Minggu, 30 September 2012

Tembang Dolanan Anak - Anak Berbahasa Jawa

SUMBER PEMBENTUKAN WATAK DAN BUDI PEKERTI



Yuyun Kartini, S.Pd.
Balai Bahasa Surabaya

Abstrak

Tembang dolanan anak berbahasa Jawa memiliki nilai-nilai luhur budaya nasional. Namun sayangnya, tembang dolanan anak-anak berbahasa Jawa pada saat ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah maupun instansi terkait. Pada akhirnya anak-anak sekarang kurang mengenal tembang dolanan Jawa sehingga tembang dolanan berbahasa Jawa ini kurang diminati dan tergerus oleh zaman. Makalah ini akan memaparkan beberapa aspek tentang makna teks yang tersirat dalam tembang dolanan anak berbahasa Jawa, seperti nilai religius, nilai kebersamaan, nilai kemandirian, instropeksi, dan kerendahan hati (tidak sombong) Dengan muatan beberapa aspek tersebut secara tidak langsung tembang dolanan anak berbahasa Jawa menyimpan beragam nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia khususnya Jawa. Dalam upaya untuk membangun jatidiri dan karakter bangsa, tembang dolanan anak berbahasa Jawa perlu dikenalkan kepada generasi muda khususnya anak-anak. Mereka adalah pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur.

Kata Kunci: tembang, dolanan, nilai religius, kebersamaan, kebangasaan, estafet karakter.

1. Pengantar

Negara Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akanl berbagai macam budaya dan kesenian. Kekayaan budaya dan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu kebanggaan dan aset bangsa. Semua negara di dunia telah mengakui akan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia . Bahkan ada negara tetangga, seperti Malaysia berusaha merebut dan mengakui salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kebudayaan mereka. Hal itu tidak boleh dibiarkan, jika ini terjadi maka bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu aset bangsa. Sebagai warga negara yang cinta dan peduli akan kebudayaan tersebut, maka hendaknya selalu berusaha untuk menjaga dan mempertahankannya. Oleh karena itu, warisan nenek moyang tersebut perlu dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh perkembangan zaman.

Perubahan dan perkembangan zaman terjadi semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat elektronik yang mengakibat terkikisnya kebudayaan warisan nenek moyang yang menyimpan nilai-nilai luhur bangsa. Warisan kebudayaan tersebut meliputi bahasa, adat-istiadat, dan kesenian daerah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kesenian daerah yang pada saat ini banyak yang hilang bahkan hampir punah. Salah satu contoh kesenian daerah tersebut adalah tembang dolanan anak berbahasa Jawa.

Tembang dolanan berbahasa Jawa merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi waktu luang dan juga sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik. Contoh tembang dolanan yang dimaksud adalah cublak-cublak suweng, jaranan, padang bulan, ilir-ilir, dan masih banyak lagi. Tembang dolanan anak merupakan suatu hal yang menarik karena sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang masih suka bermain, didalamnya juga mengandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai moral budi pekerti. Dr. Suharko Kasaran, (Ketua Komisi Nasional Budi Pekerti) mengatakan bahwa apabila anak kurang/tidak dibina pendidikan budi pekerti sedini mungkin, pada umur 14 tahun anak itu akan mengembangkan sikap destruktif (cenderung ke arah brutal). Kurangnya pembinaan atau pedidikan budi pekerti dibuktikan banyaknya kejadian di usia remaja dan dewasa atau tua seperti kenakalan remaja, tawuran massal, pelecehan seksual, dan sebagainya (wawancara Buletin Siang RCTI, 11 Mei 1999).

Menurut Riyadi (dalam Djaka Lodang, 5 Agustus 1989) memerinci sifat lagu dolanan anak-anak yaitu bersifat didaktis dan sosial. Didaktis artinya lagu dolanan itu mengandung unsur pendidikan, baik yang disampaikan secara langsung dalam lirik lagu atau disampaikan secara tersirat, dengan berbagai perumpamaan atau analogi. Salah satu keahlian orang Jawa adalah membuat berbagai ajaran dengan berbagai perumpamaan. Sosial artinya bahwa lagu dolanan memiliki potensi untuk menjalin hubungan sosial anak dan menumbuhkan sifat-sifat sosial.

Pada dasarnya lagu dolanan anak bersifat unik. Artinya, berbeda dengan bentuk lagu/tembang Jawa yang lain. Menurut Danandjaja (1985:19) lagu dolanan anak ada yang termasuk lisan Jawa, yaitu tergolong nyanyian rakyat. Sarwono dkk (1995: 5) menjelaskan bahwa lagu dolanan memiliki aturan, yaitu

bahasa sederhana,
cengkok sederhana,
jumlah baris terbatas,
berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak.

Lirik dalam lagu dolanan tersebut tersirat makna religius, kebersamaan, kebangsaan, dan nilai estetis.

Generasi muda terutama anak-anak merupakan pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur. Generasi yang merupakan penerus pembangunan bangsa hendaknya memiliki rasa bangga dan jiwa kepahlawanan untuk menghadapi masalah. Sikap tersebut diawali dengan rasa bangga, ikut memiliki, dan mencintai seni budaya. Melalui seni, seseorang lebih sensitif terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Dengan melihat kenyataan yang ada sekarang ini, sebagai generasi muda haruslah berbuat banyak demi kelestarian budaya dan kesenian tradisional yang hampir punah. Tembang dolanan sebagai warisan nenek moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur harus terus dilestarikan.

Namun ironis, sekarang ini generasi muda khususnya anak-anak yang tinggal di daerah yang banyak mendapat pengaruh budaya modern pada umumnya tidak mengenal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut meskipun mereka orang Jawa. Mereka kurang berminat mempelajari apalagi menghafal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut. Pada saat ini, anak-anak lebih mudah menyanyikan dan menghafal lagu-lagu berbahasa Indonesia daripada tembang dolanan yang menggunakan bahasa Jawa. Hal ini terjadi karena pada umumnya orang tua zaman sekarang meskipun berasal dari etnis Jawa, tetapi mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa pengantar dalam berkomunikasi sehari-hari.

Peranan orang tua dalam melestarikan warisan nenek moyang juga sangat penting karena anak ibarat kertas putih bersih yang belum ternoda. Kalau sejak dini anak-anak diperkenalkan dengan tembang dolanan yang berisi petuah, pendidikan moral, dan budi pekerti, maka kelak jika sudah dewasa akan berakhlak baik. Meskipun mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tetapi sebagai orang tua hendaknya juga mengajari anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Jawa karena mereka berasal dari etnis Jawa.

Di samping orang tua yang berperan penting, pemerintah juga kurang memperhatikan bahkan mengabaikan adanya tembang dolanan anak berbahasa Jawa. Hal ini terbukti dengan tidak adanya kepedulian pemerintah untuk ikut melestarikan tembang dolanan tersebut. Ketidakpedulian pemerintah tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya sosialisasi melalui program di televisi yang menayangkan acara khusus tembang dolanan anak yang berbahasa Jawa. Kebanyakan acaranya menggunakan bahasa Indonesia. Kalaupun ada acara musik yang berbahasa Jawa tetapi musik tersebut untuk orang dewasa bukan lagu dolanan untuk anak-anak. Selain perlu diadakannya program khusus untuk tembang dolanan anak-anak, langkah untuk melestarikan kesenian tersebut adalah dengan diadakannya lomba yang khusus menyanyikan tembang dolanan berbahasa Jawa. Langkah selanjutnya adalah melalui sanggar seni dengan mengaplikasikan tembang dolanan anak-anak maupun dewasa, sehingga tembang dolanan tidak lagi dianggap sebagai tembang dolanan semata, tetapi merupakan seni sastra tradisi milik seluruh masyarakat. Kerjasama yang harmonis antara orang tua, lingkungan, pemerintah yang terkait akan mempunyai andil besar dalam upaya melestarikan seni budaya daerah yang merupakan sumber aset budaya nasional.

Gejala yang terjadi menunjukkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan tembang dolanan anak berbahasa Jawa kurang diminati generasi muda khususnya anak-anak. Meskipun dalam lirik tembang tersebut mengandung banyak nasihat, petuah, dan pendidikan yang baik bagi anak-anak. Oleh sebab itu, peneliti tergerak untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi pada saat ini. Data dalam tulisan ini diperoleh dari masyarakat tutur berbahasa Jawa yang masih mengenal tembang dolanan anak-anak.

2. Teori Pendidikan Budi Pekerti

Budi pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang sebagai perwujudan hasil pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku, (tingkah laku, solah bawa, muna-muni) yang dilandasi oleh olah dan kegiatan berfikir. Tentu saj proses berfikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik. manifestasi budi pekerti yang baik menurut Surya (1995: 5) disebut juga budi pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia, dinyatakan oleh Simuh (1995: 109) bahwa nilai-nilai budaya dan norma etik Jawa akan berhadga bagi proses keberlangsungan kehidupan. Winarni (1995:2) menyatakan batas budi pekerti identik dengan orang yang berbudi mulia dan utama atau bermoral. Mereka adalah orang yang terpuji. Hal ini diungkapkan oleh Darusuprapto dkk (1990:1) bahwa ajaran moral adalah ajaran yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.

3. Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh, tembang dolanan berbahasa Jawa memiliki makna/nilai budi pekerti nilai religius, kebersamaan, kemandirian, kerendahan hati (tidak boleh sombong), dan instropeksi diri. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.

3.1 Tembang dolanan berbahasa Jawa yang mengandung nilai budi pekerti religius atau keagamaan

a. SLUKU-SLUKU BATOK

Sluku-sluku bathok

Bathoke ela-elo

sluku bathok

Bathoke ela-elo

Si Rama menyang Solo

Oleh-olehe payung motha

Mak jenthit lolo lobah

Wong mati ora obah

Nek obah medeni bocah

Nek urip goleka dhuwit.

Lirik tembang dolanan yang berjudul ‘Sluku-sluku Bathok’ tersebut apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

‘Ayun-ayun kepala’

‘Kepalanya geleng geleng’

‘Si bapak pergi ke Solo’

‘Oleh-olehnya payung mutha’

‘Secara tiba-tiba begerak

‘Orang mati tidak bergerak’

‘Kalau bergerak menakuti orang’

‘Kalau hidup carilah uang’

Makna yang tersirat dalam tembang dolanan “Sluku-sluku bathok” yaitu nilai religius. Dalam syair tersebut bermakna manusia hendaklah membersihkan batinnya dan senantiasa berzikir mengingat Allah dengan (ela-elo) menggelengkan kapala mengucapkan lafal laa illa ha illallah disaat susah maupun senang, di kala menerima musibah maupun kenikmatan, hidup mati manusia ditangan Allah, maka dari itu selagi masih hidup berbuat baiklah terhadap sesama, dan beribadah kepada Allah SWT karena Allah Maha segala-galanya, apabila sekali berkehendak mencabut nyawa seseorang, tak seorang pun mampu menolakkan.

b. Ilir-Ilir

Lir-ilir, lir-ilir

Tandure wus sumilir

Tak ijo royo-royo

Tak sengguh temanten anyar

Cah angon, cah angon

Penekno blimbing kuwi

Lunyu-lunyu penekno

Kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro, dodoiro

Kumitir bedah ing pinggir

Dondomono, jlumatono

Kanggo sebo mengko sore

Mumpung padhang rembulane

Mumpung jembar kalangane

Yo sorako, sorak iyo!!

Syair tembang dolanan Ilir-ilir tersebut apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

‘Bangunlah, bangunlah!’

‘Tanaman sudah bersemi’

‘Demikian menghijau’

‘Bagaikan pengantin baru’

‘Anak gembala, anak gembala’

‘Panjatlah (pohon) belimbing itu’!

‘Biar licin dan susah tetaplah kau panjat’

‘untuk membasuh pakaianmu’

‘Pakaianmu, pakaianmu’

‘terkoyak-koyak dibagian samping’

‘Jahitlah, Benahilah!’

‘untuk menghadap nanti sore’

‘Mumpung bulan bersinar terang’

‘Mumpung banyak waktu luang’

‘Bersoraklah dengan sorakan Iya!!’

Dalam syair tembang dolanan yang berjudul Ilir-ilir mengandung makna religius (keagamaan). Sedangkan maksud yang terkandung dalam tembang tersebut adalah kita sebagai umat manusia diminta bangun dari keterpurukan untuk lebih mempertebal iman dan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru. Meminta Si anak gembala untuk memetikkan buah blimbing yang diibaratkan perintah salat lima waktu. Yang ditempuh dengan sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya. Meskipun ibarat pakaian kita terkoyak lubang sana sini, namun kita sebagai umat diharapkan untuk memperbaiki dan mempertebal iman dan taqwa agar kita siap memenuhi panggilan Ilahi robbi.

c. Padhang Bulan

Yo prakanca dolanan ing njaba

Padhang mbulan padhangé kaya rina

Rembulané kang ngawé-awé

Ngélikaké aja turu soré-soré

Syair dari tembang dolanan padang bulan apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi:

‘Ayo teman-teman bermain diluar’

‘Cahaya bulan yang terang benderang’

‘Rembulan yang seakan-akan melambaikan tangan’

‘Mengingatkan kepada kita untuk tidak tidur sore-sore’

Dalam tembang dolanan padang bulan mengandung makna religius (kagamaan). Maksud dari tembang dolanan tersebut adalah kita hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa untuk menikmati keindahan alam. Untuk menunjukkan rasa syukur itu kita diharapkan tidak tidur terlalu sore karena kita bisa melaksanakan ibadah di waktu malam.

3.2 Tembang dolanan berbahasa Jawa mengandung nilai budi pekerti. Hal itu dapat dilihat dalam data dibawah ini.

a. Jaranan

Jaranan- jaranan, jarane jaran teji

Sing numpak ndoro bei

sing ngiring para mentri

Jeg-jeg nong, jreg-jreg gung

Jeg-jeg gedebuk krincing

Gedebug jedher

Gedebug krincing

Jeg-jeg gedebuk jedher

Syair tembang dolanan yang berjudul ‘Jaranan’ ersebut apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah:

berkuda, berkuda, kudanya teji (tinggi besar)

yang naik Tuan Bei yang mengiring para menteri

Jeg-jeg nong, jeg-jeg gung

Jeg-jeg gedebuk krincing

Gedebuk jedher

Gedebuk krincing

Gedebuk jedher

Jeg-jeg gedebuk jedher’

Tembang dolanan jaranan sebenarnya hanya terdiri atas empat larik, untuk larik berikutnya hanya diulang-ulang. Kalau dilihat dari syairnya terdapat beberapa makna budi pekerti yang tersirat dalam tembang tersebut, antara lain:

(1) Kebersamaan

Dalam syair sing numpak ndara Bei sing ngiring para menteri, di sana terdapat rasa kebersamaan antara atasan dan bawahan. Kebersamaan untuk saling membutuhkan, saling membantu, orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi membutuhkan orang yang berkedudukan lebih rendah, demikian pula sebaliknya. Kedudukan yang tinggi tersebut diibaratkan ndara Bei yang membutuhkan pengawalan dari para menterinya yang dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah.

(2) Menghormati yang lebih tinggi kedudukannya

Budaya Jawa telah mengajarkan bahwa seseorang yang mempunyai kedudukan yang lebih rendah harus menghormati orang yang berkedudukan lebih tinggi. Hal itu tampak pada syair sing numpak ndara Bei sing ngiring para menteri. Dalam syair tersebut ndara Bei dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari para menterinya, karena sebutan ndara Bei hanya digunakan untuk menyebutkan seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan keturunan ningrat. Apalagi ditunjang dengan tunggangannya kuda yang tinggi besar yang harus diiringi oleh para menterinya. Oleh karena itu, tugas para menteri adalah mengawal ndara Bei tersebut. Dalam hal ini, jelaslah bahwa budi pekerti yang harus ditanamkan adalah sikap menghormati yang lebih tua atau yang lebih tinggi kedudukannya.

3.3 Tembang dolanan berbahasa Jawa yang mengandung makna seperti yang terdapat pada uraian data dibawah ini.

a. MENTHOK-MENTHOK

Menthok-menthok tak kandhani

Mung solahmu angisin-isini

Bokya aja ndheprok

Ana kandhang wae

Enak-enak ngorok

Ora nyambut gawe

Methok-menthok

Mung lakumu megal-megol gawe guyu

Lirik tembang dolanan diatas apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

‘Menthok-menthok saya nasehati’

‘Hanya perilakumu yang memalukan’

‘Jangan hanya diam dan duduk’

‘Di kandang saja’

‘Enak-enak mendengkur’

‘Tidak bekerja’

‘Menthok-menthok’

‘Hanya jalanmu meggoyangkan pantat membuat orang tertawa’

Dalam lirik tembang dolanan ‘Menthok-menthok’ mengandung makna instropeksi diri. Sebagai umat manusia tidak boleh menyombongkan diri, karena sesungguhnya semua yang ada di dunia ini diciptakan Allah dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sebaiknya kita berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak malas, tidak suka tidur (karena orang suka tidur badannya akan lemas, otot kaku, mudah terkena penyakit, rezekinya tidak lancar dsb) , dan selalu berbuat baik terhadap sesama. Dalam syair tembang dolanan tersebut yang diibaratkan menthok, meskipun dia itu pemalas, bersifat jahat, dan suka tidur, tetapi dia masih mempunyai sifat baik dan berguna baik orang lain yaitu menghibur dan membuat orang lain tertawa.

b. GUNDUL-GUNDUL PACUL

Gundul-gundul pacul..cul, gemelelengan

Nyunggi-nyunggi wakul...kul, gemelelengan

Wakul ngglimpang, segane dadi sakratan

Wakul ngglimpang, segane dadi sakratan

Syair tembang dolanan Gundul-gundul Pacul apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

‘Kepala botak tanpa rambut ibarat cangkul , besar kepala (sombong, angkuh)’

‘Membawa bakul, dengan gayanya yang besar kepala (sombong, angkuh)’

‘Bakulnya jatuh, nasinya tumpah berantakan di jalan tidak bermanfaat lagi’

Dari syair tembang dolanan Gundul-gundul Pacul menggambarkan seorang anak yang gundul, nakal, bandel, angkuh, dan tidak bertanggung jawab. Dia tidak dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk. Dia beranggapan bahwa dirinya orang yang paling benar, paling bisa, dan paling pintar, sehingga dia bersikap gembelelengan, sombong, dan tak tahu diri. Apabila dipercaya untuk memegang amanah yang menyangkut kehidupan orang banyak, dia tetap bersikap tidak peduli. Akibat dari kesombongan dan keangkuhannya itu maka kesejahteraan dan keadilan yang semestinya berhasil akhirnya menjadi hancur berantakan. Dari syair tembang tersebut mengandung makna tidak boleh sombong, dalam hal ini terlihat bahwa orang yang sombong, angkuh, dan ceroboh akan membawa kehancuran dan kegagalan, maka dari itu jika engkau menjadi seorang pemimpin yang diberi amanah dan tanggung jawab hendaknya peganglah dan jalankan amanah itu sebaik-baiknya agar membawa kesejahteraan dan keadilan sesuai harapan rakyat yang dipimpinnya.

c. DHONDHONG APA SALAK

Dhondhong apa salak

Dhuku cilik-cilik

Andhong apa mbecak

Mlaku dimik-dimik

Syair tembang ‘Dhondhong apa Salak’ apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah

‘Dhondhong apa salak’

‘Dhuku kecil-kecil’

‘Naik delman apa naik becak’

‘Jalan pelan-pelan’

Dalam syair tembang dolanan ini kita dihadapkan pada dua pilihan. Ibarat buah kedondong yang bagian luarnya halus tetapi bagian dalamnya kasar dan tajam, dan sebaliknya buah salak yang bagian luarnya kasar ternyata bagian dalamnya halus. Di sini kita dihadapkan pada dua karakter, Lebih baik kita berbuat yang baik secara lahir maupun batin seperti buah duku, daripada kita berbuat yang dari luar kelihatan bagus tetapi di dalamnya kasar dan tajam seperti buah kedondon. Demikian sebaliknya, lebih baik kita berbuat terlihat kasar dari luar tetapi dalamnya halus seperti buah salak. Berbuatlah sesuatu yang baik dan tidak menyakitkan, baik itu secara lahir maupun batin. Sedangkan syair andhong apa mbecak, mlaku dimik-dimik mempunyai maksud memilih salah satu makna yang dimaksud dalam syair tersebut . Andong adalah sebuah kendaraan angkutan yang menggunakan tenaga hewan sebagai penariknya, sedangkan becak adalah kendaraan angkut yang memanfaatkan tenaga manusia sebagai pendorongnya. Dalam syair ini terdapat nilai budi pekerti kemandirian, kita tidak boleh menyusahkan orang lain atau makhluk lain, kita harus hidup mandiri, berjalan di atas kaki sendiri meskipun pelan-pelan dan tertatih-tatih.

4. Penutup

Dari analisis data yang diperoleh, tembang dolanan berbahasa Jawa mempunyai makna/nilai budi pekerti yang patut yang harus diajarkan pada generasi muda khususnya anak-anak. Beberapa nilai budi pekerti tersebut antara lain nilai religius, kebersamaan, kemandirian, tidak boleh sombong, dan instropeksi diri. Tembang dolanan berbahasa Jawa yang mengandung nilai budi pekerti religius atau keagamaan terdapat pada tembang sluku-sluku bathok, ilir-ilir, dan padhang mbulan. Tembang dolanan berbahasa Jawa jaranan mengandung nilai budi pekerti kebersamaan dan menghormati kepada yang lebih tua dan lebih tinggi kedudukannya.

Tembang dolanan berbahasa Jawa yang mengandung berbagai macam makna atau nilai budi pekerti antara lain: menthok-menthok mengandung makna budi pekerti kita tidak boleh sombong dan selalu berbuat baik terhadap sesama, gundul-gundul pacul mengandung makna kesombongan akan membawa petaka, dan dhondong apa salak mengandung nilai kemandirian bahwa manusia hidup harus hidup mandiri tidak boleh menyusahkan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Djaka Lodang, 5 Agustus 1989, GBHN 1993. Surakarta PT Pabelan.
Suwarna & Suwardi. 1996. Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam buku Teks ‘Tataran Wulang Basa Jawa kanggo SD. Laporan Penelitian.Yogyakarta: Lemlit,IKIP
Read more: http://setyawara.webnode.com/news/tembang-dolanan/diunduh pada tanggal 21 Oktober 2011
Dr. Suharko Kasaran, (Ketua Komisi Nasional Budi Pekerti) (wawancara Buletin Siang RCTI,11 Mei 1999).
Widyatmanta, Siman. (2002), Berbahasa Jawa : Untuk Pelayanan Gerejawi dan Masyarakat, Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen

Tidak ada komentar: