banyak menyimpan tulisan tulisan para ulama tersebut, salah satu daerah yang ditenggarai juga menyimpan kitab kitab itu adalah adalah daerah Lampung, karena memang banyak ulama berharap pada saat itu agar di lampung dapat berdiri sebuah Kesultanan Islam yang kuat, karena Lampung merupakan daerah strategis untuk Pemerintahan, perniagaan dan pendidikan. Namun keinginan untuk mendirikan Lampung sebagai Kesultanan Islam gagal karena berbagai factor.


IAIN Rdi hendaknya menjadi pelopor gerakan penyelematan naskah kuno yang ada di Lampung, kalau hanya sebatas naskah Huruf Jawi tidak ada persolan bagi kita untuk membacanya, yang memerlukan keahlian tambahan tentu saja manakala naskah tersebut ditulis dengan Huruf Pegon atau Aksara Kaganga. Jangan sekali kali kita menganggapp remeh terhadap naskah yang ditulis para ulama kita yang terkenal gemar menulis sejak abbad ke 12 itu, karena banyak diantaranya yang hingga kini tetap menjadi referensi bagi beberapa perguruan Tinggi Islam di Timur Tengah


Sebut saja nama beberapa tokoh Ulama Nusantara antara lain : Syeikh Abdurrauf al-Sinkili, Syeikh Nuruddin al-Raniri, Syeikh Syamsuddin Al-Sumatrani, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syeikh Muhammad Nafis Al-Banjari, Abdusshamad Al-Palimbani, Syekh Nawawi Al-Bantani, Syeikh Yasin Al-Padangi, Kyai Ihsan Jampes, Syeikh Mahfudh Termas, Kyai Soleh Darat Al-Samarangi, hingga Kyai Mutamakkin. Barangkali saja penulis Sya;ir Lampung Karam yang menghebohkan itu adalah bagian dari para ulama itu.


Naskah naskah kuno memang tidak seluruhnya berbentuk buku yang terjilid, karena justeru banyak diantaranya yang merupakan lembaran lembaran tulis tangan, tetapi karena ditulis dalam Huruf Jawi maka kerapihan antara hasil cetak dan tulis tangan tidak jauh berbeda hasilnya. Itulah sebabnya maka naskah naskah kuno itu cenderung bercerai berai, apatah lagi pada saat itu para ulama belum familiar dengan metode metode penulisan seperti yang digagas oleh orang Eropa. Dan apalagi para ulama umumnya juga penyair. Maka karya karya tulis mereka disusun dalam bentuk syair syair, karena dengan pendekatan seni syair itu juga masyarakat berkenan dan tertarik untuk membacanya.


Jangankan kita, sedangkan para ahli filologi saja, membutuhkan keseriusan untuk mengkaji naskah naskah yang bercerai berai itu. Tetapi walaupun bagaimana karya karya para Ulama Nusantara itu dengan kehadiran IAIN dengan ilmu agama yang cukup maju ini, kita dapat mengklassifikasikan naskah naskah itu antara lain sebagai ilmu tasauf, fikih, sejarah Islam dan lain sebagainya. Hanya saja kita jangan mudah terlena, karena banyak pengkaji naskah mengira karya para ulama itu adalah karya seni, yang hanya fiksi belaka. Tetapi dengan disiplin ilmu kita yang ada di IAIN sekarang saya meyakini akan kemampuannya untuk mengapresiasi informasi yang sangat berharga ini.


Kita dapat mengacu kepada kegiatan pentahkikan naskah naskah kuno tahun 2007 menjadi buku siap cetak yaitu : (1) Karya Nawawi al-Bantani dalam bidang Tafsir, Marah Labid. (2) Karya Kyai Ihsan Jampes dalam bidang Tasawuf, Sirâj At-Thâlibîn. (3) Karya Kyai Soleh Darat Semarang dalam bidang Tasawuf, Minhâj Al-Atqiya. (4) Karya Kyai Mahfudz Termas dalam bidang Hadits,; Al-Khil’ah Al-Fikriyah dan Manhâj Dzawin Nadhar. (5) Karya Kyai Ihsan Jampes dalam bidang Fiqh; Manâhij Al-Imdâd dan Fiqh Siyasah/ (6) Karya Sayyid Utsman Betawi dalam bidang Fiqh, Al-Qawânîn Asy-Syar’iyyah Buku buku itu terhimpun dari 4000-an naskah yang tercerai berai.


Tidak tertutup kemungkinan naskah naskah yang ada di Lampung merupakan bagian dari ribuan lembar naskah yang telah ditahqiq Tim kementerian Keagamaan, Itupun tetap saja akan sangat besar maknanya. Karena dalam kajian filologi melakukan pentahqiqan dapat diklasifikasi menjadi dua kategori, yaitu (1) Tahqîq Naskah, yaitu kajian atau pembetulan karya tulis ulama yang umumnya masih berupa makhthûthâth atau manuskrip serta ditulis lebih dari satu orang, dan antara satu dengan lainnya tidak selalu sama hasilnya. (2) Tahqîq Al-Manhâj, yakni pembetulan metodologis dalam pembelajaran bidang studi atau suatu kitab yang dinilai kurang efektif. Untuk melaksanakan tahqîq ini harus didasarkan pada manuskrip atau makhtûthâth asli yang berupa tulisan tangan, dan bisa beberapa manuskrip atau makhtûthâth.

Pengalaman para intelektual muslim yang berhasil menghimpun ratusan ribu hadits dengan menggunakan metode isnad dan lain sebagainya, nampaknya boleh juga untuk diacu dalam rangka menekuni ribuan lembar naskah kuno yang bercerai berai itu untuk menjadi naskah yang berguna bagi masyarakat disaat sekarang ini.

Terhadap naskah naskah kuno yang ada di Lampung, bagi kita semua bukan saja berkewajiban untuk menyelamatkannya, sehingga masih dapat dibaca oleh anak cucu kita kelak, tetapi juga kita berkewajiban untuk mentrasfernya ke dalam naskah naskah yang lebih berarti bagi anak cucu.

Sumber : Fachruddin Dani pada catatan facebook.