Rabu, 18 Juli 2012

Mamak Kenut dan Budaya Lampung.


Mamak Kenut, Orang Lampung punya celoteh, sebagai judul buku kumpulan tulisan Udo Z. Karzi yang di lounching tiga hari lalu di Toko Buku Fajar Agung sbenarnya cukup menggiring kita untuk memahaminya tentang bagaimana suasana batin masyarakat adat budaya Lampung mengapresiasi berbagai hal melalui tokoh Mamak kenut dan Kawan kawan. Bagi masyarakat Lampung Barat dan Kotaagung Tanggamus, sejatinya Mamak Kenut adalah tokoh hayalan yang tak asimng lagi, karena Mamak Kenut mampu menyandang berbagai gelar yang diberikan masyarakat untuk berbagai pristiwa ulah dan laku manusia.

Saya adalah salah seorang yang berharap banyak kepada Udo Z Karzi agar tetap produktif dalam menulis, karna beliau memiliki potensi, masih relatif muda, kebetulan seorang jurnalis, jadi hari harinya tidak terlepas dari aktivitas membaca dan menulis. Oleh karenanya saya juga sangat mengapresiasi karya karyanya, seraya berharap pada masa mendatang Ia mampu bicara dan menulis dengan memposisikan sebagai komunitas yang memahami Lampung dari berbagai aspeknya.

Agar dengan mudahnya masuk ke ranah budaya Lampung penuklis buku ini berusaha mengeksploitir tokoh hayal Mamak kenut dan kawan kawan. Tetapi bagi saya itu saja tidak cukup, karena tidak akan mencapai hasil maksimal sebagai pemikiran yang berlatar belakang budaya Lampung. Untuk mencapai hasil yang maksimal maka pemikiran harus menyentuh falsafah daerah lampung, yaitu piil pesenggiri dengan unsur unsurnya yaitu nemui nyimah (produktuf) nengah nyappur (kompetitif), sakai sambaian (koperatif) dan juluk adek (inovatif). Serta didukung oleh lokasi serta historis daerah Lampung itu sendiri.

Corong pemikiran filsafat dalam karya tulis semacam ini tidak harus oleh penulis, tetapi penulis dapat mengeksploitasi tokoh tokoh tertentu. Bisa saja pendapat tokoh tertentu itu bertentangan dengan penulis. Dan memang para tokoh tidak memiliki sikap dan dan pemikiran yang sama dalam menanggapi suatu masalah, dan kebersamaan tetapi kebersamaan bukan sesuatu yang haram dalam sebuah karya tulis semacam ini. Tetapi kebersamaan hendaknya melalui sebuah proses yang diketahui pembaca.

Udo Z. Karzi jiga menggunakan tokoh yang bernama Radin Mak Iwoh, saya berpendapat bahwa penggunaan gelar Radin dalam tokoh pada buku ini harus dipertimbangkan dengan seksama. Gelar Radin itu adalah gelar terhormat, sementara Mak Iwoh termasuk prilaku asosial. Sebaiknya nama nama sakral dari segi keadatan harus disingkronkan dengan peran dan latar belakang pemikirannya. Gelar Radin pada tokoh hendaklah memiliki peran yang disesuaikan dengan penghormatan yang telah diberikan masyarakat.

kepada para penylis karya sastra yang menginginkan karyanya memiliki latar belakang budaya Lampung memang diharapkan memiliki konsistensi dengan filsafat, sejarah dan geografi Lampung, selain penggunaan tokoh tokoh Lampung itu sendiri.

Tidak ada komentar: