Senin, 10 Juli 2017

"WONG NDESO" DAN PAHAM EKSISTENSIALISME.



Masyarakat umum telah mengalami gagal paham, semula umum mengira bahwa kata kata Wong Ndeso itu adalah kata kata ejekan, karena kata ndeso itu terkait kandungan orang yang bertampang kurang cantik atau tampan, serta umumnya bodoh dan miskin, itu  pemahaman umum. Tetpi setelah anak seorang Presiden yang bernama Gesang Pengarep sebagai putra bungsu Presiden Jokowi meneriakkan kata Ndeso yang ditujukan kepada beberapa pihak, maka kata wong nndeso menjadi sesaru yang netral, dan tidak boleh marah, kecewa atau tersinggung dengan teriakan itu.

Harus dipahami bahwa di Indonesia itu hingga sekarang masih dianut faham eksistensialisme namanya, bahwa kebenaran itu masih akan sangat tergantung terhadap eksistensi seseorang. Apa yang diucapkan seorang lurah pasti lebih benar dari ucapan RT, ucapan Camat akan lebih benar dari ucapan seorang lurah atau kades, dan seterusnya, dan seterusnya. Apa yang diucapkan oleh orang kaya akan dianggap lebih benar daripada apa yang diucapkan oleh orang miskin. Apa yang diucapkan oleh yang berpangkat tinggi akan dianggap lebih benar dibanding mereka yang pangkat rendahan, begitu.

Jadi sekalipun kata kata Wongdeso itu dikatakan tidak memili kandungan merendahkan kepada seseorang yang dilekatkan dengan istilah itu, karena yang menyebutkan atau yang meneriakkan adalah Gesang Pengarep sebagai anak seorang Presiden, lalu janganlah kita hendaknya sekehendak hati kita mengata ngatai orang lain sebagai orang yang ndeso, karena kita bukanlah apa apanya Presiden Jokowi, salah salah kita ditampar orang.

Karena kemafhuman bahwa ucapan wong ndeso itu tidak memiliki pretensi merendahkan itu hanya berlaku bagi anak Presiden saja, bukan untuk kita kita yang terkelompok sebagai tempe bosok ini. Nanti bila ayah anda menjadi Presiden, tak apalah memaki orang lain sebagai wong ndeso adalah dan akan disebutkan sebagai netral dan wajar adanya. Ehe ... !

Tidak ada komentar: