Sabtu, 29 Juli 2017

POLITISASI BERAS, DAN SECANGKIR KOPI.



Ketika seorang teman mengatakan telah terjadi politiisasi beras, kami tak faham, tetapi ketika dirubahnya dengan kalimat politik bisnis harga beras, kamipun menjadi mafhum. Teman tadi mengatakan dalam berpolitik ujung ujungnya akan mencari kekuasaan, dan ketika sedang berkuasa maka manuver politik itu dilontarkan oleh lewat kekuasaan atau lewat penguasa. Dalam bahasa Batak dikatakan "Hepeng Mangatur Nagarawon" terjemahan bebasnya bahwa negara ini akan dikuasai oleh uang, atau dikuasai oleh mereka yang banyak uang. Selama ini berdasarkan hasil belajar dibangku sekolah kita tahu bahwa di negara demokrasi itu rakyat yang berkuasa, tetapi kenyataannya tidak, ternyata uang lebih kuasa. Dengan berdasarkan dalil hepeng mangatur nagarawon, sambil minum kapi hangat kamipun mengangguk angguk seolah paham politik layaknya.

Sesekali bisa saja akan terjadi peperangan antar para cukong beras untuk saling menjatuhkan, perusahaan yang maju pesat dan membuat iri perusahaan yang lain,  bisa saja tiba tiba disegel oleh yang kuasai dengan dalih demi hukum berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Polisi dalam hal ini dijadikan pihak adigung adiguna. Lalu disuruh bicara dengan gaya seolah olah paling paham dunia bisnis perberasan, lalu dengan rumus yang tidak jelas mengatakan negara telah dirugikan ratusan trilyun rupiah. Sisa kopipun kami seruput, walau sudah terasa dingin, dan kamipun pamit pulang. Diperut terasa mual.

Kesekon harinya muncul lagi berita bahwa polisi telah salah baca data. Salah kalkulasi. Apakah memang nasib polisi demikian, dahulu memang ada sindiran dari masyarakat bahwa polisi jika meledakkan pelurunya dengan niat tembak kaki, tetapi lebih sering meleset ke jidat.

Kecuali polisi maka ada juga pihak yang seolah meralat apa yang dilakukan oleh polisi, apa yang dijelaskan oleh polisi, bahwa itu semua tidak benar alias tidak tepat, alias keliru. Kementerian sosial angkat bicara, Kementerian Pertanian angkat bicara. Masyarakat semakin bingung, sulit  masyarakat akan faham dan mampu mencernanya. Jangankan dengan segelas kopi hangat, seember kopi mendidihpun kami tak akan jadi pintar kalo gini cara aparat memperlakukan kami dengan cerita cerita dan dongeng dongeng bohong seperti itu. Kami merasa dipermainkan oleh kebodohan kami.

Tidak ada komentar: