Jumat, 16 September 2011

JUMLAH ANGKA BUTA AKSARA DI INDONESIA 2014 TINGGAL 6,9 JUTA


Kementerian Pendidikan Nasional menargetkan pada akhir tahun 2010 jumlah buta aksara turun menjadi 4,79 persen atau sekitar 8,3 juta orang dan sesuai Renstra Kemdiknas tahun 2010–2014, pada akhir tahun 2014 jumlah buta aksara di Indonesia tinggal 4,2 persen atau 6,9 juta orang.

“Jumlah angka buta aksara penduduk Indonesia hingga akhir tahun 2009 masih sekitar 5,3 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 8,7 juta jiwa,” kata Dirjen Pendidikan Non-Formal dan Informal Kemendiknas RI Hamid Muhammad dalam laporannya pada acara peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-45 di Balikpapan, Kaltim, Minggu (10/10)).
Hari Aksara Internasional (HAI) yang setiap tahun diperingati secara nasional merupakan wujud komitmen Pemerintah Indonesia terhadap kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1965 di Teheran yang bertekad membebaskan seluruh warga dunia dari buta aksara.
Sesuai prakarsa keaksaraan untuk pemberdayaan yang ditetapkan UNESCO sejak tahun 2009, Indonesia telah melakukan berbagai upaya intensif untuk mengintegrasikan kegiatan Pemberantasan Buta Aksara (PBA), diantaranya dengan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
”Melalui upaya itu diharapkan dapat diwujudkan masyarakat melek aksara yang lebih berdaya dengan kehidupan ekonomi sosial, budaya dan lingkungan yang lebih baik sesuai dengan konsep pendidikan untuk pengembangan yang berkelanjutan,” kata Hamid.
Untuk memperkuat pelaksanaan program pendidikan keaksaraan, telah ditempuh berbagai strategi, diantaranya mengoptimalkan peran jajaran pemerintahan secara komprehensif pada berbagai tingkatan, serta dengan menjalin kemitraan yang lebih erat dan luas dengan berbagai organisasi mitra seperti tim penggerak PKK, muslimat NU, Aisyiyah, Kowani, lembaga Alkitab, perguruan tinggi, perusahaan BUMN, swasta, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Peringatan HAI ke-45 tahun 2010, menurut Hamid, dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat pusat yang ditandai dengan serangkaian kegiatan pameran, dialog publik kebijakan Kemdiknas, workshop evaluasi program pendidikan keaksaraan, lomba-lomba keaksaraan serta lomba kursus dan pelatihan.
Sementara itu Direktur Pendidikan Masyarakat Kemdiknas Ella Yulaelawati mengatakan, karakteristik wilayah dalam hal angka buta aksara tidak bisa disamaratakan, karena misalnya di Kaltim jumlah angka buta aksara dua persen dan di Jawa Barat jumlahnya akan sangat berbeda karena jumlah penduduk di kedua provinsi itu tidak sama.
”Misalnya di Jawa Barat sisa buta aksara tinggal dua persen, tapi karena kepadatan penduduknya, maka jumlahnya masih cukup banyak,” katanya.
Karakteristik lainnya, di Kaltim, meski jumlahnya tinggal 30.000 orang, namun keberadaan mereka sangat sulit karena berada di daerah-daerah terpencil, daerah perbatasan dan pelosok.
”Pemerintah akan fokus untuk melakukan program pemberantasan buta aksara di daerah terluar, pelosok, pedalaman dan terpencil, bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan, Kementrian Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Kementerian Tenaga Kerja dan melibatkan para petugas di pedesaan,” katanya.
Misalnya di Kaltim yang tersisa 30.000 buta aksara, menurutnya, bukan karena soal drop-out, tapi karena masalahnya akses yang tidak ada karena ada di lokasi terpencil, dan pemerintah wajib melakukan pelayanan dengan baik. (Ad/toeb)

Tidak ada komentar: