Minggu, 11 Maret 2012

Membaca Naskah Kuno Paksi Buay Nyerupa

Oleh: Novan Saliwa

Naskah kuno yang termasuk didalamnya juga tambo adalah merupakan bukti kekayaan tradisi nusantara yang dimiliki bangsa kita. Pada masyarakat tradisional lazimnya dikenal tradisi pewarisan nilai antar generasi secara oral, disampaikan dari mulut kemulut , dan tidak menutup mata bahwa masyarakat tradisional bangsa kita dahulu juga sudah mengenal tradisi tulis untuk menerangkan kejadian atau peristiwa yang sedang ataupun telah mereka alami . Rekaman peristiwa kejadian masa lampau menjadi hal menarik untuk diteliti kebenaran faktanya melalui analisis filologi yang matang oleh para ahli melalui sarana pengkajian surat tua atau naskah kuno dan juga disebut tambo oleh masyarakat Lampung.

Masyarakat jawa mengenalnya dengan babad, walaupun babad atau sastra sejarah terkesan sebagai sebuah unsur yang membangun cerita berupa rangkaian peristiwa, tokoh, dan latar peristiwa sering kali diramu secara fiktif dan estetis, Taufik abdullah dalam bukunya Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis mengemukakan bahwa babad atau sastra juga bisa digunakan sebagai sumber sejarah. Sama halnya dengan tambo yang terkadang menyimpan unsur peristiwa, tokoh dan latar yang tertulis didalamnya juga merupakan gambaran dan fakta-fakta sejarah dalam bentuk tulisan. Penelitian yang cermat, kritis, dan terinci melalui studi komparatif dapat memilah unsur pembangunan cerita sebagai fakta sejarah atau ilustrasi saja.
Tambo - tambo pada masyarakat lampung biasanya dipegang oleh para sai batin atau pimpinan adat dalam komunitas adat tertentu. tambo memiliki nilai penting karena didalamnya berisi sejarah keeksistensian suatu komunitas yang hendaknya terus disampaikan kepada generasi penerus, seperti Tambo Kulit kayu yang dimiliki oleh Paksi Buay Nyerupa salah satu Paksi dari kerajaan adat paksi pak sekala brak.

Tambo yang berusia 198 tahun ini berisi tentang amanat yang ditulis oleh Jurai Ratu Buay Nyerupa yang dipertuan ke- XII yaitu Puniakan Dalom Cerana adok Ratu Pikulun, dijelaskan dalam buku pada mulanya sekala brak yg di susun oleh Yhannu Setiawan dkk bahwa Ratu Piekulun naik tahta pada tahun 1808 M. Amanat sang Ratu dituliskan kedalam dua lembar kulit kayu, dimana teks dalam Tambo Paksi Buay Nyerupa ini menggunakan dan aksara kaganga di tuliskan keatas kulit kayu yang berukuran panjang 1 meter dan lebar 15 cm.

Tambo kulit kayu ini dialih aksarakan kedalam huruf latin pertama kali oleh bapak Rasyidi Syarief pada tahun 1960 yaitu pada zaman kepemimpinan Puniakan Dalom Saifullah Hakim adok Sultan Akbar Jurai ke XIX dari Ratu Buay Nyerupa, dan kini setelah beliau meninggal dunia diwariskan kepada Puniakan Dalom Salman Parsi Marga Alam adok Sultan Pikulun jayadiningrat.
dan salinan tambo tersebut sebagai berikut :

Lembar kulit kayu pertama :

Adjo suchat umanat saja nama Chatu Pikulan, kepala machga Sukau Liwa Ulu Kechui, sampai dianak umpu djemoh sawai ni.
Pasalni sai tuha - tuha ni sai Buai Njachupa belahan djak Pagach Chujung machi bagi sai tuha-tuha chadu min pitu siba, muak muak ni siba, siba dimesich. Gechalni Malawan, adok Chatu Pikulan. Ganti anakni gechal Thechana, ia siba di Rum buadok Dalom Pikulan. Buganti anakni gechal si Gadjah siba di mesich djuga buadok Chatu Pikulan. Ganti anakni gechal si Tjachana siba di Landab buadok Dalom Pikulan. Ganti anakni muneh gechalni Gadjah siba di Mantacham buadok Chatu Pakulun. Ganti muneh anakni gechal si Malawan siba di Mantacham djuga buadok Pangiran Ratu Kulun. Ganti anakni gechal si Chasan siba di Banton djenongni Pikulan Chatu di Lampung. Ana chisokni siba machi tuttop di machga Sukau. Ganti anakni gechalni Malawan buadok Batin Djunjungan Chatu di Lampung. Anakni si Chasan buadok Dalom Pechabu Djagat. Anakni gechal Tjachana anak Batin Mangunang Bala Sechibu. nganakko bugechal si Pikok adokni Dalom Pikulun ana djo ia djaman sai radu ni tuttop Chatu Buai Njachupa megang adat hukum machga Sukau Penggawa Pak sai dibah ni cham bachong bachong megang hukum hantak djadjama hulun lawan kita. Machga Liwa Pachwatin chua belas sai kebak kita juga. Machga Kechui Pachwatin disan do kita djuga kebak ia machi sai tipandaji handak kalawan halom ana do sunjin panjechahan kita. Machga semaka kita djuga sai dikebak ia. Pachwatin nom sai ditutuk ko megang ia sai ngatahui handak halom ni Way Nipah. Ana do Gaja ni njin machga ingok ingok. Way Tegaga numpang di cham pok di di tanoh bumi ni sai sai Buay Njechupa. Chegah djak Seminung mit di way panan Djulang mit di Kawoeh Tebak tjakak pematang Changla mutus watos Kiwis nutuk pumatang sampai Pesagi Lunik ngambelah Pesagi Balak chegah Tjanggiching mutus Hilian Chubok mit Nanakan tjuchup ngambelah Bawan Bechi tjakak Pematang Sekenui chegah sekuting mit di Way suluh tebong titi Djelatong nutuk Way Andachuman tjakak di Pematang Kuk mit Ulu Sebabui nutuk Way Andachijung ulu Tenumbang mit Pematang Heling sampai Pematang Nebak lantjah Pematang Nebak Penangisan chegah Pantau munggak nutuk Way Djangkach tjakak Gunung Timbangan lantjach Peninggaman chegah wai tjakak Pematang Kukusan nutuk Pematang Sawa mit di Sulung mit di Kawat Kerambai mit seminung ana chapakni tanoh bumi ni sai Buay Njachupa. Tanoh bumi di semaka sai necham nengon ia, djak Tjukuh Chedak nutuk Pematang Sawa chegah di Way Tjampak Lajak sampai Negeri Changgak mit Kandachan luach lawok ana do cham sai nengon ia tanoh bumi Semaka.
Lembar Kulit Kayu Kedua :

Petjohanni Buay Njerupa pagar Warkuk pekon sai. Gunung kerta pekon sai. Surabaja medoh pekon sai. Karang Agung. Pundjung Menjantjang Doh. Pekon Nipak. Pekon Mon wakil cham. Pekon sai di Kalumbaian. Punduh machga sai. Sukau, Batu Handak Jantachan machga sai. Labuhan Mechinggai di Abung. Pagardewa machga, Gedung menan, Basuki. Lubuk tenong, Sungai kibau Tiuh balak, Ratai Way Uchang. Tjibuachan Tachujung. kitubang ano petjohni Buay Njerupa.Ano de ia tartulis pada nom achi Sja'ban Hadjerat Nabi Sachibu chua chatus telu ngapuluh. (1230 H). kamering Njapah machga sai....................( tidak terbatja). machi umanatku djo lagi dianak umpu sai.............djedjanni bunama Paksi Pak. kembahang Ratu Buay Bedjalan Diway, tuchun manuchun manuchun ratu mak tjok lebon. Sukau, ratu buay Njarupa katutukan Paksi tuchun manuchun chatu mak mingan lebon chatu migang penggawa Pak ki Sukau Pachwatin chua belas, Liwa. Pachwatin telu di Kerui pachwatin sai di machga. wachkuk nunggu watos chanau kawoch nebak. Kanali ratu Buay Belunguh tuchun menuchun chatu djak Paksi. Tanumbang ratu Buay Pernong tuchun manuchun chatu djak Paksi. .............................................................................................................................................. ( Tiga baris tidak dapat dibatja lagi, sangat kabur dan hitam pekat).



Secara cermat dapat kita baca bahwa amanat yang terdapat dalam tambo diatas pada lembar pertama berisikan tentang silsilah Ratu di paksi Buay Nyerupa beserta wilayah siba atau lawatannya, perangkat kepemimpinan adat diwilayah kekuasaan Paksi Buay Nyerupa dan batas batas Wilayah tanah bumi paksi buay Nyerupa. sedangkan pada lembar kedua dijelaskan tentang Wilayah wlayah pecahan buay nyerupa, struktur lembaga adat dibawah paksi Buay Nyerupa dan juga mengenai kebulatan tekad Paksi Buay Nyerupa dengan paksi Paksi lainnya untuk tetap menjaga garis keturunan Ratu yang tidak bisa dihilangkan sampai kapanpun.

Didalam tulisan Ratu Pikulun ini juga dijelaskan tentang tanggal penulisannya yaitu pada tanggal 6 sya'ban 1230 Hijriyah atau pada tahun 1814 masehi. Dari penjelasan batas batas wilayah antara Paksi Buay Nyerupa dan Paksi Buay Bejalan Diway dalam Tambo diatas diperkuat dengan fakta pengesahan dari Paduka Tuan Residen Bengkulu pada tanggal 12 Mei 1865 dengan Nomor 1121 dengan surat dicap dan tertandatangani. Dan pengesahan selanjutnya ditetapkan oleh Paduka Tuan Residen bengkulu dengan surat besluit tertulis pada tanggal 21 April 1909 dengan Nomor 185 mengenai batas wilayah antara Sukau Buay Nyerupa dengan Way sindi di krui lampung barat, dengan surat di cap dan ditandatangani. kedua surat pengesahan tersebut ditulis dengan menggunakan huruf arab melayu.

Dari tambo milik Paksi Buay Nyerupa diatas dapat ditilik mengenai sejarah dan faktanya, menjadi sebuah bagian dari kekayaan kebudayaan Lampung secara umum mengenai hal budaya sastra lisan dan tertulis, runtutan panjang sejrah eksistensi aksara kaganga dilLampung pun bisa dipertahankan dengan adanya tambo tersebut, dan sebenarnya masih banyak lagi tambo tambo kulit kayu di dataran sekala brak yang masih tersimpan, bukan saja menjadi bukti eksistensi kelompok adat sepertin halnya Kerajaan Adat Paksi Pak Ssekala Brak dengan empat paksinya , tapi menjadi kekayaan Khazanah budaya Lampung pada umumnya. Menindaklanjuti penting nya keberadaan naskah naskah kuno seperti diatas sebagai bagian dari khazanah kebudayaan nusantara tentulah wajib hukumnya bagi pemerintah daerah untuk melakukan kajian dan penelitian tentang kebudayaan melalui Tambo tambo yang dimiliki oleh masyarakat Lampung . bukankah pentingnya sebuah aksara adalah menjadi tanda kesuksesan suatu bangsa?