Fachruddin : Kliping Dan Catatan Tentang Bahasa, Retorika, Sastra, Aksara dan Naskah Kuno
Kamis, 22 September 2011
Perkembangan Penggunaan Aksara Pegon Dan Melayu
Membedakan huruf Arab pegon dengan huruf Arab asli sangat mudah. M Irfan Shofwani dalam bukunya Mengenal Tulisan Arab Melayu menerangkan bahwa penulisan Arab pegon menggunakan semua aksara Arab Hijaiyah dilengkapi dengan konsonan abjad Indonesia yang ditulis dengan aksara Arab yang telah dimodifikasi.
Modifikasi huruf Arab ini dikenal sebagai huruf jati Arab Melayu yang berwujud aksara Arab serapan yang tak lazim. Misalnya, untuk konsonan nga, Arab pegon menggunakan huruf ain atau ghain dengan tiga titik di atasnya. Sedangkan, untuk konsonan p diambil dari huruf fa dengan tiga titik di atasnya dan sebagainya. Selain itu, huruf Arab pegon meniadakan syakal (tanda baca) layaknya huruf Arab gundul.
Namun, sumber lain menyebutkan, huruf Arab pegon hampir selalu dibubuhi tanda baca vokal. Ini berbeda dengan huruf Jawi yang ditulis gundul (tanpa tanda baca). Bahasa Jawa memang memiliki kosakata vokal yang lebih banyak daripada bahasa Melayu. Sehingga, vokal perlu ditulis untuk menghindari kerancuan.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Syamsul Hadi menjelaskan, kata pegon berasal dari bahasa Jawa pego yang artinya tidak lazim dalam mengucapkan bahasa Jawa. Hal ini, menurutnya, disebabkan banyaknya kata Jawa yang ditulis dengan tulisan Arab dan menjadi aneh ketika diucapkan. Penje lasan itu diperkuat oleh Titik Pudji astuti dalam tulisan Aksara pegon: Sarana Dakwah dan Sastra dalam Budaya Jawa. Menurutnya, teks Jawa yang ditulis dengan aksara Arab disebut teks pegon yang artinya sesuatu yang berkesan menyimpang.
Lebih lanjut, ia mengatakan, penamaan ini mungkin disebabkan jumlah aksara yang diparalelkan dengan aksara Jawa lebih sedikit dari aksara Arab yang mejadi dasarnya. Ada pertanyaan yang muncul, mengapa dikatakan aneh, pego, dan menyimpang? Tentu saja karena bahasa Jawa lebih tepat jika ditulis dengan aksaranya sendiri, yakni aksara Jawa.
Menurut Prof Syamsul Hadi, hampir semua khazanah keagamaan Jawa, yakni sastra suluk, kitab kuning, terjemahan nadhoman, terjemahan jenggotan, ataupun jenis sastra berbentuk syiiran, ditulis dengan Arab pegon. Namun, penulisan bahasa Jawa dengan huruf Arab pegon tidak terbatas saja pada khazanah naskah keagamaan. Tetapi, huruf Arab pegon juga dipakai untuk penulisan pada umumnya, terutama di kalangan pesantren.
Seperti halnya yang terjadi di tanah Melayu, penulisan bahasa Jawa dengan huruf pegon tidak terbatas pada khazanah naskah keagamaan, tetapi juga dipakai untuk penulisan pada umum nya, terutama di kalangan pesantren. Dalam tulisan pegon juga dikenal jenisjenis naskhi, riqi, dan tsulutsi. Selain ketiga jenis tulisan itu, pegon mengenal dua macam variasi, yakni pegon berharakat dan pegon gondhul (tak berharakat).
Huruf Arab Melayu
Drs UU Hamidy MA, staf pengajar pada Universitas Riau, dalam tulisannya mengenai naskah Arab Melayu mengungkapkan bahwa para cendekiawan Riau sudah menggunakan huruf Arab Melayu untuk kegiatan penulisan mereka sejak abad ke-19, yaitu tahun 1800-an. Huruf Arab Melayu dipakai secara penuh, seperti dalam karya-karya Raja Ali Haji. Naskah-naskah yang mempergunakan huruf Arab Melayu dan angka-angka Arab orisinal antara lain adalah Kanun Kerajaan Riau Lingga, Bustan Al Kati -bin, serta Salasilah Melayu dan Bugis karya Raja Ali Haji. Begitu juga dengan Syair Abdul Muluk yang diperkirakan merupakan karya Raja Zaleha dan Raja Ali Haji, Bughyat al-Ani Fi Huruf Al Maani karya Raja Ali Kelana.
Naskah-naskah kuno Riau yang ditulis dengan menggunakan huruf Arab Melayu memiliki halamanhalaman kitab atau naskah yang tidak lagi menggunakan angka Arab orisinal (seperti angka-angka untuk halaman Alquran), namun telah dimodifikasi menjadi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0. Naskah-naskah tersebut antara lain adalah Babal Qawaid, Syair Sahimsah terjemahan Raja Haji Abdullah, Undang-Undang Polisi Kerajaan Riau-Lingga, dan Kisah Iblis Menghadap Nabi Muhammad karya Muhammad bin Haji Muhammad Said.
Menurut Hamidy, ciri atau tandatanda huruf Arab Melayu yang dipergunakan pada masa itu agak berbeda dengan huruf Arab Melayu yang dikenal sekarang. Dalam naskah Riau, sistem huruf Arab Melayu boleh dikatakan sebagian besar memberi tanda saksi untuk tiap bunyi vokal, seperti bunyi a, i, u, (alif, waw, dan ya). Sistem ini mempermudah cara membacanya dan kemungkinan salah baca menjadi lebih kecil.
Berbeda dengan sistem penulisan Arab Melayu sekarang yang hanya memberi saksi pada bunyi vokal pada suku kata kedua dan suku terakhir pada setiap kata. Oleh karena banyak bunyi vokal yang dihilangkan, sebuah kata bisa dibaca dalam beberapa kemung kinan bunyi vokal. Dalam sistem ini, bunyi (ucapan) kata harus diperhitungkan dalam konteks kalimat.
Sistem penulisan Arab Melayu seperti dalam naskah-naskah lama Riau terus digunakan oleh para pengguna bahasa Melayu di Semenanjung Malaka (sekarang bernama Malaysia), Singapura, dan Brunei Darussalam. Suku tertutup diberi tanda dengan alif, wau, dan ya sehingga naskah lebih mudah dibaca. Meskipun demikian, tambah Hamidy, beberapa pengarang Riau, seperti Haji Abdurrahman Siddiq dan Haji Abdurrahman Yakub, tetap mempergunakan huruf Arab Melayu dengan angka Arab tanpa perubahan bentuk sama sekali. Hanya Syair Hari Kiamat karya Tuan Guru Abdurrahman Siddiq yang memakai angka Arab model Latin pada nomor halaman kitabnya.
Syamsul Hadi, dalam makalahnya yang berjudul Bahasa Arab dan Khazanah Sastra Keagamaan di Indo ne sia menerangkan, pada naskah tulis an tangan, biasanya terdapat perbedaan penggunaan jenis-jenis huruf Arab, yakni tulisan naskhi, riqi, dan tsulutsi.
Jenis naskhi biasanya dipergunakan untuk tulisan pada umumnya. Tulisan riqi digunakan untuk penulisan cepat. Adapun jenis tsulutsi yang indah dipergunakan untuk judul-judul naskah. Mes -kipun kaidah baru dengan penambahan tanda diakritik berkaitan dengan adanya perbedaan vokal ataupun konsonan pada bahasa Arab dan Melayu, jenis tulisan yang dipakai masih juga sama, tidak ada jenis tulisan baru model Melayu. dia/rid/sya/berbagai sumber
Disiplin Ilmu dalam Naskah Melayu
Disiplin ilmu yang ditulis para ulama Nusantara tidak terbatas pada pengetahuan agama, tetapi juga disiplin ilmu lainnya. Dr Kun Zachrun Istanti SU dalam Teks Melayu: Warisan Intelek Masa Lampau Indonesia-Malaysia mengklasifikasi bidang-bidang pengetahuan yang ditulis dalam naskahnaskah Melayu kuno di antaranya adalah sejarah, sastra, ilmu tradisional, obat-obatan, dan perundangundangan.
Sejarah
Karya sastra sejarah Melayu ada berbagai macam, di antaranya Misa Melayu, Salasilah Melayu dan Bugis, Hikayat Patanu, Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Banjar, Silsilan Kutai, Tambo Minangkabau, dan Hikayat Merong Mahawangsa. Karya-karya ini kaya akan pengetahuan tentang pikiran dan keadaan susunan masyarakat Melayu pada zaman itu. Dalam Sejarah Melayu, tergambarkan adat raja-raja, pantang larang, dan hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang untuk rakyat. Dalam Sejarah Melayu, juga digambarkan adanya penaklukan oleh Malaka dan hubungan negeri Malaka dengan Majapahit, Siam, dan Cina.
Sastra kitab
Sastra kitab pada zaman kegemilangan Islam di Nusantara umumnya berisi ajaran agama Islam. Sastra kitab dapat menjadi rujukan mengenai Islam bagi orangorang Melayu. Karena, pada waktu itu, masyarakat Melayu masih sedikit yang memahami bahasa Arab. Kebanyakan sastra kitab ini merupakan terjemahan atau hasil transformasi karya-karya Arab. Bidang pengetahuan yang terdapat dalam sastra kitab adalah ilmu tauhid, fikih, hadis, dan tasawuf. Contoh sastra kitab adalah Shifa al-Qulubkarya Nuruddin Arraniri bertanggal 2 Ramadhan 1225 H (Senin, 1 Oktober 1810 M). Karya ini menerangkan pengertian kalimat syahadat dan kepercayaan kepada Allah.
Ilmu tradisional
Karya sastra Melayu juga berisi ilmu tradisional yang berupa pengajaran, pemahaman, dan amalan secara formal, misalnya ilmu bintang, ilmu ramal, tabir mimpi, dan firasat. Pembahasannya berkisar tentang kedudukan bintang dan pengaruhnya terhadap kejadian alam dan kehidupan manusia, kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan benda-benda lain yang dihubungkan dengan penyakit dan amalan hidup, kepercayaan terha dap tabir mimpi, dan firasat. Kepercayaan-kepercayaan ini diamalkan oleh masyarakat Melayu masa lampau da lam kehidupan sehari-hari dan memengaruhi hidup mereka. Contoh karya sastra Melayu yang berisi ilmu tradisional adalah Tabir Mimpi. Isinya tentang tafsir mimpi dan fatwa orang Melayu masa lampau tentang alamat pergerakan bagian tubuh tertentu, waktu yang sesuai untuk bepergian, dan tanda apabila ada binatang masuk ke rumah atau kampung pada hari tertentu.
Obat-obatan
Selain disiplin ilmu di atas, karya Melayu juga ada yang membahas masalah obat-obatan Melayu tradisonal. Naskah seperti ini dikenal dengan nama Kitab Tib(obat, penyembuh), yang biasa digunakan sebagai panduan untuk mengobati berbagai penyakit. Bahan dasar obat-obatan itu berasal dari sumber daya alam, seperti flora dan fauna. Karya sastra dalam Kitab Tibtersebut antara lain tentang obat masuk angin, demam, pilek, sakit kepala, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
Kitab undang-undang
Kitab undang-undang dalam karya sastra Melayu ini berupa tata tertib dan adat istiadat Melayu yang diwariskan secara turun-temurun. Karena itu, tak heran bila ada daerah-daerah tertentu yang mengedapan hukum daerah (adat) dibandingkan hukum positif. Dan, bagi sekelompok masyarakat, bila sudah mematuhi (menjalankan) hukum adat, tak perlu lagi menjalani hukum lainnya. rid
Persebaran Naskah Melayu Dari Indonesia ke Afrika hingga Eropa
Masuknya Islam ke Nusantara menandai peralihan dari tradisi lisan menjadi tulisan. Namun, sampai dengan tahun 1500 M, tradisi penulisan dalam wujud teks belum dilakukan. Ide atau gagasan dan nilai-nilai masih disampaikan secara lisan. Beberapa karya sastra yang kental dengan corak kelisanannya adalah tekateki, peribahasa, pantun, dan mantra.
Setelah huruf Arab dikenal oleh masyarakat Melayu, barulah dimulai penulisan ilmu pengetahuan dengan huruf Arab, terutama Arab Jawi. Hal ini mengindikasikan bahwa huruf Jawi ini berperan besar dalam mengomunikasikan khazanah intelektual Muslim di Nusantara.
Naskah-naskah Melayu kuno menyebar ke berbagai kawasan di Nusantara, seperti di Aceh, Minangkabau, Riau, Siak, Bengkulu, Sambas, Kutai, Ternate, Ambon, Bima, Palembang, Banjarmasin, dan daerah-daerah yang kini masuk kawasan Malaysia dan Singapura. Naskah-naskah tersebut saat ini disimpan di lembaga-lembaga di dalam dan luar negeri. Di Indonesia, naskah-naskah itu disimpan di museum daerah, Perpustakaan Nasional, yayasan-yayasan, pesantren, masjid, dan keluarga-keluarga atau pemilik naskah.
Ketika itu, aktivitas penulisan berkembang sangat marak, karena didukung dengan hadirnya beberapa percetakan di sejumlah kawasan, seperti Rumah Cap Kerajaan di Lingga; Mathbaat al-Riauwiyah di Penyengat, dan Al-Ahmadiyah Press di Singapura. Munculnya ketiga percetakan itu memungkinkan karya para intelektual Muslim dapat dicetak dengan baik. Akhirnya, beberapa karya pun menyebar hingga ke berbagai daerah.
Hingga saat ini, belum dapat dipastikan berapa jumlah karya Melayu yang sudah dicetak. Apalagi, hampir setiap saat, karya itu semakin banyak ditemukan. Namun, ada beberapa penelitian yang mencoba mendatanya. Chambert-Loir (1980), ahli perpustakaan dari Prancis, memperkirakan ada sekitar 4.000 buah naskah berdasarkan berbagai katalogus dan jumlah ini tersebar di 28 negara.
Ismail Husain (1974) memperkirakan ada sekitar 5.000 naskah Melayu dan lebih kurang seperempatnya berada di Indonesia dan terbanyak berada di Jakarta. Sedangkan, Russel Jones memperkirakan jumlahnya sampai pada angka 10 ribu.
Adapun 28 negara tempat penyebaran naskah-naskah Melayu yang diutarakan Chambert-Loir (1999) adalah Afrika Selatan, Amerika, Austria, Australia, Belanda, Belgia, Brunei, Ceko-Slovakia, Denmark, Hongaria, India, Indonesia, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Polandia, Prancis, Rusia, Singapura, Spanyol, Srilanka, Swedia, Swiss, dan Thailand.
Intelektual perempuan
Yang menarik di antara karya-karya tersebut terdapat sejumlah penulis dari kaum perempuan. Raja Safiah mengarang Syair Kumbang Menginderadan saudaranya Raja Kalsum menulis Syair Saudagar Bo doh. Kedua penulis perempuan itu adalah putri Raja Ali Haji, seorang intelektual Melayu tersohor yang kita kenal dengan karya besarnya Gurindam Dua Belas.
Pengarang perempuan yang juga sangat terkenal waktu itu adalah Aisyah Sulaiman. Cucu Raja Ali Haji itu menulis Syair khadamuddin, Syair Seligi Tajam Bertimbal, Syamsul Anwar, dan Hikayat Shariful Akhtar.
Selain nama-nama tersebut, masih terdapat beberapa nama intelektual perempuan yang memiliki kepedulian dalam pengembangan kesusastraan Melayu. Di antaranya adalah Salamah binti Ambar yang menulis dua buku dengan judul Nilam Permatadan Syair Nasihat untuk Penjagaan Anggota Tubuh. Ada pula Khadijah Terung yang menulis buku Perhimpunan Gunawan bagi Laki-laki dan Perempuan.(rpb) www.suaramedia.com
Sumber : Suara Media
Senin, 19 September 2011
Belajar Membeca Al-Quran
Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah) yang menjadi panduan hidup bagi manusia, menjadi petunjuk dan penerang bagi seluruh alam raya. Karenanya, sudah seharusnya Al-Quran selalu berada di dalam hati setiap muslim dan dibaca setiap hari oleh setiap kita.
Tapi sayangnya, banyak sekali dari kita “tidak memiliki” waktu untuk membacanya… bahkan masih banyak yang belum bisa membacanya… Entah karena kesibukan sekolah, kuliah atau padatnya pekerjaan kita. Dan tahukah Anda, bahwa selama hilangnya waktu membaca quran tersebut berarti hilang pula jatah mendapat tambahan pahala bagi kita…?
Karenanya, sempatkanlah waktu untuk belajar membacanya… AyoSinauNgaji.Com mengajak anda untuk Belajar Membaca Al-Quran dari awal bahkan dari nol mulai mengenal huruf hijaiyah, mengenal tanda baca, latihan membaca dengan cepat dan mudah.
Pada dasarnya belajar membaca al-quran itu hanya terdiri dari tiga tahap.
Mengenal Huruf Hijaiyah yang terdiri dari 28 huruf, penguasaan huruf ini mutlak diperlukan karena 90% untuk bisa membaca al-quran harus menguasai huruf-huruf hijaiyah tersebut.
Mengenal Tanda Baca yang terdiri dari fathah, kasrah, dhommah, atau a i u, tanda panjang dan tanwin serta huruf mati atau sukun dan tasydid.
Latihan membaca yang terus menerus dan berkesinambungan, inilah tahap yang paling menentukan disini diperlukan keistiqomahan serta semangat yang pantang menyerah.
Sekarang banyak sekali metode pembelajaran al-Quran yang berkembang, antara lain metode iqro, abata, albana, granada, qiraati, albarqi, tsaqifa, metode smart, qlc, al-fatihah, an-nur, dan lain sebagainya. Dengan banyaknya metode ini memungkinkan kita bisa belajar baca quran dengan cara cepat dan mudah.
Namun sebaik apapun metode yang kita gunakan, kuncinya adalah niat dan semangat kita dalam mempelajari al-quran tersebut. Maka sebelum belajar luruskan niat kita hanya untuk mencari ridho Allah SWT agar Allah mudahkan kita dalam belajar al-Quran.
Untuk memudahkan anda belajar, saya membuat aplikasi yang praktis dan sederhana yang dikemas dalam sebuah CD interaktif beserta panduannya berupa video tutorial. Anda bisa juga belajar secara online di blog AyoBelajarNgaji.Com ini lewat menu disamping kanan. Contoh pembelajarannya bisa anda download gratis beserta ebook panduannya.
CD ini selain dilengkapi dengan video tutorial bimbingan pembelajarannya, juga dilengkapi dengan suara atau sound tiap huruf dan latihannya sehingga anda tidak akan lupa nama huruf dan cara pengucapannya. Jika tertarik lakukan pemesanan sekarang juga.
Tapi sayangnya, banyak sekali dari kita “tidak memiliki” waktu untuk membacanya… bahkan masih banyak yang belum bisa membacanya… Entah karena kesibukan sekolah, kuliah atau padatnya pekerjaan kita. Dan tahukah Anda, bahwa selama hilangnya waktu membaca quran tersebut berarti hilang pula jatah mendapat tambahan pahala bagi kita…?
Karenanya, sempatkanlah waktu untuk belajar membacanya… AyoSinauNgaji.Com mengajak anda untuk Belajar Membaca Al-Quran dari awal bahkan dari nol mulai mengenal huruf hijaiyah, mengenal tanda baca, latihan membaca dengan cepat dan mudah.
Pada dasarnya belajar membaca al-quran itu hanya terdiri dari tiga tahap.
Mengenal Huruf Hijaiyah yang terdiri dari 28 huruf, penguasaan huruf ini mutlak diperlukan karena 90% untuk bisa membaca al-quran harus menguasai huruf-huruf hijaiyah tersebut.
Mengenal Tanda Baca yang terdiri dari fathah, kasrah, dhommah, atau a i u, tanda panjang dan tanwin serta huruf mati atau sukun dan tasydid.
Latihan membaca yang terus menerus dan berkesinambungan, inilah tahap yang paling menentukan disini diperlukan keistiqomahan serta semangat yang pantang menyerah.
Sekarang banyak sekali metode pembelajaran al-Quran yang berkembang, antara lain metode iqro, abata, albana, granada, qiraati, albarqi, tsaqifa, metode smart, qlc, al-fatihah, an-nur, dan lain sebagainya. Dengan banyaknya metode ini memungkinkan kita bisa belajar baca quran dengan cara cepat dan mudah.
Namun sebaik apapun metode yang kita gunakan, kuncinya adalah niat dan semangat kita dalam mempelajari al-quran tersebut. Maka sebelum belajar luruskan niat kita hanya untuk mencari ridho Allah SWT agar Allah mudahkan kita dalam belajar al-Quran.
Untuk memudahkan anda belajar, saya membuat aplikasi yang praktis dan sederhana yang dikemas dalam sebuah CD interaktif beserta panduannya berupa video tutorial. Anda bisa juga belajar secara online di blog AyoBelajarNgaji.Com ini lewat menu disamping kanan. Contoh pembelajarannya bisa anda download gratis beserta ebook panduannya.
CD ini selain dilengkapi dengan video tutorial bimbingan pembelajarannya, juga dilengkapi dengan suara atau sound tiap huruf dan latihannya sehingga anda tidak akan lupa nama huruf dan cara pengucapannya. Jika tertarik lakukan pemesanan sekarang juga.
Sabtu, 17 September 2011
Masyarakat Gagap Aksara
Oleh Welly Adi Tirta
Pekerja swasta
Mungkin tidak banyak yang mengetahui kalau tanggal 8 September yang lalu adalah Hari Aksara. Hari itu dimaksudkan untuk menggelorakan minat membaca di masyarakat. Namun, dari beragam data dan fakta, minat masyarakat kita untuk membaca memang rendah. Hal ini tentu saja diakibatkan oleh daya beli masyarakat terhadap buku yang rendah. Membeli buku masih merupakah aktivitas yang “mewah”.
Buku belum dipandang sebagai kebutuhan yang pokok, yang akan mengisi lambung pemikiran dalam otak dan kesadaran manusia. Buku masih dilihat sebagai bahan ajar yang saklek di sekolah. Itu pun buku dalam kerangka pemenuhan pelajaran yang acap “dipaksakan” dalam pembeliannya. Kita mesti jujur bahwa buku memang belum menjadi hal yang utama. Maka itu tidaklah mengehrankan kalau tingkat pembacaan karya di Indonesia masih sangat rendah. Apalagi buku-buku sastra dan ensiklopedia. Daya beli memang menjadi hal utama yang menjadi penyebab rendahnya minat membeli dan membaca buku. Memang kita bersama maklum bahwa orang yang tidak mampu tentu sulit membeli buku. Mereka dalam keseharian saja susah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, apalagi mesti sampai membeli buku. Yang primer saja mereka sulit mendapatkan, apalagi yang “sekunder”. Ini bisa kita maklumi bersama dan tak bisa dipaksakan bahwa harus membeli dan membaca buku supaya pandai. Yang harus dilakukan dalam tahap ini ada dua, pertama mendorong kesadaran masyarakat bahwa membaca buku itu penting, dan kedua, mendesak pemerintah “memurahkan” harga buku. Soal kesadaran barangkali tepat dilakukan di sekolah. Setiap guru di sekolah bisa men-support anak didiknya agar gemar membaca. Para siswa harus diberikan informasi bahwa membaca buku itu sangat penting. Ilmu yang ada di dalam buku akan menjadi bekal siswa di kehidupan mendatang. Dan, perlu juga disampaikan kepada murid, bahwa membaca buku tak mesti membeli. Ada beberapa perpustakaan di daerah yang bisa dijadikan sarana membaca buku. Siswa bisa meminjam buku di sana dan mengapresiasinya. Dengan begitu siswa akan tertarik dan mulai membiasakan membaca buku. Kedua, pemerintah mesti menggulirkan peraturan agar harga buku bisa terjangkau. Sudah itu, kesejahteraan buat para penulis bukunya juga mesti dipikirkan. Seperti kata novelis Indoensia, Helvy Tiana Rosa, pengarang buku mengalami dilema. Mereka hendak mencerdaskan bangsa tetapi karya mereka malah dikenai pajak. Bagaiman penulis buku hendak semangat kalau belum apa-apa sudah terkena kewajiban pajak. Nah hal inilah yang mesti mampu diatasi pemerintah. Misalnya saja dengan membeli hak siar buku dengan harga yang pantas kepada penulisnya. Kalau ini yang terjadi, akan terjadi simbiosis mutualisme. Masyarakat akan mendapatkan bacaan berkualitas yang harganya terjangkau, sedangkan penulis mendapatkan honor atau royalti yang manusiawi. Di sisi lain, pemerintah juga bisa menggulirkan program untuk memasyarakatkan budaya membaca. Achmad Fauzi, seperti penulis kutip di Koran Tempo, menjelaskan, bahwa budaya membaca ini bermanfaat besar dalam membangun peradaban bangsa. Fauzi menulis, menciptakan generasi gemar membaca merupakan jembatan menuju masyarakat ilmiah dan berperadaban. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional, dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Menciptakan generasi yang literat membutuhkan proses dan sarana kondusif dengan mensinergikan peran keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga sangat dominan dalam perkembangan literasi anak. Fauzi menambahkan, hasil riset menunjukkan, umumnya anak mulai belajar membaca dan menulis dari orang tua di rumah. Mereka akan gemar membaca jika melihat orang tua atau anggota keluarga lain di rumah sering membaca buku, koran atau majalah. Bahkan, anak yang dalam usia dua tahun acap dibacakan buku oleh orang tuanya, cenderung memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dibanding teman sebayanya. Kita sadar betapa buku bisa mendukung pendidikan kepada anak. Sekadar mengajak anak ke toko buku atau bahkan mungkin membeli buku bekas, adalah sarana yang baik menggelorakan kepahaman aksara kepada mereka. Buku memang tak murah, tapi juga bukan berarti tak bisa dibeli. Bergantung kepada pemahaman masyarakat terhadap buku itu sendiri. Dan mudaha-mudahan Hari Aksara yang baru lewat bisa menjadi momentum kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap arti pentingnya buku dan budaya membaca.
Sumber : Opini Lampost Sabtu 17 September 2011
Pekerja swasta
Mungkin tidak banyak yang mengetahui kalau tanggal 8 September yang lalu adalah Hari Aksara. Hari itu dimaksudkan untuk menggelorakan minat membaca di masyarakat. Namun, dari beragam data dan fakta, minat masyarakat kita untuk membaca memang rendah. Hal ini tentu saja diakibatkan oleh daya beli masyarakat terhadap buku yang rendah. Membeli buku masih merupakah aktivitas yang “mewah”.
Buku belum dipandang sebagai kebutuhan yang pokok, yang akan mengisi lambung pemikiran dalam otak dan kesadaran manusia. Buku masih dilihat sebagai bahan ajar yang saklek di sekolah. Itu pun buku dalam kerangka pemenuhan pelajaran yang acap “dipaksakan” dalam pembeliannya. Kita mesti jujur bahwa buku memang belum menjadi hal yang utama. Maka itu tidaklah mengehrankan kalau tingkat pembacaan karya di Indonesia masih sangat rendah. Apalagi buku-buku sastra dan ensiklopedia. Daya beli memang menjadi hal utama yang menjadi penyebab rendahnya minat membeli dan membaca buku. Memang kita bersama maklum bahwa orang yang tidak mampu tentu sulit membeli buku. Mereka dalam keseharian saja susah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, apalagi mesti sampai membeli buku. Yang primer saja mereka sulit mendapatkan, apalagi yang “sekunder”. Ini bisa kita maklumi bersama dan tak bisa dipaksakan bahwa harus membeli dan membaca buku supaya pandai. Yang harus dilakukan dalam tahap ini ada dua, pertama mendorong kesadaran masyarakat bahwa membaca buku itu penting, dan kedua, mendesak pemerintah “memurahkan” harga buku. Soal kesadaran barangkali tepat dilakukan di sekolah. Setiap guru di sekolah bisa men-support anak didiknya agar gemar membaca. Para siswa harus diberikan informasi bahwa membaca buku itu sangat penting. Ilmu yang ada di dalam buku akan menjadi bekal siswa di kehidupan mendatang. Dan, perlu juga disampaikan kepada murid, bahwa membaca buku tak mesti membeli. Ada beberapa perpustakaan di daerah yang bisa dijadikan sarana membaca buku. Siswa bisa meminjam buku di sana dan mengapresiasinya. Dengan begitu siswa akan tertarik dan mulai membiasakan membaca buku. Kedua, pemerintah mesti menggulirkan peraturan agar harga buku bisa terjangkau. Sudah itu, kesejahteraan buat para penulis bukunya juga mesti dipikirkan. Seperti kata novelis Indoensia, Helvy Tiana Rosa, pengarang buku mengalami dilema. Mereka hendak mencerdaskan bangsa tetapi karya mereka malah dikenai pajak. Bagaiman penulis buku hendak semangat kalau belum apa-apa sudah terkena kewajiban pajak. Nah hal inilah yang mesti mampu diatasi pemerintah. Misalnya saja dengan membeli hak siar buku dengan harga yang pantas kepada penulisnya. Kalau ini yang terjadi, akan terjadi simbiosis mutualisme. Masyarakat akan mendapatkan bacaan berkualitas yang harganya terjangkau, sedangkan penulis mendapatkan honor atau royalti yang manusiawi. Di sisi lain, pemerintah juga bisa menggulirkan program untuk memasyarakatkan budaya membaca. Achmad Fauzi, seperti penulis kutip di Koran Tempo, menjelaskan, bahwa budaya membaca ini bermanfaat besar dalam membangun peradaban bangsa. Fauzi menulis, menciptakan generasi gemar membaca merupakan jembatan menuju masyarakat ilmiah dan berperadaban. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional, dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Menciptakan generasi yang literat membutuhkan proses dan sarana kondusif dengan mensinergikan peran keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga sangat dominan dalam perkembangan literasi anak. Fauzi menambahkan, hasil riset menunjukkan, umumnya anak mulai belajar membaca dan menulis dari orang tua di rumah. Mereka akan gemar membaca jika melihat orang tua atau anggota keluarga lain di rumah sering membaca buku, koran atau majalah. Bahkan, anak yang dalam usia dua tahun acap dibacakan buku oleh orang tuanya, cenderung memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dibanding teman sebayanya. Kita sadar betapa buku bisa mendukung pendidikan kepada anak. Sekadar mengajak anak ke toko buku atau bahkan mungkin membeli buku bekas, adalah sarana yang baik menggelorakan kepahaman aksara kepada mereka. Buku memang tak murah, tapi juga bukan berarti tak bisa dibeli. Bergantung kepada pemahaman masyarakat terhadap buku itu sendiri. Dan mudaha-mudahan Hari Aksara yang baru lewat bisa menjadi momentum kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap arti pentingnya buku dan budaya membaca.
Sumber : Opini Lampost Sabtu 17 September 2011
Menyimah Naskah Teks Proklamasi.
Sebagai warga Bangsa Indonesia, maka hati kita akan bergetar setiap kali memperingati detik detik Kemerdekaan kita yang relah kita raih dengan cucuran keringat, air mata dan bahkan nyawa. Untuk sekedar menambah wawasan marilah kita simak naskah berikut ini : Seperti yang kita ketahui bersama, pada awalnya yaitu pada tanggal 17 agustus 1945, proklamator kita dan sekaligus presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno atau biasa disebut dengan Bung Karno mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta, tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Ada keunikan tersendiri oleh segenap bangsa Indonesia yang dirasakan tahun ini, yakni, faktanya proklamasi kemerdekaan Indonesia itu terjadi pada saat bulan Ramadhan, yaitu pada tanggan 9 Ramadhan., uniknya adalah kita bisa merasakan bagaimana kondisi perjuangan yang dilakukan para pejuang kemerdekaan pada saat mereka menjalankan ibadah puasa, berperang melawan penjajah sekaligus memerangi (mengontrol) hawa nafsu, kalau menurut saya itu sih luar biasa… nah uniknya lagi, saya menulis tulisan ini juga pada tanggal 9 agustus.. hehe
Bung Karno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta membacakan naskah asli proklamasi yang berisi sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
Itulah naskah asli yang dibacakan oleh Bung Karno pada tanggal 17 agustus 1945 yang menjadi sejarah dunia. Disini ada yang mau saya sampaikan, dan mungkin juga banyak yang bertanya, loh kok naskahnya berbeda dengan yang sering kita dengar.. jadi naskah yang saya tulis ini merupakan naskah awal yang masih dilakukan perubahan. Beberapa perubahan diantaranya adalah:
Pada naskah yang lama kata “tempoh” itu dirubah dengan kata “tempo”, itulah kata yang digunakan pada naskah proklamasi
Pada signatur, kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “atas nama bangsa Indonesia”.. (emang agak terdengar ganjil sih kalau pake kata wakil-wakil)
Berikutnya itu kata “Djakarta, 17-8-05” penulisannya dirubah jadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahun ’05, pasti ada yang tanya kenapa tahun ’05.. jadi penggunaan tahun ’05 itu mengikuti tahun jepang, karena pada saat itu Indonesia sedang dijajah jepang so penanggalannya juga menggunakan tahun Jepang. Pada saat itu tanggal sebenarnya adalah 17 Agustus tahun 2605 (tahun Jepang)
Terus naskah asli yang akan dibacakan oleh Bung Karno pada hari deklarasi kemerdekaan itu sudah ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta
Jadi naskah asli yang dibacakan oleh Bung Karno adalah seperti di bawah ini:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
Itulah naskah yang sampai saat ini kita kenal hingga saat ini, untuk Live Sound-nya bisa di download di sini. Saya sedikit ingin mengomentari mengenai naskah proklamasi ini:
Saya mau bilang bahwa para pejuang bangsa Indonesia menurut saya sudah sangat susah payah untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa kita ini, coba kalau kita belum merdeka, mungkin kota Jakarta bisa jadi kota Jakarto.. hehe ikut-ikut Tokyo-nya Jepang, maksudnya kita udah bebas dari penjajahan gituh, berterima kasihlah pada pejuang-pejuan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan cara tetap menjaga kemerdekaan ini agar tidak “dijajah lagi” oleh bangsa lain.
Saya membayangkan betapa senangnya Rakyat Indonesia setalah deklarasi kemerdekaan ini, walaupun pemerintahan Republik Indonesia belum terbentuk tetapi saya yakin, dalam benak rakyat Indonesia pasti muncul kebanggaan yang luar biasa setelah melalui bertubi-tubi perilaku kejam yang mereka terima dari penjajahan Belanda dan Jepang. Hidup Para pejuang!!
Saya bersyukur, untuk lahirnya sekarang.. coba dulu.. bisa ikut angkat senjata juga kali yah.. oke deh, sampai jumpa.. salam Merdekaa!!
Sumber : Rezha.com
Cara Cepat Belajar membaca Aksara Al-Quran
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Di dalam mengisi hari hari kita ada baiknya jika kita berbagi sedikit ilmu tentang cara belajar membaca alquran dengan benar dan cepat. Berikut sedikit uraian singkat dari saya mengenai bagaimana cara agar kita bisa membaca alquran dengan benar. Ada 5 hal penting yang harus diperhatikan agar bisa membaca alquran dengan baik dan fasih.
pertama-tama kita harus bisa membaca huruf hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf. Sama seperti jika kita hendak belajar membaca bahasa indonesia. jika kita mengetahui dan bisa membaca 28 huruf hijaiyyah dengan benar, hal ini merupakan modal utama kita untuk bisa membaca alqur’an, karena isi alquran adalah bacaan yang didalamnya tersusun dari 28 huruf hijaiyyah.
setelah faham dan mampu membaca huruf hijaiyyah dengan fasih, tahapan selanjutnya adalah mempelajari tanda baca, yaitu, fathah, kasrah, dan dhommah. Sama seperti belajar berbahasa indonesia, tiga tanda baca yang disebutkan tadi mirip halnya dengan huruf vokal yang ada di bahasa indonesia.
menguasai atau paling tidak mengetahui mengenai isyarat baca di dalam alquran. didalam tata cara membaca alquran ada banyak isyarat tanda baca, seperti, Mad Arid Lissukun, Mad Wajib Muttasil, dll. Isyarat baca ini memang tidak sering muncul di dalam alquran, frekuensi kemunculannya sedikit, namun hal ini penting diperhatikan dan dipelajari karena jika tidak kita belum bisa dikatakan fasih membaca alquran kalau tidak memperhatikan isyarat baca ini.
yang ke-4 adalah mengetahui dan menguasai teknik membaca alquran, seperti Idgham, Qalqolah, dll. Idgham adalah teknik membaca dengung, seperti halnya jika ada huruf hijaiyyah “nun” mati bertemu dengan “Mim”. Jika kita menemukan kalimat ini maka teknik membacanya harus dengung, dapat juga dikatakan Idgham Bighunnah.
Tips terakhir adalah “praktek”. Seseorang tidak akan bisa membaca alquran dengan fasih jika tidak pernah mempraktekkannya. Bacalah Alquran secara rutin, sebelum waktu masuk subuh atau setelah maghrib adalah waktu yang bagus untuk membaca alquran. Perlu diingat, jika kita masih belum fasih dalam membaca alquran, ada baiknya jika ada yang membimbing anda selama kita membaca alquran, agar jika ada kesalahan baca pendamping anda bisa membetulkan dan kita bisa langsung memperbaiki kesalahannya.
Itulah sedikit Tips bagaimana cara belajar membaca alquran dengan benar dan cepat dari saya. Semoga sedikit banyaknya tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb (Rezha.com)
Jumat, 16 September 2011
Metode Belajar Membaca
Bingung mencari metode belajar membaca yang baik untuk anak Anda? Pernahkah Anda mendengar tentang metode Glenn Doman? Mari kita simak fakta berikut, semoga bermanfaat untuk Anda yang sedang bingung mencari program belajar membaca yang terbaik untuk buah hati Anda…
Kapan Sebaiknya Anak Anda Belajar Membaca?
Permasalahan seputar waktu yang tepat untuk mengajarkan anak membaca pernah menjadi perbincangan yang hangat. Ketika itu, sebagian berpendapat bahwa mengajarkan anak membaca terlalu dini bisa berakibat buruk untuk perkembangannya karena dianggap akan membebani. Mereka yang beranggapan seperti ini menyarankan agar anak belajar membaca setelah mereka berusia 6-7 tahun.
Namun demikian, seiring dengan diadakannya berbagai penelitian dan studi ilmiah, ternyata si anak justru akan terbebani apabila mereka terlambat belajar membaca dan berbagai studi juga menunjukkan bahwa usia 6-7 tahun dapat digolongkan ke dalam kategori ‘terlambat’ tersebut.
Keuntungan Belajar Membaca Sejak Usia Dini
Bagaimana belajar membaca sebelum masuk Sekolah Dasar (SD) bisa mempengaruhi prestasi membaca anak di masa depannya? Dolores Durkin merupakan peneliti yang pertama kali mendalami masalah ini pada tahun 1958-1964 dan mengadakan berbagai studi untuk menelitinya. Apa kesimpulan yang dapat diambil dari studi selama 6 tahun ini?
Anak yang bisa membaca sejak dini ternyata senantiasa bisa mengungguli kemampuan membaca anak yang terlambat, hingga ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kemampuan membaca sejak dini ternyata tidak berhubungan dengan IQ anak, namun sangat berhubungan dengan suasana rumah dan keluarganya. Anak-anak yang bisa membaca sejak dini ternyata muncul dari keluarga yang memiliki perhatian dan usaha ekstra dalam membantu mereka belajar membaca.
Kemampuan membaca sejak dini juga tidak berhubungan dengan kondisi sosial-ekonomi. Anak-anak yang bisa membaca sejak dini ternyata memiliki orang tua yang mau menyempatkan waktu untuk kegiatan membaca bersama anaknya, walaupun latar belakang sosial-ekonomi mereka berbeda-beda.
Durkin juga mendapati bahwa anak-anak yang mulai belajar membaca sejak usia 3-4 tahun ternyata selalu mengungguli anak-anak lainnya yang mulai belajar membaca sejak usia 5-6 tahun. Mereka bahkan bisa terus unggul hingga rentang masa 8 tahun.
Teori Glenn Doman
Glenn Doman, pendiri Institutes for the Achievemnet of Human Potential (IAHP), mengatakan bahwa bayi sangatlah jenius terhadap bahasa. Sebagai contoh, coba kita lihat… bagi setiap bayi yang lahir di Indonesia, bahasa Indonesia merupakan bahasa asing – tidak bedanya dengan dengan bahasa Inggris atau Rusia.
Namun apa yang terjadi? Ternyata si bayi bisa mempelajari bahasanya! Bagaimana ia mempelajarinya? Anda bisa saja dengan bangganya mengatakan bahwa Anda yang yang telah mengajarinya, tapi kalau mau jujur, paling-paling Anda hanya mengajari ‘Mama’, ‘Papa’ dan sebagian kecil kata saja, ya kan? Lalu bagaimana dengan ribuan kosakata, berikut dengan cara pengucapannya yang benar yang diserap oleh si kecil – apakah Anda yang mengajarkannya secara khusus?
Glenn Doman menyimpulkan, bahwa anak-anak mempelajari bahasanya melalui konteks, bukan dengan cara diajarkan satu per satu dari daftar koleksi kata berikut dengan artinya (ini persisi seperti yang diajarkan pada umumnya di sekolah-sekolah ketika mengajarkan bahasa asing ataupun ketika mengajarkan anak membaca).
Oleh sebab itu, Doman menganjurkan agar ketika mengajarkan anak membaca, kita hendaknya mengolah bahasa dalam bentuk tulisan sebagaimana kita mengolah bahasa dalam bentuk pembicaraan. Artinya, kita sebaiknya membuat proses belajar membaca untuk bayi sesederhana mungkin. Dengan begini, anak kecil bisa belajar membaca secara alami dan tanpa ia sadari – sebagaimana ia belajar berbicara dengan bahasa ibunya.
Untuk bisa memahami bahasa melalui telinga, diperlukan 3 persyaratan:
Lantang
Jelas
Diulang-ulang
Dan tanpa disadari, seorang ibu biasanya berbicara kepada bayinya dengan 3 elemen ini; lantang, jelas dan diulang-ulang.
Alasan utama mengapa kebanyakan bayi tidak menyerap bahasanya melalui mata menuju ke otaknya sebagaimana bahasa tersebut diserap melalui telinga menuju otaknya, adalah karena ternyata untuk bisa membaca bahasa tersebut, diperlukan bahasa yang disajikan kepada penglihatannya dalam bentuk yang besar, jelas dan diulang-ulang. Dan inilah yang gagal diberikan oleh kebanyakan orang tua kepada bayinya – menyajikan kata-kata dalam bentuk besar, jelas dan diulang-ulang, sehingga anak-anak bisa belajar dengan sangat mudah.
Metode Belajar Membaca dengan Flash Card
Metode belajar membaca Glenn Doman didasari fakta bahwa anak kecil belajar melalui permainan. Apabila kegiatan belajar yang mereka jalani menyenangkan, maka mereka akan menikmatinya, sehingga dapat belajar jauh lebih cepat.
Untuk itu, Glenn Doman menganjurkan agar menggunakan flash card (kartu) untuk membantu si kecil belajar membaca. Prinsipnya adalah Anda menggunakan kartu-kartu yang berukuran besar yang bertuliskan kata-kata sederhana. Setiap kartu atau flash card tersebut memuat 1 kata yang ditulis dengan huruf kecil (bukan kapital) dengan ukuran besar dan warna yang jelas/mencolok.
Belajar Membaca Metode Glenn DomanBerikutnya, cari waktu yang lapang dan menyenangkan untuk Anda dan buah hati Anda. Duduklah bersama dan tunjukkan flash card tersebut kepadanya satu per satu sambil Anda bacakan dengan lantang dan jelas.
Tertarik untuk memilikinya? Silahkan kunjungi koleksi flash card.
Bagaimana Cara Belajar Membaca Menggunakan Flash Card?
Ada beberapa hal penting yang perlu Anda ketahui tentang penggunaan flash card:
Flash card sebaiknya disusun dan dikelompokkan berdasarkan subyek yang sama
Untuk flash card yang bergambar, gambarnya harus berukuran cukup besar dan jelas
Flash card gambar hanya berisi 1 gambar untuk setiap kartu, tanpa latar belakang apapun
Ketika Anda menunjukkan kartu tersebut kepada anak Anda, usahakan tidak terlalu lama. Cukup sekitar 1 detik
Ketika anak Anda terlihat bosan, segera hentikan aktifitas belajar. Ingat, proses belajar jangan sampai dipaksakan dan jangan terlalu ingin cepat melihat hasil
Adakan kegiatan ini hanya ketika anak Anda sedang baik perasaannya. Jangan sekali-kali mengadakannya ketika ia sedang lelah, sakit, atau rewel
Pastikan juga Anda sedang dalam keadaan senang ketika mengajarkan si kecil membaca. Dengan begini, suasana belajar-mengajar menjadi menyenangkan
Ketika anak Anda selesai mempelajari 1 set flash card, Anda bisa beralih ke set berikutnya sehingga ia selalu mempelajari sesuatu yang baru
Jangan lupa, setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. Setiap mereka memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda dalam mempelajari sesuatu yang baru. Oleh sebab itu, pastikan Anda bisa menyesuaikan cara pembelajaran untuk setiap anak. Selamat menerapkan metode belajar membaca dengan flash card dan semoga berhasil!
Tertarik untuk memilikinya? Silahkan kunjungi koleksi flash card.
Di mana Anda bisa memperoleh flash card?
Banyak orang tua yang bertanya bagaimana mereka bisa memperoleh kartu Glenn Doman. Sebenarnya Anda memiliki 2 pilihan; Anda bisa membeli kartu Glenn Doman yang orisinil, namun sepertinya sangat memberatkan. Kenapa demikian? Bayangkan saja, satu set kartu Glenn Doman tersebut harganya bisa lebih dari Rp. 1 juta!
Alternatif kedua adalah membuat flash card sendiri. Namun cara kedua ini juga seringkali menjadi sebab tertundanya proses belajar membaca si kecil. Kami perhatikan, tidak semua orang tua memiliki waktu untuk membuat sendiri flash card dan seandainya pun ada yang memulai membuat flash card sendiri, biasanya hanya bertahan sampai 1 atau 2 set kata saja, sehingga proses belajar-mengajar pun akhirnya tidak tuntas.
Alternatif terakhir, Anda bisa memperoleh flash card yang setara dengan Glenn Doman orisinil, namun dengan harga yang jauh lebih murah. Koleksinya pun saat ini semakin lengkap. Klik di sini untuk melihat koleksi Flash Card bayi tersebut.
Kapan Sebaiknya Anak Anda Belajar Membaca?
Permasalahan seputar waktu yang tepat untuk mengajarkan anak membaca pernah menjadi perbincangan yang hangat. Ketika itu, sebagian berpendapat bahwa mengajarkan anak membaca terlalu dini bisa berakibat buruk untuk perkembangannya karena dianggap akan membebani. Mereka yang beranggapan seperti ini menyarankan agar anak belajar membaca setelah mereka berusia 6-7 tahun.
Namun demikian, seiring dengan diadakannya berbagai penelitian dan studi ilmiah, ternyata si anak justru akan terbebani apabila mereka terlambat belajar membaca dan berbagai studi juga menunjukkan bahwa usia 6-7 tahun dapat digolongkan ke dalam kategori ‘terlambat’ tersebut.
Keuntungan Belajar Membaca Sejak Usia Dini
Bagaimana belajar membaca sebelum masuk Sekolah Dasar (SD) bisa mempengaruhi prestasi membaca anak di masa depannya? Dolores Durkin merupakan peneliti yang pertama kali mendalami masalah ini pada tahun 1958-1964 dan mengadakan berbagai studi untuk menelitinya. Apa kesimpulan yang dapat diambil dari studi selama 6 tahun ini?
Anak yang bisa membaca sejak dini ternyata senantiasa bisa mengungguli kemampuan membaca anak yang terlambat, hingga ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kemampuan membaca sejak dini ternyata tidak berhubungan dengan IQ anak, namun sangat berhubungan dengan suasana rumah dan keluarganya. Anak-anak yang bisa membaca sejak dini ternyata muncul dari keluarga yang memiliki perhatian dan usaha ekstra dalam membantu mereka belajar membaca.
Kemampuan membaca sejak dini juga tidak berhubungan dengan kondisi sosial-ekonomi. Anak-anak yang bisa membaca sejak dini ternyata memiliki orang tua yang mau menyempatkan waktu untuk kegiatan membaca bersama anaknya, walaupun latar belakang sosial-ekonomi mereka berbeda-beda.
Durkin juga mendapati bahwa anak-anak yang mulai belajar membaca sejak usia 3-4 tahun ternyata selalu mengungguli anak-anak lainnya yang mulai belajar membaca sejak usia 5-6 tahun. Mereka bahkan bisa terus unggul hingga rentang masa 8 tahun.
Teori Glenn Doman
Glenn Doman, pendiri Institutes for the Achievemnet of Human Potential (IAHP), mengatakan bahwa bayi sangatlah jenius terhadap bahasa. Sebagai contoh, coba kita lihat… bagi setiap bayi yang lahir di Indonesia, bahasa Indonesia merupakan bahasa asing – tidak bedanya dengan dengan bahasa Inggris atau Rusia.
Namun apa yang terjadi? Ternyata si bayi bisa mempelajari bahasanya! Bagaimana ia mempelajarinya? Anda bisa saja dengan bangganya mengatakan bahwa Anda yang yang telah mengajarinya, tapi kalau mau jujur, paling-paling Anda hanya mengajari ‘Mama’, ‘Papa’ dan sebagian kecil kata saja, ya kan? Lalu bagaimana dengan ribuan kosakata, berikut dengan cara pengucapannya yang benar yang diserap oleh si kecil – apakah Anda yang mengajarkannya secara khusus?
Glenn Doman menyimpulkan, bahwa anak-anak mempelajari bahasanya melalui konteks, bukan dengan cara diajarkan satu per satu dari daftar koleksi kata berikut dengan artinya (ini persisi seperti yang diajarkan pada umumnya di sekolah-sekolah ketika mengajarkan bahasa asing ataupun ketika mengajarkan anak membaca).
Oleh sebab itu, Doman menganjurkan agar ketika mengajarkan anak membaca, kita hendaknya mengolah bahasa dalam bentuk tulisan sebagaimana kita mengolah bahasa dalam bentuk pembicaraan. Artinya, kita sebaiknya membuat proses belajar membaca untuk bayi sesederhana mungkin. Dengan begini, anak kecil bisa belajar membaca secara alami dan tanpa ia sadari – sebagaimana ia belajar berbicara dengan bahasa ibunya.
Untuk bisa memahami bahasa melalui telinga, diperlukan 3 persyaratan:
Lantang
Jelas
Diulang-ulang
Dan tanpa disadari, seorang ibu biasanya berbicara kepada bayinya dengan 3 elemen ini; lantang, jelas dan diulang-ulang.
Alasan utama mengapa kebanyakan bayi tidak menyerap bahasanya melalui mata menuju ke otaknya sebagaimana bahasa tersebut diserap melalui telinga menuju otaknya, adalah karena ternyata untuk bisa membaca bahasa tersebut, diperlukan bahasa yang disajikan kepada penglihatannya dalam bentuk yang besar, jelas dan diulang-ulang. Dan inilah yang gagal diberikan oleh kebanyakan orang tua kepada bayinya – menyajikan kata-kata dalam bentuk besar, jelas dan diulang-ulang, sehingga anak-anak bisa belajar dengan sangat mudah.
Metode Belajar Membaca dengan Flash Card
Metode belajar membaca Glenn Doman didasari fakta bahwa anak kecil belajar melalui permainan. Apabila kegiatan belajar yang mereka jalani menyenangkan, maka mereka akan menikmatinya, sehingga dapat belajar jauh lebih cepat.
Untuk itu, Glenn Doman menganjurkan agar menggunakan flash card (kartu) untuk membantu si kecil belajar membaca. Prinsipnya adalah Anda menggunakan kartu-kartu yang berukuran besar yang bertuliskan kata-kata sederhana. Setiap kartu atau flash card tersebut memuat 1 kata yang ditulis dengan huruf kecil (bukan kapital) dengan ukuran besar dan warna yang jelas/mencolok.
Belajar Membaca Metode Glenn DomanBerikutnya, cari waktu yang lapang dan menyenangkan untuk Anda dan buah hati Anda. Duduklah bersama dan tunjukkan flash card tersebut kepadanya satu per satu sambil Anda bacakan dengan lantang dan jelas.
Tertarik untuk memilikinya? Silahkan kunjungi koleksi flash card.
Bagaimana Cara Belajar Membaca Menggunakan Flash Card?
Ada beberapa hal penting yang perlu Anda ketahui tentang penggunaan flash card:
Flash card sebaiknya disusun dan dikelompokkan berdasarkan subyek yang sama
Untuk flash card yang bergambar, gambarnya harus berukuran cukup besar dan jelas
Flash card gambar hanya berisi 1 gambar untuk setiap kartu, tanpa latar belakang apapun
Ketika Anda menunjukkan kartu tersebut kepada anak Anda, usahakan tidak terlalu lama. Cukup sekitar 1 detik
Ketika anak Anda terlihat bosan, segera hentikan aktifitas belajar. Ingat, proses belajar jangan sampai dipaksakan dan jangan terlalu ingin cepat melihat hasil
Adakan kegiatan ini hanya ketika anak Anda sedang baik perasaannya. Jangan sekali-kali mengadakannya ketika ia sedang lelah, sakit, atau rewel
Pastikan juga Anda sedang dalam keadaan senang ketika mengajarkan si kecil membaca. Dengan begini, suasana belajar-mengajar menjadi menyenangkan
Ketika anak Anda selesai mempelajari 1 set flash card, Anda bisa beralih ke set berikutnya sehingga ia selalu mempelajari sesuatu yang baru
Jangan lupa, setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. Setiap mereka memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda dalam mempelajari sesuatu yang baru. Oleh sebab itu, pastikan Anda bisa menyesuaikan cara pembelajaran untuk setiap anak. Selamat menerapkan metode belajar membaca dengan flash card dan semoga berhasil!
Tertarik untuk memilikinya? Silahkan kunjungi koleksi flash card.
Di mana Anda bisa memperoleh flash card?
Banyak orang tua yang bertanya bagaimana mereka bisa memperoleh kartu Glenn Doman. Sebenarnya Anda memiliki 2 pilihan; Anda bisa membeli kartu Glenn Doman yang orisinil, namun sepertinya sangat memberatkan. Kenapa demikian? Bayangkan saja, satu set kartu Glenn Doman tersebut harganya bisa lebih dari Rp. 1 juta!
Alternatif kedua adalah membuat flash card sendiri. Namun cara kedua ini juga seringkali menjadi sebab tertundanya proses belajar membaca si kecil. Kami perhatikan, tidak semua orang tua memiliki waktu untuk membuat sendiri flash card dan seandainya pun ada yang memulai membuat flash card sendiri, biasanya hanya bertahan sampai 1 atau 2 set kata saja, sehingga proses belajar-mengajar pun akhirnya tidak tuntas.
Alternatif terakhir, Anda bisa memperoleh flash card yang setara dengan Glenn Doman orisinil, namun dengan harga yang jauh lebih murah. Koleksinya pun saat ini semakin lengkap. Klik di sini untuk melihat koleksi Flash Card bayi tersebut.
METODE FASIH, cara mudah & cepat belajar membaca
Jangan heran kalau anak anda tiba-tiba bisa membaca dalam waktu yang sangat singkat. Karena sekarang sudah ditemukan metodanya. Faktanya, anak dapat membaca dengan lancar hanya membutuhkan waktu 360 menit belajar. Yang lebih dahsyat lagi kelancaran membaca itu tidak perlu ditempuh secara susah payah atau ngoyo. Cukup belajar secara santai saja, tapi hasilnya sangat mengherankan.
Namanya Metoda Fasih. inilah sebuah cara baru yang sangat menyenangkan dalam belajar membaca. Menyenangkan bagi anak, menyenangkan bagi pengajar dan menyenangkan bagi orang tua. Kecanggihan metoda ini justru terletak pada simplicity - kesederhanaannya. Belajar membaca sebenarnya bukanlah hal yang sederhana, justru suatu hal yang rumit bahkan lebih rumit dari belajar ilmu fisika bagi mahasiswa. Letak kerumitannya adalah karena subyek pembelajarnya adalah seorang anak kecil dengan segala keterbatasannya dibandingkan seorang mahasiswa. Masalah konsentrasi, masalah kebosanan, masalah sensor motorik halus anak yang belum sempurna, masalah emosi, masalah kepercayaan diri, masalah memori, masalah daya pikir dan sebagainya itulah hal-hal yang membuat belajar membaca adalah pelajaran yang sangat rumit dan menakutkan bagi anak. Tapi dengan Metoda ini, kerumitan itu dilokalisasi, dieliminir dan diselesaikan dengan cara yang sangat cantik, hingga menjadi output yang compact dan sederhana. Kecanggihannya adalah mengatasi kerumitan dengan analisa yang dalam dan sepadan, tapi keluar dengan tampilan yang sederhana dan cool. Itulah gambaran Metoda Fasih.
Kelemahan pada umumnya dalam belajar membaca adalah terlalu memaksakan kepada anak. Misalnya dalam usia 3 atau 4 tahun sudah diajarkan membaca dengan cara yang salah dan memaksakan diri. Anak dipaksa dengan tulisan-tulisan yang asing bagi mereka, dan dijejali dengan beban-beban memori yang memberatkan mereka. Ini tidak baik bagi perkembangan anak. Karena seorang anak harus kita pahami bahwa mereka memiliki beberapa komponen dasar kehidupan yang juga sama-sama sedang berkembang. Misalnya komponen kecerdasan, komponen memori otak, komponen fisik, komponen perasaan, komponen pengalaman, komponen kegembiraan bermain, komponen spiritual dan berbagai komponen serta aspek lainnya. Perkembangan salah satu komponen tidak boleh menyebabkan terhambatnya komponen yang lain.
Sebenarnya yang menjadi masalah bukanlah seorang anak itu tidak boleh diajarkan membaca sejak dini saat berusia 3 atau 4 tahun. Tapi masalahnya adalah kebanyakan cara yang digunakan adalah membebani mereka dari berbagai sisi, sehingga menimbulkan ketidakserasian. Seandainya ada metoda yang secara alamiah dan tidak membebani anak, tapi dapat mengantarkan anak menjadi bisa membaca, maka itu tidak ada masalah untuk digunakan, sah-sah saja. Seperti saat sambil bermain anak bisa membedakan warna merah biru kuning. Mereka tidak dipaksa untuk menghafalnya, tetapi timbul secara alamiah. Itu sah-sah saja. Sekarang, adakah cara yang tidak membebani, tapi dapat mengantarkan anak bisa membaca? jawabnya : Selalu ada cara. Insya Allah.
Anda tentu mengenal Metode Iqro' cara cepat membaca huruf Alquran? itu juga sebuah contoh yang baik dalam penerapan pendekatan modern untuk mengajarkan anak membaca huruf Alquran. Hasilnya sangat spektakuler, anak berusia 4 s/d 7 tahun sudah bisa membaca Al-Quran, lengkap dengan kaidah-kaidah bacanya yang sangat rumit. Demikian pula dengan Metoda Fasih cara cepat membaca huruf latin. Keduanya sebetulnya menerapkan pendekatan yang modern dan update dalam pengajaran kepada anak usia dini. Namun ditampilkan dengan penampilan yang familiar dan user friendly. Sehingga nyaman dan mudah bagi anak maupun bagi pengajarnya.
Berdasarkan pengalaman,rata-rata anak bisa membaca kata-kata sederhana dalam 6 jam belajar. Yakni dengan menyelesaikan bab 1 dan 2. Disarankan anak tidak sekaligus belajar dalam 6 jam secara langsung, akan tetapi dicicil setiap hari. Misalnya setiap hari 10 menit, maka anak akan bisa membaca dalam 36 hari (360 menit) , supaya pengendapan materi lebih mantap. Tetapi jika anak nampaknya enjoy dan ingin dilanjutkan serta menguasai, boleh dilanjutkan terus sekaligus.
Pedmerintah Perkecil Jumlah Buta Aksara
Kamis, 8 September 2011 - 19:11 WIB
AKARTA (Pos Kota) – Pemerintah dan pemerintah daerah, serta organisasi mitra terus-menerus menggiatkan penuntasan buta aksara penduduk usia 15-44 tahun. hal itu dilakukan untuk memperkecil jumlah buta aksara.
Anggota masyarakat yang sebelumnya buta huruf dibina menjadi melek huruf dan memiliki kemampuan dasar. Kemampuan ini terus dibina dan ditingkatkan, sehingga menjadi berdaya untuk membangun lingkungan, masyarakat, bangsa, dan negara secara berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Wartanto saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas, Jakarta, Kamis (8/9) terkait menyambut peringatan Hari Aksara Internasional ke-46, yang jatuh pada 8 September.
“Sudah bertahun-tahun (pemerintah) melakukan berbagai upaya untuk mengurangi buta aksara. Hari Aksara Internasional merupakan upaya memperingati bagaimana supaya dunia ini berdaya dengan mengurangi jumlah angka buta aksara,” kata Wartanto pada rilis yang diterima Espos melalui mediacenter Kemendiknas, Kamis.
Wartanto menyampaikan kriteria penyandang buta aksara yaitu buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar.Dia menuturkan upaya penuntasan buta aksara telah berhasil menekan angka buta aksara menjadi 8,3 juta orang atau 4,79 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2010.
Angka ini melampaui target dunia yaitu di bawah lima persen pada 2015. “Pemerintah terus mengupayakan supaya buta aksara di Indonesia semakin berkurang dan menjadi negara yang dianggap buta aksaranya mendekati angka kecil,” katanya.
AKARTA (Pos Kota) – Pemerintah dan pemerintah daerah, serta organisasi mitra terus-menerus menggiatkan penuntasan buta aksara penduduk usia 15-44 tahun. hal itu dilakukan untuk memperkecil jumlah buta aksara.
Anggota masyarakat yang sebelumnya buta huruf dibina menjadi melek huruf dan memiliki kemampuan dasar. Kemampuan ini terus dibina dan ditingkatkan, sehingga menjadi berdaya untuk membangun lingkungan, masyarakat, bangsa, dan negara secara berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Wartanto saat memberikan keterangan pers di Gerai Informasi dan Media Kemdiknas, Jakarta, Kamis (8/9) terkait menyambut peringatan Hari Aksara Internasional ke-46, yang jatuh pada 8 September.
“Sudah bertahun-tahun (pemerintah) melakukan berbagai upaya untuk mengurangi buta aksara. Hari Aksara Internasional merupakan upaya memperingati bagaimana supaya dunia ini berdaya dengan mengurangi jumlah angka buta aksara,” kata Wartanto pada rilis yang diterima Espos melalui mediacenter Kemendiknas, Kamis.
Wartanto menyampaikan kriteria penyandang buta aksara yaitu buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar.Dia menuturkan upaya penuntasan buta aksara telah berhasil menekan angka buta aksara menjadi 8,3 juta orang atau 4,79 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2010.
Angka ini melampaui target dunia yaitu di bawah lima persen pada 2015. “Pemerintah terus mengupayakan supaya buta aksara di Indonesia semakin berkurang dan menjadi negara yang dianggap buta aksaranya mendekati angka kecil,” katanya.
30 Persen Kembali Buta Aksara
JAKARTA - Sebanyak 30 persen dari jumlah peserta program pemberantasan buta aksara kembali tidak bisa membaca dan menulis menggunakan bahasa Indonesia setiap tahunnya. Pada 2010, terdapat 250 ribu orang yang mengikuti program tersebut. Sedangkan 2011 mencapai 550 ribu orang. ”Hasil evaluasi data, 30 persen yang sudah melek aksara jadi buta aksara lagi karena tidak ada pembinaan di daerah khusus. Sarana dan pembinaan masih terbatas,” ungkap Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Ditjen PAUDNI Kemendiknas Wartanto di Jakarta kemarin (8/9). Menurutnya, kasus-kasus tersebut terjadi di daerah yang memiliki karakter khusus juga. Misalnya sangat terpencil dan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa ibu (daerah). Untuk itu, harus ada pemecahan masalah. ”Di pelosok komunikasi tidak pakai bahasa Indonesia.
Akhirnya yang sudah bisa tidak dipakai. Padahal, orang yang baru bisa membaca dan menulis ingin mempraktikan,’’ ujarnya. Tidak hanya itu, kata dia, terbatasnya buku bacaan membuat mereka sulit mempraktikannya. Sementara, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang dibentuk belum bisa mencakup seluruh daerah. ’’TBM yang dibangun hanya 500 unit per tahunnya. Padahal desa yang ada di seluruh Indonesia mencapai 70 ribu lebih. Karenanya perlu dukungan pemerintah daerah (pemda),’’ tegas Wartanto. Baginya, pemberantasan buta aksara hanya ditujukan bagi penduduk usia produktif, yaitu 15-44 tahun. Tapi, persoalannya setelah data masuk pada 2010 ternyata 70 persen di atas usia 45 tahun. ”Jumlah penderita buta aksara terakhir mencapai 8,3 juta orang. Atau hanya 4,79 persen dari total penduduk Indonesia. Kalau waktu terus berjalan, jumlah 2011 akan naik lagi.
Dengan keberhasilan wajib belajar pendidikan dasar angka buta huruf makin berkurang. Kita tetap melakukan pembinaan dengan buta aksara dasar,’’ katanya. Persoalan mengapa sulitnya pengentasan di daerah, lanjutnya, akibat jumlah yang makin sedikit di satu desa. Misalnya desa A 3 orang, desa B 2 orang, dan desa C 3 orang. Sementara, pelaksanaan program tidak bisa sporadis. Untuk membuat 1 kelompok pengentasan buta aksara minimal ada 20 orang. ”Semakin menipisnya ini, di desa tidak mungkin bikin 1 kelompok. Terlalu besar biayanya,’’ katanya. Diakuinya, jumlah buta aksara di Indonesia sudah di bawah target 5 persen. Karenanya, Indonesia sering dirujuk negara lain dan UNESCO.
’’Pada 2011 melalui Inpres Nomor 3 kita dikasih kesempatan 550 ribu orang. Hampir 2 kali lipat target tahun ini yang ada di Renstra,’’ urai Wartanto. Kasubdit Pembelajaran dan Peserta Didik Direktorat Pendidikan dan Masyarakat Kemendiknas Elih Sudiapermana menjelaskan, bantuan dana yang disediakan per lembaga Rp 15 juta untuk TBM baru. Sedangkan pembinaan Rp 25 juta. Dari 550 lembaga yang dibantu, ada yang mendapatkan Rp 15 dan Rp 25 juta. Tergantung kebutuhan setempat, tidak hanya buku tapi juga sarana pendukung lainnya. Dari jumlah tersebut, untuk keaksaraan dasar bantuan Rp 360 ribu per orang. Dengan pembelajaran setara 114 jam. Kurang lebih 6 bulan dengan pertemuan per minggu 2 kali. Setelah dasar, ada keaksaraan mandiri masing-masing Rp 450 ribu per orang. (cdl)
Sumber : IndoPost.
JUMLAH ANGKA BUTA AKSARA DI INDONESIA 2014 TINGGAL 6,9 JUTA
Kementerian Pendidikan Nasional menargetkan pada akhir tahun 2010 jumlah buta aksara turun menjadi 4,79 persen atau sekitar 8,3 juta orang dan sesuai Renstra Kemdiknas tahun 2010–2014, pada akhir tahun 2014 jumlah buta aksara di Indonesia tinggal 4,2 persen atau 6,9 juta orang.
“Jumlah angka buta aksara penduduk Indonesia hingga akhir tahun 2009 masih sekitar 5,3 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 8,7 juta jiwa,” kata Dirjen Pendidikan Non-Formal dan Informal Kemendiknas RI Hamid Muhammad dalam laporannya pada acara peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-45 di Balikpapan, Kaltim, Minggu (10/10)).
Hari Aksara Internasional (HAI) yang setiap tahun diperingati secara nasional merupakan wujud komitmen Pemerintah Indonesia terhadap kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1965 di Teheran yang bertekad membebaskan seluruh warga dunia dari buta aksara.
Sesuai prakarsa keaksaraan untuk pemberdayaan yang ditetapkan UNESCO sejak tahun 2009, Indonesia telah melakukan berbagai upaya intensif untuk mengintegrasikan kegiatan Pemberantasan Buta Aksara (PBA), diantaranya dengan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
”Melalui upaya itu diharapkan dapat diwujudkan masyarakat melek aksara yang lebih berdaya dengan kehidupan ekonomi sosial, budaya dan lingkungan yang lebih baik sesuai dengan konsep pendidikan untuk pengembangan yang berkelanjutan,” kata Hamid.
Untuk memperkuat pelaksanaan program pendidikan keaksaraan, telah ditempuh berbagai strategi, diantaranya mengoptimalkan peran jajaran pemerintahan secara komprehensif pada berbagai tingkatan, serta dengan menjalin kemitraan yang lebih erat dan luas dengan berbagai organisasi mitra seperti tim penggerak PKK, muslimat NU, Aisyiyah, Kowani, lembaga Alkitab, perguruan tinggi, perusahaan BUMN, swasta, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Peringatan HAI ke-45 tahun 2010, menurut Hamid, dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat pusat yang ditandai dengan serangkaian kegiatan pameran, dialog publik kebijakan Kemdiknas, workshop evaluasi program pendidikan keaksaraan, lomba-lomba keaksaraan serta lomba kursus dan pelatihan.
Sementara itu Direktur Pendidikan Masyarakat Kemdiknas Ella Yulaelawati mengatakan, karakteristik wilayah dalam hal angka buta aksara tidak bisa disamaratakan, karena misalnya di Kaltim jumlah angka buta aksara dua persen dan di Jawa Barat jumlahnya akan sangat berbeda karena jumlah penduduk di kedua provinsi itu tidak sama.
”Misalnya di Jawa Barat sisa buta aksara tinggal dua persen, tapi karena kepadatan penduduknya, maka jumlahnya masih cukup banyak,” katanya.
Karakteristik lainnya, di Kaltim, meski jumlahnya tinggal 30.000 orang, namun keberadaan mereka sangat sulit karena berada di daerah-daerah terpencil, daerah perbatasan dan pelosok.
”Pemerintah akan fokus untuk melakukan program pemberantasan buta aksara di daerah terluar, pelosok, pedalaman dan terpencil, bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan, Kementrian Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Kementerian Tenaga Kerja dan melibatkan para petugas di pedesaan,” katanya.
Misalnya di Kaltim yang tersisa 30.000 buta aksara, menurutnya, bukan karena soal drop-out, tapi karena masalahnya akses yang tidak ada karena ada di lokasi terpencil, dan pemerintah wajib melakukan pelayanan dengan baik. (Ad/toeb)
Angka Buta Aksara di Indonesia Masih 8,3 Juta Jiwa
Jumat, 09/09/2011 - 05:20
JAKARTA, (PRLM).- Pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah, serta organisasi mitra terus menggiatkan penuntasan buta aksara penduduk usia 15-44 tahun. Anggota masyarakat yang sebelumnya buta huruf dibina menjadi melek huruf dan memiliki kemampuan dasar. Pada akhir 2010, angka buta aksara di Indonesia terdata masih mencapai 8,3 juta jiwa.
Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Wartanto mengatakan, kemampuan ini terus dibina dan ditingkatkan, sehingga menjadi berdaya untuk membangun lingkungan, masyarakat, bangsa, dan negara secara berkelanjutan.
"Sudah bertahun-tahun (pemerintah) melakukan berbagai upaya untuk mengurangi buta aksara,” ujarnya di Gerai Informasi dan Media (GIM) Kemdiknas Senayan, Jakarta, Kamis (8/9), terkait dengan menyambut peringatan Hari Aksara Internasional ke-46 yang jatuh pada 8 September.
Dijelaskan, Hari Aksara Internasional merupakan upaya memperingati bagaimana supaya dunia ini berdaya dengan mengurangi jumlah angka buta aksara. Wartanto mengungkapkan, kriteria penyandang buta aksara yaitu buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar. Dia mengatakan, upaya penuntasan buta aksara telah berhasil menekan angka buta aksara menjadi 8,3 juta orang pada 2010.
"Pemerintah terus mengupayakan supaya buta aksara di Indonesia semakin berkurang dan menjadi negara yang dianggap buta aksaranya mendekati angka kecil," katanya.
Wartanto menambahkan, pemerintah melakukan berbagai program agar penduduk yang sudah melek aksara dapat meningkatkan kemampuan mengenal aksara dan pengetahuan dasar. Dia menyebutkan, langkah yang ditempuh antara lain membuat buku atau buletin, mendirikan taman bacaan masyarakat (TBM), dan menggandeng organisasi mitra seperti PKK, Aisyiyah, Kowani, Dharma Wanita, dan Muslimat NU.
Kepada Subdirektorat Pembelajaran dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUDNI Kemdiknas Elih Sudiapermana menuturkan, penuntasan buta aksara berdasarkan tingkat kepadatan atau tingkat jumlah buta aksara tinggi dan diprioritaskan bagi sepuluh provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.
"Kecenderungannya capaiannya di bawah lima persen, tetapi karena total penduduk besar, sehingga absolutnya besar,” katanya.
Elih mengatakan, untuk mengatasi sebaran penduduk buta aksara, pemerintah pusat merintis program keaksaraan keluarga. “Dukungan keluarga sangat besar dalam menuntaskan buta aksara,” katanya. Diharapkan, di dalam keluarga terjadi proses pembelajaran. (A-94/das)***
Sumber : Harian Pikiran rakyat.
Langganan:
Postingan (Atom)