Rabu, 11 September 2013

Kepunahan bahasa Lampung Tinggal menunggu Waktu

Kekhawatiran kita bahwa bahasa Lampung akan punah dalam tempo beberapa dekade yang akan datang tampaknya cukup beralasan. Bukannya tidak mungkin nanti penduduk Lampung ini tidak ada lagi yang bisa berbahasa Lampung. Dan betapa ironisnya bila ini terjadi; Lampung hanya tinggal sebuah nama; tidak lagi tercermin dari bahasanya. Sedangkan adat istiadat Lampung, yang merupakan sisi lain dari budaya Lampung, selain bahasa Lampung, sudah pula duluan punah dan hanya tinggal kenangan.
Hal ini mungkin terjadi karena tanda-tanda ke arah kepunahan itu sudah tampak. Belakangan jumlah penutur bahasa Lampung semakin sedikit. Di mana-mana, di kota-kota dan di desa-desa di provinsi ini, orang sudah beralih menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kabupaten Lampung Barat yang penduduknya paling banyak menggunakan bahasa Lampung pun kini mulai beralih pula menggunakan bahasa Indonesia.

Kalau Anda tinggal atau berkunjung ke kota-kota kecamatan di Lampung Barat saat ini, Anda akan mendengar anak-anak bercakap-cakap menggunakan bahasa Indonesia. Dan kini bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun mulai pula beralih menggunakan bahasa Indoensia pula.
Banyak orang tua merasa perlu menggunakan bahasa Indonesia di dalam kehidupan keluarga mereka sehari-hari dengan alasan untuk membiasakan anak-anak mereka menggunakan bahasa tersebut. Salah seorang orang tua mengatakan mereka perlu membiasakan anak-anak mereka berbahasa Indonesia agar mereka kelak tidak kaku dalam bergaul dengan anak-anak dari suku bangsa yang lain.
Sebuah pandangan yang berlebihan, saya kira. Adalah keliru jika orang tua menganggap dengan menguasai bahasa Indonesia maka anak-anak mereka akan bisa bergaul dengan siapa saja. Faktanya, anak-anak tidak bergaul dengan bahasa. Tidak menguasai sebuah bahasa tidak akan menjadi penghalang anak-anak dalam bergaul.
Beberapa waktu yang lalu ada sebuah keluarga turis Australia berkunjung ke Krui, Lampung Barat. Mereka membawa seorang anak mereka, laki-laki berusia sembilan tahun, dan tinggal di Krui selama dua bulan. Anak tersebut tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali, apalagi bahasa Lampung, tapi dia tidak kaku bergaul dengan anak-anak Krui yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Lampung. Setiap hari dia bermain bersama anak-anak Krui. Berenang di laut, jalan-jalan, main bola, semua dia lakukan dengan lancar, dengan tidak mempedulikan bahasa.
Lagi pula, kalau kita perhatikan, keluarga-keluarga yang pindah dari satu tempat ke tempat lainnya yang menggunakan bahasa daerah yang berbeda tidak pernah khawatir akan pergaulan anak-anak mereka yang masih kecil. Meski pun mereka berasal dari satu tempat terpencil dan anak-anak mereka hanya bisa menggunakan bahasa daerah di tempat tersebut, tidak bisa berbahasa Indonesia, anak-anak mereka tetap bisa bergaul dan menyesuaikan diri di tempatnya yang baru, yang menggunakan bahasa yang sama sekali tidak mereka mengerti.
Alasan bagi penguasaan bahasa Indonesia yang paling tepat adalah untuk pengembangan ilmu karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional kita. Kalau tidak menguasai bahasa Indonesia, anak-anak Indonesia tidak akan bisa mengikuti pendidikan, dan dengan demikian tidak bisa mengembangkan diri, sehingga berdampak negatif bagi masa depan bangsa dan negara kita. Kalau bangsa kita ingin maju, kita harus menguasai Bahasa Indonesia.
Tapi hal ini bukan berarti bahasa Indonesia harus ditanamkan sejak dini, sebagai bahasa pertama yang harus dikuasai anak-anak. Meski sistem pendidikan kita mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia, namun tetap mengakomodasi bahasa daerah. Anak-anak Indonesia diperkenankan menggunakan bahasa daerah mereka di sekolah hingga mereka kelas 3 SD. Kewajiban menggunakan bahasa Indonesia baru berlaku setelah mereka kelas 4 SD. Jadi tidak ada alasan untuk menanamkan bahasa Indonesia sejak dini pada anak-anak dan mengabaikan penggunaan bahasa daerah. 

By Hasim, 6  December 6, 2011

Tidak ada komentar: