Tulisan ini terinspirasi dari Tulisan Kuswarto.
Acungan jempol dan ucapan terima kasih sangat pantas diberikan kepada Udo Z.Karzi dan kawan kawan lainnya yang telah berusaha menghidupkan hazanah puisi dalam bahasa Lampung. Karya karya Udo Z Karzi mendapatkan dukungan positif dari mereka mereka yang paham selukbeluk perpuisian dan juga paham tentang bahasa Lampung, dan bahkan diantaranya juga mendapat dukungan positif dari para pecinta puisi yang sejatinya kurang memahami bahasa Lampung.
Namun sejauh itu bagi saya dan banyak lagi para pembaca yang kurang paham dengan puisi, namun oernah jatuh cinta atas sesama etnis Lampung yang cinta kami ditumpahkan dalam bentuk puisi dan berbahasa Lampung pula. Seperti apa yang dipahami banyak orang bahwa ketika kita jatuh cinta kepada seseorang, tiba tiba saja kita menjadi puitis, dan pengalaman seperti itulah yang membuat saya menyusun puisi dalam bahasa Lampung, maka ada kekhawatiran akan kehilangan nuansa puisi tradisional yang sempat membesarkan kami.
Sekalipun awam dalam hal puisi, tetapi bagi kami yang sempat bergelut dengan cinta di era remaja, menikmati puisi bukanlah hal yang sulit. memang kami tak pandai mengeritik puisi, tetapi tentu saja dengan gampangnya kami merasa kehilangan sesuatu dalam puisi ...
mari kita simak salah satu karya Udo Z.karzi :
Bibas
1
sai waktu, ruangan tiba-tiba
jadi melunik pepelegohan
tambah mepelik, aga ngejepit
nyak meliyot, minjak cungak mit langik
ngembangko rua culuk
tawakkal!
tembok-tembok perda nyusul
jak sunyi ni rang, tambah redik rik pelik
mak ngedok jiwa kucuba nyepok
renglaya luar
kidang sunyin ni radu tekebok,
mak ngedok lagi
renglaya aga lucuk
ikhtiar terakhir sai-sai ni yaddo de mekik
2
tekejut nyak!
kuliak luwot nyakku repa sai wat ni
cecok di luwar tembok jama bibas
sedang keterkurungan radu saka lebon
seradu ni injuk ampai miyah tiba-tiba
ngembang kemegahan dunia di
hadapanku
rik sunyin ni kehalokan sai muhelau
ngajukon gairah kehirik’an sai mubalak
nangkpkon rasa betah hurik saka
ngerasakon tor, helau, rik riyang
kehaga jadi mekar delom badanku
Mari kita bandingkan dengan puisi tradisional lampung :
Dang bangik ga cawa
Kantu mak di lom hati
Tilik tindai pai juga
Tagan mak nyesol natti
Sekalipun ini hanya penggalan belaka tetapi memberikan kekayaan rasa yang tak terhingga. Kekayaan yang akan sulit kami dapatkan dari puisi bahasa Lampung seperti apa yang digagas Udo Z.Karzi. membaca karya itu kami seperti kehilangan sesuatu. Ketika semua tahu psikologi orang kehilangan, seburuk dan semurah apapun sandal jepit yang hanya biasa kita pakai untuk ke tempat tempat tertentu saja, tetapi kita tak akan merelakan kehilangan sendal itu, apalagi harus pulang dengan telanjang kaki. Jelaslah apa yang kami inginkan ..., yang kami inginkan kekayaan lampung harus bertambah bertambah tetapi dengan dengan tidak mengurangi kekayaan yang sulit sulit kita kumpulkan. Apalagi tidak ada yang keliru dalam puisi Lampung, tidak ada yang tersesat dalam puisi Lampung, Oleh karenanya maka tidak ada keharusan pengayaan hazanah perpuisian dalam bahasa Lampung dengan cara menggantikan dan apalagi menghilangkan nuansa puisi lampung yang terlanjur menyala didada kami. Maaf jika ulisan ini hanya harapan, tak mampu memberikan solusi. Bukan pula karena tabiat serakah, yang hanya ingin menambah.Karena yang kami tahu hanya satu puisi tradisional Lampung adalah kekayaan dunia perpuisian kita semua. Tabik puuunn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar