Jakarta, mbakdloh
Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren menerbitkan enam karya ulama Nusantara dalam bahasa Arab. Sebelum diterbitkan, beberapa karya yang masih dalam bentuk manuskrip dituliskan kembali dan ditahqiq atau disunting oleh para ulama yang ahli di bidangnya.
Dalam kitab yang diterbitkan ini juga ditambahkan syarah atau penjelasan agar mudah difahami oleh para santri, pelajar, mahasiswa, dan para ustadz. Syarah juga ditulis dalam bahasa Arab.
Menurut Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag RI Choirul Fuad Yusuf, sebenarnya banyak sekali naskah atau manuskrip yang terkumpul, namun Kementerian Agama hanya menggarap beberapa manuskrip yang memenuhi syarat.
Program tahqiq telah berjalan tiga kali ini. Sementara enam karya yang telah diterbitkan adalah hasil dari tahqiq gelombang pertama, kata Choirul Fuad kepada NU Online di kantornya bulan lalu.
Enam karya yang telah diterbitkan adalah Anisul Muttaqin dan Nashihatul Muslimin wa Tadzkiratul Mu’minin karya Syekh Abdusshomad dari Palembang, Dliyaul Anwar, Tankiyatul Qulub dan Tahsinul Aulad karya Syekh Muhammad Idrus Qoimuddin dari Buton (Sulawesi Tenggara), dan Jauharul Haqoiq karya Syekh Syamsuddin bin Abdullah Sumatra.
Kitab yang diterbitkan untuk gelombang pertama ini tidak terlalu tebal, antara 50-270 halaman. Rencananya beberapa manuskrip yang telah ditahqiq pada gelombang kedua dan ketiga juga akan diterbitkan dan beberapa diantaranya cukup tebal sampai diatas 500 halaman dan berjilid-jilid.
Menurut Choirul Fuad, tujuan dari pentahqiqan dan penerbitan karya ini adalah untuk melestarikan naskah lama dan mereproduksi karya ilmiah ulama Nusantara. Selan itu penerbitan dimaksudkan untuk memperkaya khasanah keilmuan ulama Nusantara.
”Ternyata banyak pemikiran lama yang masih relevan dengan perkembangan zaman sekarang. Memang dalam tahqiq dan pensyarahan ini ada penambahan yang dilakukan tapi tidak menyimpang dari ide pokok yang disampaikan para ulama kita,” katanya.
Ia menambahkan, penerbitan ini dimaksudkan untuk menambah kegemaran membaca para santri, pelajar dan mahasiswa. Selanjutnya diharapkan tradisi menulis karya dalam bahasa Arab yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu dapat dilanjutkan.
”Kelemahan ulama kita sekarang ini adalah kurang begitu minat untuk menulis. Pertama mungkin karena kesibukan keseharian. Kedua karena tawadlu atau rendah hati itu sehingga tidak berani mengkritik guru atau ulama terdahulu,” katanya.
Selain dalam bahasa Arab, Kementerian Agama juga berharap munculnya karya ulama dalam bahasa Inggris. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren sendiri merencanakan beberapa program pengembangan bahasa Inggris untuk pesantren. (nam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar