Senin, 04 September 2017

POLITIK BULY DAN EJEK MENGEJEK DI INDONESIA.

SEBUAH BUNGA RAMPAI CATATAN


Bukan baru sekarang politikus Islam dibuly dan diejek, tetapi sejak zaman Haji Agussalim dahulu. Bukan baru sekarang jenggot yang sunnah Rasul itu diolok olok, Tetapi sejak zaman Agussalim dahulu. Para politisi berpikir keras bagaimana caranya membungkam politisi Muslim agar tak mampu berkutik, tak mampu bersuara, cukup menerima saja kesepakatan yang diputuskan tampabanyak cingcong, dan bila perlu diberikanlah sedikit uang kmpensasi bagi para politisi. Disadari atau tidak itulah yang dibiarkan terjadi selama puluhan tahun, hingga pada saat ini benar benar Parpol Islam nyaris tak berdaya. Politisi Muslim berhasil dipisahkan dari ummat yang seyogyanya mendukungnya. Sema Parpol nampaknya berpikiran Politik Islam itu lebih utama untuk dilemahkan, para tokohnya dirusakkan karakternya. H. Agussalim menjadi sosok yang paling menarik perhatian dalam sejarah perpolitikan di Indonesia.

Bila politik pembulian dan pengejekan itu tetap marak di zaman kekuasaan Soekarno, tetapi nampaknya itu semua terhenti di zaman Soeharto, politik Soekarno yang berhasil mengontrol pemahaman Pancasila dan mengontrol kebebasan berpendapat, barangkali itu pula sehingga pelaksanaan politik pembulian serta politik pengejekan itu sepertinya relatif telah mereda. Tetapi teriana seperti daulu orang meneriakji H. Agusslim kembali marak, walaupun hanya dalam teriakan huuuuu ..... di Gedung DPR pada saat Presiden Habibi akan memasuki gedung untuk menyampaikan pidato pertanggungjawaban, acara ini selain teriakan ejekan yang dilakukan oleh sejumlah politisi, juga ditandai penolakan pertanggungjawaban yang disampaikan Habibie. Tetapi Raklyat disuguhi tontonan yang tidak mendidik, bila tak ingin disebut sebagai penghancuran mental Generasi Muda.

Nampaknya Pemerintah bukan sekedar melakukan pembiaran  melainkan ikut bermain dalam perusakan karaktar politisi yang tak disukai oleh penguasa. memang naik turun, Pada era Habibie pembulyan nampak nyata dan terang terangan, dan pada mara Gus Dur hampir dikatakan puncak kebebsan pembulyan terhadap diri Presiden. Baru mereda di era Megawati, kembali marak di era SBY, puncak politik buly dan politik pengejekan adalah di masa Jokowi-JK ini.

Politik Bulying dan Politik Ejekan Tetap Berlangsung. 

Untuk pembunuhan karakter selaku ulama dan  Tokoh Nasional  ruangan demikian gaduh dengan menirukan suara kambing bila H. Agussalim akan memasuki ruangan. Tetapi pada saat itu H. Agussalim benar benar cerdas. Dia mengatakan  "Saudara Saudara sebenarnya pertemuan ini hanya dihadiri manusia, tetapi saya dengar tadi koq banyak suara kambing, cobalah kambing kambing itu diusir agar tak mengganggu jalannya pertemuan. Itu jawaban sekedar menyindir.



Pada kali yang lain ejekan hadirin kepada H. Agussalim berlangsung lebih semangat dan lebih lama, nampaknya hadirin dodominasi oleh musuh msuh politik, maka H. Agusslaim merasa perlu sedikit memberikan pelajaran dengan cara mengejek balik. Setelah suara embek ... embek ... embek ... mereda dan H.Agussalim berkesempatan memulai pidatonya maka dia bertanya kepada hadirin, Saudara saudara kalau berjanggut tak berkumis namanya apa ... ?. Kambing .... jawab para musuh politik merasa menang di atas angin. Tampa diduga ada pertanyaan kedua dari H. Agusalim saudara Saudara berkumis tampa jenggot namanya apa ... ? Kucing ... jawab para hadirin ragu ragu. Mereka khawatir kalau akalau da pertanyaan telak dari H. Agussalim yang memang terkenal cerdas itu. Benar pertanyaan ketika yang dikhawatirkan itu muncul juga, Saudara Saudara binatang yang tak berjenggot dan tak berkumis binatang apa namanya ... ? Anjing ... ! jawab sebagian kecil hadirin. Suara riuh rendah itu mendadak terdiam sunyi, Mereka merasa geram dengan pertanyaan seperti itu.

Pernah juga H. Agussalim dudk bersebelahan seorang Pastur ketika menumpang kereta api, mereka nampaknya sudah lama saling kenal, sehingga suasana akrabpun terbangun namun demikian upaya untuk menyudutkan tetap saja terjadi. Ini ketika tiba waktu makan, mereka membuka bontotnya masing masing, dan saling menawarkan sebagai mana layaknya orang bersahabat dan tampa sungkan.

Silakan ini sambal buatan isteri, kira kira demikian Agussalam menawarkan ... terima kasih kata Pastur dengan segala kesopananya Beliau menolak, karena menang tak suka pedas. Ini Pak Kiyai kata Pastur  saya membawa rendang daging, sebagai orang Minang pasti Pak Kiyai suka, ambillah ini katanya menyodorkan sepotong daging rendang. Eit ... tunggu dulu, saya ingin bertanya bagaiman cara menyembelihnya, dan apakah ini daging halal ?. Ini daging babi Kiyayi kata Pastur singkat. Waduh maaf sekali Pak Pastur  ... menurut agama yang saya anut, cara penyembelihan hewan harus memenuhi kaidah Syar'i dan babi tidak termasuk hewan yang disyahkan untuk di makan, babi itu hukumnya haram kata Kiayai menyampaikan alasannya mengapa Ia menolak.

Seuai menghjabiskan bontotnya masing masing merekapun mulai kembali bercerita dengan akrabnya, Wah rendang babi tadi sangat lezat sekali Kata Pastur. Tetapi agama kami mengharamkannya kata H. Agussalim berkilah. Itulah masalahnya kata Pastur, padahal babi adalah daging yang paling nikamt di dunia kata Pendeta meyakinkan.  Akhirnya sampalah ke tujuan mereka berdua berpisah untuk meneruskan perjalanan masing masing, mereka berpisah sangat mesra. Sampaikan salamku kepada isterimu yang pintar memasak itu ...., kata H. Agussalim, sebelum melangkah berpisah. Apakah Pak Kiyai belum tahu ... bahwa kami sebagai Pastur tak boleh menikah, waduh ....keluah H. Aguissalim padehal beristeri it adalah sesuatu yang paling nimmat di dunia.

Dapat kita simpulkan kecenderungan untuk membuly dan mengejek serta meremahkan itu nampaknya memang sudah lama terjadi. Itu semua mereda agak berapa periode kerejiman penguasa di Indonesia, hingga pelaksanaan  Pemilihan Presiden yang memunculkan Jokowi dan Prabowo sebagai kompetitornya, lalu peuncak politik pembuliyan dan politik pengejekan itu adalah ketika Pilkada DKI dan yang memunculkan Pasangan Ahok - Jarot dan Anis - Sandi sebagai petarungnya. Pelajaran yang bisa kita ambil adalah. Kedua petarungan tersebut sangat memeraktekkan politik pembulyan dan pengejekan, secara kasat mata pada saat Pilpres pendukung Jokowi sangat menguasai media sosial yang dijadikan arena perang pembulyan Capres Jokowi dan yang berpasangan dengan JK memenangi persaingan, hal itu juga dianggap wajar karena memang medsos lebih dikuasai pendukung pasangan Jokowi -JK.

Tetapi keanehan sungguh terjadi ketika Pilkada DKI, yang sebenarnya juga bahwa Tim Pendukung Ahok Jarot untuk menguasai media sosial (medsos) nampaknya adalah juga Tim pendukung Jokowi, yang mereka tampak lebih terstruktur dan terorganisir dengan lebih baik dan lebih segalagalanya. Dan lebih menguasai jagad medsos. dan itu sangat dirasakan oleh mereka yang sering hadir di dunia medsos itu. Tetapi ternyata justeru mengalami kegagalan yang total. Beberapa langkah sebagai manuver manuver di medsos menurut berbagai pihak jsteru merugikan Ahok-Jarot. Hal ini utamanya karena strategi Ahok untuk menyerang ajaran Islam dibela habis habisan oleh ummat Islam DKI. Sehingga pesta kemenangan yang sebenarnya sudah dipersiapkan semeriah mungkin, jadi meleset total, dan bahkan Ahok menjadi terpidana, karena ucapannya tentang al-Quran dalam sidang terbukti dengan syah sebagai pelanggaran cukup serius.

Pilpres antara Jokowi-JK versus Prabowo-Hattarajasa maupun dan bahkan terlebih dalam Pilkada DKI antara Ahok-Jarot versus Anis-Sandi masyarakat menjadi seperti terbelah dua. Bulying dan saling ejek mengejek semakin luar biasa, tidak tanggung tanggung ejek mengejek jga dilakukan oleh sejumlah tokoh yang sebenarnya juga dilakukan sejumlah mantan pejabat tinggi negara, yang selama ini kita bahagiakan dengan gajih yang demikian mewah. Ini adalah pendidikan yang benar benar akan menghancurkan bangsa ini.

Politik Versus Agama.

Hal yang paling menghawatirkan adalah terjadinya saling berhadapan antara tokoh agama dengan politisi, yang ini terjadi dalam Pilkada DKI. Perseteruan bukan adalah antara antara Calon Petahana dengan sejumlah ulama aebenarnya terpicu sikap dan ucapan Gubernur DKI Ahok terkait al-Quran, yang sebelumnya juga memang sudah terjadi disharmonis antara para ulama dengan Ahok pada saat beliau masih menjadi Wagub, terkait dengan kebijakan dalam penyembelihan Qurban.

Perseteruan antara Ahok versus para ulama ini sepertinya adalah sulit terhindari, dalam waktu yang bersamaan mungkin tidak sengaja mengalami keterlambatan dalam penanganan kasus penistaan al-Quran oleh Ahok yang menurut pendapat para ahli hukum sebagai delik umum. Upaya komunikasi oleh ulama kepada pihak penegak hukum tidak selancar apa yang mereka harapkan, sehingga suasanapun semakin matang, perang pernyataan semakin mengerikan.

Para ulama itu sebenarnya memiliki panggung sendiri, diantara ulama itu ada yang membina sekian banyak kelompok atau group binaan, yang memiliki jadual temuan tersendiri dengan kelompok kelompok atau graoup garoup yang disebut dengan jama'ah, banyak diantaranya yang mampu mencapai ratusan dan mencapai seribuan ummat dalam seminggu. Semakin ulama itu memiliki ilmu yang kaafah (sofistiketed) semakin Ia disenangi ummatnya, karena dianggap mampu menjawab tantangan zaman, Ditambahj lagi ulama yang pimpinan organisasi, besar ataupun kecil.

Ketika Ahok menentukan pilihan untuk berpekara atau berseteru dengan para ulama itu maka nampaknya panggung ulama itu ternyata lebih banyak dibanding panggung yang digunakan oleh Ahok beserta pengikutnya. Karena Ahok pleh ummat Islam telah melecehkan al-Quran dan ulama.

Oleh para ummat dan jama'ah secara umum, ulama itu tidak akan dianggap menyebar hoax manakala apa yang disampaikan oleh para ulama memang tertera dalam al-Quran lalu dilengkapi oleh berbagai peristiwa atau praktek yang dibenarkan oleh Rasulullah SAW. yang dikenal dengan istilah al Hadits. karena penafsir Quran yang paling mudah dipahami adalah al-Hadits. Selama ulama memiliki kemampuan untuk menjelaskan itu sedetil detilnya, maka semakin Ia akan dipercaya dan dicintai oleh ummatnya.

Banyak juga ulama yang manakala berbicara politik mencoba menafsirkan al-Quran dengan berbagai retorika pembenaran tetapi terlepas dari praktik yang terekam dalam hadits, maka ulama seperti itu oleh ummatnya dianggap sebagai penyebar berita hoax, juala seperti itu cepat atau lambat akan ditinggalkan oleh ummatnya. Apalagi keterangan para ulama hoax itu juga tak didukung oleh referensi dari kitab kitab klasik yang ditulis oleh ulama yang mereka kenal sebagai mazhab mazhab, seperti Imam Syafi'i, Hambali, Maliki,  Hanafi dan sekian banyak penulis lainnya yang terdiri dari ulama ulama yang 'aalim billah yang terjauh dari dunia politik dan kekuasaan dalam hidupnya.

Politik Islam Tak berfungsi.

Begitu Indonesia ini merdeka lalu  muncul gagasan untuk memisahkan Islam dari politik dan kekuasaan, mungkin itu pengaruh dari thesis Snouhg Horgronye yang digelari oleh ummat Islam Indoneasia sebagai laknatullah, yang disebut setelah menyebutkan namanya. Upaya itu selama ini masih kurang berhasil mempengaruhi ummat Islam tetapiu sukses untuk menkerdilkan politik Islam, perekonomian ummat Islam dan pendidikan Islam. Serasa baru kemaren sore ada politisi yang menganjurkan agar pendidikan agama segera dihapuskan dari sekolah sekolah, terutama sekolah negeri.

Tak henti hentinya ada saja pihak yang menganjurkan untuk melarang adanya anjuran untuk siswi Islam memakai jilbab. Dan entah bagaimana asal mulanya kita ikut ikutan harus mencurigai seseorang yang memlihara jenggot, jidat hitam karena rajin sholat, dan celana cingkrang untuk menjaga sentuhan ujung celana dengan percikan najis dari tanah ataupun laitai. Sebuah logika yang benar benar kebablasan, dan itu hanya salah satu wujud upaya buly yang terasa cukup efektif. Manakala situasi seperti ini tak segera diatasi oleh Pemerintah, dan buly membuly tetap berlangsung maka suatu saat negara besar ini benar benar akan hancur, Tetapi manakala Pemerintah mempraktekkan politik belah bambu, maka kehancuran itu justeru akan lebih cepat lagi. Terserah akan memilih yang mana.















Tidak ada komentar: