Fachruddin : Kliping Dan Catatan Tentang Bahasa, Retorika, Sastra, Aksara dan Naskah Kuno
Sabtu, 10 Juni 2017
"SOMBONG" PRESIDEN JOKOWI DITEGUR PERMADI
Sudah sering kita berharap agar Presiden Jokowi pidato cukup dengan membaca teks, jangan ditambah tambah dan jangan pula dikurangi dengan sarat naskah diperiksa lebih dahulu oleh tim yang representatif. Bukankah kita tahu Presiden Soekarno di kritik karena disebut sebut sebagai penggali Pancasila, karena kenyataannya banyak sumbangan dari pihak lain dalam membentuk pancasila sehingga daro Trisila menjadi Pancasila. Presiden Suharto dan rejimnya dikeritik habis habisan karena mereka merasa menjadi orang orang yang paling Pancasilais. Lalu mengapa Presiden Jokowi datang kemudian tetapi menempatkan diri diatas Sukarno dan Suharto bersama rejimnya, dengan mengatakan 'Saya Indonesia dan saya Pancasila'. Sombong keliwat liwat kata permadi pula.
Capek deh ....! Kata anak muda zaman sekarang. Mereka ituila Presiden Jokowi di atas Presiden Sukarno dan Suharto. semua belajar Pancasila secara terstruktur di Kampus dengan bimbingan Guru Besar dan tidak sedikit yang menjadian Pancasila sebagai bahan penulisan skripsi, thesis atau Disertasi. Mereka sangat paham dengan betapa mulianya Pancasila itu manakala dapat terlaksana. Oleh karenanya hingga era sekarang ini sejatinya belum ada seorang Presidenpun mampu memimpin dalam melaksanakan Pancasila itu secara utuh, bahkan tidak berlebihan manakala ada yang mengatakan bahwa para impinan selama ini secara tak sengaja keliru jalan sehingga bukan melaksanakan melainkan justeru keliru dan telah merong rong Pancasila seperti apa yang diterima anak bangsa dari dunia pendidikan.
Tumabngnya Presiden Suharto dari tampuk Pemerintahan membuat Pancasila nyaris berantakan karena dianggap omongkosong belaka, karena Presiden Suhato menjadikan dirinya sebagao sosok yang telah melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Karena Suharto tak mampu membuktikan bahwa direinya sebagai sosok manusia yang Pancasilais
Saya ingat pada saat itu ketika dilaksanakan Ujian Akhir Nasinal ada sejumlah pertanyaan tak perlu di jawab, Pada saat saya mengikuti pelatihan saya tak lagi diharuskan menghapal butir butir Pancasila sebagaimana keharusan yang dilaksanakan mereka pada angkatan terdahulu, butir butir Pancasila oleh Soeharto harus dihapal menjadi sederetan kata tampa makna, apalagi butir butir Pancasila pada saat itu diambilkan dari saripati falsafah Jawa, yang justeru bermasalah ketika diajarkan kepada mereka yang kurang familiar dengan falsafah Jawa,
Kini Presiden Jokowi melancar politik agar dirinya dicatat oleh bangsa sebagai Pancasila, Walaupun Presiden Jokowi datang belakangan tetapi terkait Pancasila posisinya di atas Sukarno dan Suharto. Sementara Sukarno hanya sebagai penggali dan bermasalah, dan Suharto hanya sebagai pelaksana juga bermasalah, maka Jika Priden Jokowi ibngin dicatat sebagai Pancasila itu sendiri maka dipastikan akan mengundang masalah yang lebih besar.
Mengapa Jokowi tiba tiba ingin memiliki nama besar itu, apakah beliau tidak belajar dari kasus Sukarno dan Suharto yang ingin melekat lekatkan dirinya dengan pancasila walau sebatas penggali dan pelaksana. Terlalu berat Presiden Jokowi untuk memposisikan diri dalam Pancasila, bila beliau tak ingin disebut sombong oleh semua pihak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar