Fachruddin : Kliping Dan Catatan Tentang Bahasa, Retorika, Sastra, Aksara dan Naskah Kuno
Sabtu, 24 Juni 2017
PENELITIAN TITO BIAS : AGAMA ITU JUGA RACUN ... ?
Mengacu kepada literatur yang dibaca Tito sebagai Kapolri, literatur itu ditulis oleh penulis Barat, lalu sebagai usaha pembanding dan konfirmasi Tito melakukan wawancara sekitar seribu orang lebih mereka yang terlibat dalam terisme dan berhasil ditangkap maka Tito menyimpulkan bahwa manakala agama Islam sudah bersentuhan dengan politik, maka hasilnya adalah atas nama Tuhan boleh membunuh, itu kesimpulan sebagai seseorang yang walaupuin diagung agungkan sebagai tokoh yang jenius. tetapi tetap saja pangkat dan jabatan sangat mempengaruhinya, bias.
Bila saya tidak keliru dalam menyimpulkan pendfapat Tito setelah studi literatur dan mewawancarai seribu orang teroris maka tak salah bila kita memberikan kritik terhadap Tito yang juga mungkin adalah bagian dari hasil baca kita selama menekuni perkembangan berbagai gejolak manusia. Terutama yang ingin saya kemukakan adalah mengapa sebagai pembanding atas hasil study Barat tentang teroris Islam itu justeru dikonfirmasi dengan para teroris pula yang lalu digeneralisir dengan Islam secara keseluruhan jelas hasilnya akan bias.
Bila Tito membaca sebuah buku tentang maraknya pelacuran di Indonesia lalu dikonfirmasi kepada para peria hidung belang, maka hasilnya akan jauh berbeda bila dikomfirmasi dengan ulama, maka akan ditemukan data yang berbeda. Bila kita mewawancarai seratus orang hidung belang suka mamanfaatkan wanita tuna susila, lalu kta generalisir bagi sebuah bangsa maka dipastikan hasil penelitian itu akan bias. Dan tidak menghasilkan sesuatu yang representatif.
Mengapa tak wawancarai saja para politisi Islam yang ada di PPP, PKS, PAN, PKB dan sebagainya serta berbagai politisi yang ada di Golkar, PDIP, Demokrat dan seterusnya maka saya yakin hasilnya tidak akan seperti yang Tito sebutkan adalah melegalkan atas nama Tuhan untuk membunuh orang lain.
Wibawa seorang Tito yang memiliki jabatan sebagai Kapolri mungkin akan membuat para hadirin mengangguk anggukan kepala seperti membenarkan, padal tuduhan Tito saya nilai sangat lemah karena sampel penelition tidak reprentatif untuk menggenalirsir politisi Islam yang manakalabersentuhan dengan agama Islam akan berubah menjadi kelompok perusak yang sangat menakutkan sekaligus ancaman bagi budaya, martabat dan perdaban bangsa, Mengapa Islam menjadi sangat buruk di mata Tito.
Memang tak dapat dipungkiri bhwa dibeberapa negara di wilayah Timur tengah selalu bergolak, pergolakan di Tunur tengah itu lebih dikarenakan di daerah bersangkutan memiliki kekayaan minyak yang luar biasa banyaknya. Andaikan di Timur Tengah hanya punya Islam saja, maka tidaklah banyak minat orang terlibat di dalamnya, kita jga harus adil bahwa Islam di Timur Tengah yang bergolak itu sebagai akibat atau sebagai penyebab. Adalah kejahatan luar biasa politik Yahudi dan Barat, atau Komunis dan China/Rusioa di Timur berhasil mengadu domba ummat Islam di sana.
Maka bila sebagai Kapolri manakala ingin berkilah dalam berpolitik, maka yang diminta adalah berlajulah adil, toh banyak pihak lain yang membaca literatur yang sama, maka jangan sesatkan ummat dengan literatur yang ditulis demi kepentingan beberapa negara yang sangat berpengaruh di Timur Tengah itu, itu sudah menjadi rahasia umum.
Permasalahan yang ada di Indonesia sekarang lebih dikarenakan bahwa Pemerintah masih gagal melaksanakan Pancasila, bila tidak boleh mengatakan bahwa Politik pemerintah juga masih banyak menghianati Pancasila itu sendiri, sehingga Pemerintah sering tidak berlaku adil. Disebut pemerintah berkhianat ketika Pemerintah bersama DOR mau saja mensyahkan UU yang disusun untuk kepentingan asing, berasal dari pihak asing dan menggunakan dana bantuan dari asing untuk mengesahkan UU yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebagian ummat memafkan Pemerintah dan DPR karena keterbatasan keduanya, tetapi ketika ada pihak yang menjadikan Islam sebagai kambing hitam atas segala kekisruhan internal kita, maka sebagai Muslim tentu saja kami protes.
Kalau saja yang dimaksud bercampurnya kepenganutan agama Islam oleh ummat Muslim akan menjadi sesuatu yang sangat buruk ketika bersentuhan dengan politik, lalu yang dimaksudkan adalah atau salah satunya adalah kasus Pilkada DKI. Maka harus dipandang secara jernih. Pertama jangan memaksakan seseorang Pimpinan daerah atau Gubernur DKI seorang Non Muslim karena selain DKI mayoritas Muslim juga DKI adalah Ibu Kota Negara yang penduduknya adalah mayoritas Muslim terbesar. Maka sama saja manakala memaksakan Gubernur Bali dipaksakan seorang Muslim atau dibeberap[a daerah lainnya yang mayoritas non Muslim kita akan memaksakan Non Muslim muncul sebagai pemimpin, maka dipastikan akan muncul gejolak, apalagi pada saat Ahok menjadi Wakil Gubernur beliau sudah mengeluarkan aturan terkait penyembelihan hewan kurban yang sepertinya mempersulit kegiatan yang dianjurkan oleh agama. Dan lebih hebatnya lagi adalah bahwa proses penyembelihabn itu tak boleh dilihat anak anak, karenan akan berakibat buruk bagi mental anak anak. Itu awal ketegangan antara ummat Islam dengan pemerfintah daerah.
Yang paling memicu kegaduhan adalah ketika Ahok mengomentari Surat almaidah 51. Maka serentak ummat Islam memberikan jawaban baik yang kontro ataupun pro Ahok. Apakah ini juga disebut agama bersentuhan dengan politik. Karena mau tidak mau sentimen agama muncul bersamaan Pilkada yang artinya agama bersentuhan dengan politik seperti isi ceramah Tito yang katanya berubah menjadi ancaman seperti konen ceramah Tito.
Masih merupakan sesuatu yang wajar manakala sebagian besar Ummat Hindu sebagai kelompok Mayoritas di Bali menginginkan Gubernur Penganut Hindu Yang baik, Wajar bila Daerah Irian menginginkan seorang Bupati, Gubernur yang juga Irian semua wajar, maka juga seharusnya dianggap wajar manakala di wilayah yang mayoritas Muslim menginginkan pimpinan mereka juga Muslim, mengapa ketika ummat Islam di daerah yang mayoritas Muslim ketika menginginkan pimpinan Muslim disebut sumbu pendek, anti Pancasila, Anti UUD 45, dan anti NKRI.
Selama ini pembina Politik di Indonesia seperti akan mengkerdilkan Parpol Islam, berbagai upaya telah dilaksanakan agar Parpol Islam agar tidak berkembang. Ketika Parpol Islam tidak ada yang berkembang dan memiliki kemampuan menampung aspirasi ummat, maka akibatnya adalah politik Islam disalurkan melalui cara yang lain, Lihat saja dalam kasus Pilkada DKI PPP, PKB, PKS, PAN dll sebagai Parpol yang setidaknya memiliki hubungan hystoris ternyata tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan ummat islam. Akibatnya banyak suara suara aspirasi ummat sesungguhnya disalurkan melalui FPI bukan melalui Parpol Islam. Lihat saja kampanye lebih efektif dilakukan oleh pengajian pengajian di FPI ketimbang partai pendukung calon baik Anis - Sandi maupuan Ahok Jarot.
Harap tidak buru buru menyalahkan gejolak politik di Syiria karena perpolitikan dalam negeripun tidak kondusif, ketika Partai Islam dikeburi dan tak memiliki kemampuan menampung aspirasi ummat maka akan menyuburkan politik ekstra parlemen. Segala sesuatunya seharusnya diharapkan bisa terkomunikasi dengan baik oleh Parpol Islam, maka jangan heran manakala ekstra parlementer akan jauh lebih disukai, dalam hal ini yang pantas disalahkan adalah pembina politik, buykan ummat Islam, dalam hal ini maka saya ingin mengatakan bahwa Tito mengalami bias dalam kajiannya.
Sebagai seorang awam dan bukan akademisi bisa jadi analisa saya serampangan dan banyak kesalahan, tetapi yang ingin saya katakan adalah tidaklah berarti analisis oleh Tito sebagai Kapolri itu jaminan kenenaran, karena dengan pangkat dan jabatannya dari kacamata akademis akan kehilangan sumjektivitas. Kehilangan objektivitas sma dengan hoax
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar