JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan tahun yang lalu, kawasan situs Taman Purbakala Pugungraharjo belum dihuni oleh manusia. Sampai-sampai penduduk sekitar menganggap wilayah hutan yang sangat lebat itu angker sehingga menyimpan misteri dan rahasia kehidupan di masa lampau.
Hutan Pugung baru dijamah oleh manusia pada 1954, ketika para transmigran yang tergabung dalam Biro Rekonstruksi Nasional (BRN) membuka hutan-hutan di lokasi tersebut untuk dijadikan pemukiman penduduk.
"Saat itulah mereka menemukan susunan batu besar, gundukan tanah yang berbentuk bujur sangkar dan sebuah arca batu yang dinamakan Putri Badhariah," ungkap Ose, penjaga stan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, saat ditemui Kompas.com, Jumat (1/10/2010) lalu dalam ajang Indonesia Tourism and Travel (ITTF) 2010 di Jakarta Convention Center (JCC) Hall B, Senayan.
Penemuan tersebut kemudian dilaporkan ke Dinas Purbakala Jakarta yang ditindaklanjuti dengan penelitian awal pada 1968. Hasilnya, para ahli sejarah dan purbakala menyimpulkan bahwa peninggalan yang ditemukan merupakan benda-benda purbakala yang bernilai budaya, sejarah, seni dan ilmiah dari zaman megalitik dan klasik.
Taman Purbakala Pugungraharjo berada di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Anda bisa menjangkau daerah datar berketinggian 80 meter itu dengan menempuh jalan beraspal sejauh 52 km dari Bandar Lampung. Anda bakal melintasi areal perkebunan karet yang luas.
"Di sana tanahnya amat subur sehingga banyak dijumpai beragam jenis tanaman, seperti pohon kelapa, kopi, cabe jawa, kakao dan sebagainya," ujar dia.
Ose menjelaskan, Taman Purbakala Pugungraharjo merupakan peninggalan nenek moyang yang sangat unik karena jarang terjadi di daerah lain. "Tradisi megalitik merupakan jenis kebudayaan pada zaman prasejarah dimana nenek moyang kita belum mengenal tulisan," katanya.
Di situs yang memiliki luas areal sekitar 30 hektar itu, Anda akan menemukan ciri-ciri dari tradisi megalitik yang ditandai dengan alat-alat kehidupan terbuat dari batu-batu besar.
"Para pengunjung akan melihat menhir (batu tegak), dolmen (meja batu), kubur batu, keranda dan sebagainya. Dahulu benda seperti itu berfungsi sebagai tanda peringatan tempat pemujaan, tempat penguburan atau tempat bermusyarawah," terang Ose.
Adapun tradisi klasik bisa dikenali dari benda-benda yang mendapat pengaruh kebudayaan Hindu atau Budha pada kurun waktu abad ke-6 sampai abad ke-15 Masehi. Ose mencontohkan benda-benda tradisi klasik, seperti keramik Dinasti Han, Yuan, Sung dan Ming serta sebuah arca tipe Polynesia.
"Di sekeliling situs, ada sebuah benteng primitive sepanjang 1,2 km yang diduga dahulu berisi air yang berasal dari mata air. Konon, air tersebut membuat seseorang menjadi awet muda saat dimandikan ke tubuh orang itu," tutur dia.
Menurut Ose, kompleks Taman Purbakala Pugungraharjo menyimpan banyak misteri yang belum terungkap. "Masih ada misteri di sana kalau kita kaitkan dengan keratuan Dipugung yang oleh warga setempat dipercaya sebagai cikal bakal mereka. Untuk itu, perlu penelitian lebih lanjut disertai pemanfaatannya sebagai potensi warisan budaya di Provinsi Lampung," paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar