Senin, 28 Oktober 2013

Bahasa Lampung Untuk Mengusung Apa ?

Menyesal sekali tak dapat memenuhi undangna Udo Z. Karzi baik lewat facebook maupun SMS lantaran ada kegiatan yang sebenarnya telah lama dirancang dan tak mungkin digagalkan. Terbayang dipelupuk mata akan harubiru saya seandainya saya hadir di diskusi itu, tangisan itu akan lebih menyayat lagi lantaran tak ada uluran tangan untuk menghubur saya, bahkan mungkin cemooh adanya. Itu pasti lantaran saya punya impian untuk suatu saat bahsa Lampung mendampingi bahasa Jawa masuk ke mesinnya Google untuk diterjemahkan kebahasa apapun mendampingi bahasa Jawa. Karena yang yang akan terjadi bukan itu melainkan sebaliknya, ancaman kepunahan kini mengepung keberadaan bahas di mana saya dibesarkan.

Tetapi itulah masalahnya, kalaupun bahasa Lampung ini akan kita pertahankan, maka pertanyaannya adalah untuk mengusung apa. Adakah sesuatu yang harus dijelaskan kepada kahalayak, yang sesuatu itu baru akan dapat dipahami dengan sempurna manakala menggunakan bahasa Lampung. Walaupun ini kaji lama, dalam artian saya sudah terlampau sering mengungkapnya dalam beberapa forum diskusi atau tulisan yang sempat dimuat di media massa atupun saya simpan di blog pribadi saya. Sekalipun respon cukup mengecewakan, tetapi saya akan tetap menyuarakan semangat saya untuk mempertahankan bahas Lampung yang insya Allah sampai dengan akhir hayat.
Bahasa Lampung tak mungkin  dapat kita pertahankan hanya dengan bahasanya ansich, bahasa Lampung harus tampil dengan mengusung suatu mission tertentu, tampa mision yang jelas maka nasibnya akan sama dengan pelajaran bahasa yang yang berobah total menjadi pelajaran aksara Lampung.

Jadikan Sebagai Bahasa Seni.

Mengajarkan bahasa Lampung dengan bahasa Lampung ansich dipastikan kita akan mendapatkan kesulitan yang tiada tara, jangankan kepada pendatang, kepada penutur bahasa Lampung sendiri kita akan mendapatkan kesulitan yang tak gampang diatasi. Kita butuh bahasa yang universal, bawalah bahasa Lampung itu dengan bahasa seni, dengan bahasa seni orang dapat menerima kehadirannya.Karena bahasa seni adalah bahasa yang universal Lihat saja anak anak muda itu demikian faseh melantunkan sebuah lagu  barat, apalagi lagu itu dinyanyikannya dengan iringan gitar yang dipetiknya sendiri. Dengan hantaran petikan gitar dengan grip grip yang benar, maka bahasa yang tak dipahaminya itu seperti sepenuhnya terhayati, lama kelamaan telingapun akrab mendengarnya. Lagu lampung sebagai produk senipun mudah diterima masyarakat.

Di desa saya Pagelaran Kabupaten Pringsewu banyak sekali mereka mereka yang demikian terampilnya menyanyikan lagu "Andahmu". Kita patut berterima kasih kepada para musisi lagu daerah yang telah berusaha semaksimal mungkin menciptakan lagu lagu dan aransemennya. bagi mereka yang semula tak paham dengan terjemahan syair lagu daerah Lampung pada suatu saat Ia akan bertanya kepada orang yang diperkirakan faham bahasa Lampung, akan terjemahan lagu yang sering dinyanyikannmya itu.

Ada baiknya hotel hotel selalu mempedengarkan lagu Lampung dan juga mementaskan tari atau seni Lampung lainnya. Sewajarnyalah Dinas Pariwisata menyiapkan sejumlah dana untuk membayar para artis nyanyi, tari dan lain sebagainya untuk tampil di hotel hotel, atau rumah makan atau tempat tempat lain yang banyak dikunjungi orang. Harus ada aturan yang mengharuskan tampilnya lagu Lampung pada pementasan lagu. Dalam sekian buah lagu yang ditampilkan maka salah satunya harus lagu lampung, hal ini berlaku diacara apapun, termasuk acara yang diselenggarakan pribadi. Bila akan mementaskan tiga buah tarian, maka salah satu tarian itu adalah tarian Lampung. Bila ada lima lagu yang akan dinyanyikan maka salah satunya harus lagu Lampung. Biasakan juga menampilkan sinopsis dengan bahasa Lampung dalam pementasan seni Lampung.   dan terjemahannya juga bila memang dibutuhkan.Bahasa seni adalah bahasa yang universal dan akan mudah untuk lebih akrab di telinga.

Salam Bahasa Lampung.

Pada saat ini para pejabat Pemerintah dalam pidato pidatonya telah dimulai lazim dengan pengucapan salam menggunakan bahasa daerah Lampung, yaitu " Tabik Puunnn ..."  yang lalu di jawab  " Ya ... Puunnn ..." Para pejabat di lingkungan Pemda nampaknya sudah lazim menggunakan salam ini  terutama pada acara acara setengah resmi atau seremonial lainnya. Kita juga berharap para pejabat di lingkungan Instansi vertikal kiranya berkenan menggunakan salam ini. Bila ada pejabat di lingkungan instansi vertical yang baru mutasi dari lain daerah, kiranya secepatnya dibisiki bahwa ada salam bahasa daerah Lampung yang telah lazim digunakan sebagai salam dalam acara acara setidaknya setengah resmi dan seremonial lainnya, dan segera ajarkan bunyi serta makna salam itu.

Setelah salam ini kini lazim digunakan oleh para pejabat maka dimohon juga ada pihak pihak yang merumuskan pidato kata pembuka dalam bahasa Lampung untuk dipakai oleh para pejabat sebelum menyampaikan konten inti pidato yang akan disampaikannya, susunlah beberapa kalimat kata pembuka dan jangan lupa susunkan pula kalimat kata penutupnya. terserah saja apakah akan menggunakan bahasa Lampung dialek  "A " (api) atau dialek " O " (nyou).Nanti dipersilakan kepada yang bersangkutan untuk versi mana yang akan dipilihnya.

Dalam carut marutnya permasalahan korupsi yang melanda banyak pejabat Pemerintahan, kita masih harus meyakini masih banyaknya dinatara pejabat itu yang tidak kemaruk untuk menggunakan kewenangan dan kekuasaannya untuk menumpuk numpuik kekayaan dengan konspirasi menyelewengkan dana milik Pemerintah. Masih banyak diantara mereka yang sejatinya mulya dan pantas dihormati, Kepada merekalah kita berharap untuk lazim mengucapkan salam dan pembuka serta penutup kata dalam bahasa Lampung.

Jika di Sumatera Utara dan Riau lazim menutup sambutan atau pidatonya dengan pantun pantun, maka selayaknya juga kita berharap ada pihak pihak yang menggagas untuk mengakhiri pidato atau sambutannya dengan pantun bahasa Lampung. Terserah saja apakah dalam versi ' api ' atau  'nyou' lalu jelaskan apa makna dari isi pantun itu. Kita berharap kepada para pejabat atau orang yang populer yang sering memegang mikrofon, atau sering tampil di muka umum untuk memerankan diri dalam mempopuleritaskan bahasa Lampung.

Pelajaran Bahasa Lampung.

Pernah pada suatu waktu, dalam acara yang diberi judul 'Pembinaan Kebudayaan Lampung' saya menjadi pembicara pengganti Bpk. Dr. Khaidarmansyah, salah satu dari beberapa gagasan yang saya ajukan adalah ditetapkannya satu bahasa persatuan. Untuk memudahkan anak anak kita mempelajari bahasa Lampung maka sebaiknya dipilih salah satu sub bahasa Lampung ini untuk dijadikan bahasa persatuan. Saya sendiri mengusulkan ada dua subbahasa Lampung yang layak dipilih, yaitu (1) Bahasa Sungkai atau (2) bahasa Pubian. Pada saat itu saya mengajukan bahasa Pubian Kedaton, yang juga dikenal sebagai bahasa Lampung cadang. Disebut Lampung cadang adalah karena pada bahasa tersebut dalam kosakatanya terdapat yang mirip dialek " A " (api)  dan yang lainnya mirip bahasa dialek " O " (nyow)  kedua dialek ini berkumpul di bahasa Sungkai dan Pubian dan yang paling baur adalah Pubian Kedaton.

Mendadak santok tujuh orang yang merespon gagasan saya itu ketujuhnya secara tegas menolak gagasan saya untuk menetapkan satu bahasa persatuan daerah Lampung, dengan berbagai alasan tentunya. Tiga perespon pertama sangat tegas menolak gagasan ini dan empat perespon berikutnya sepertinya ikut terpengaruh oleh pembicara sebelumnya yang nampaknya memang sangat berwibawa, sehingga walaupun tidak tegas menolak, tetapi setidaknya tidak mendukung gagasan saya.

Memang saya katakan bahwa pada saat ini yang merasakan sulitnya pengajaran bahasa Lampung adalah bagi anak anak di Bandar Lampung, karena bagi Kabupaten/ Kota yang lain akan menyesuaikan dengan jumlah yang dominan. Kabupaten yang dominan dialek A adalah Lampung Barat, Pesisir barat, Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung tengah  dan Metro. sementara dominan pengguna dialek O adalah Lampung Utara, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, Mesuji.Lampung Tengah
(lampung Tengah cenderung berimbang)  Tetapi siapa menjamin tidak berubah, bisa saja beberapa tahun kemudian struktur penduduk penutur bahasa Lampung pasti akan membaur tajam, dan pada saat itu bahasa persatuan tentu sangat mendesak, dan kitapun terlambat mengantisipasi.

Dengan bahasa persatuan tentu saja akan memudahkan guru bahasa Lampung memberikan pelajaran, apalagi konom sekarang ini junlah guru bahasa Lampung dominan adalah pendatang dari luar Lampung. Dengan ditetapkannya bahasa persatuan di lampung, maka akan memudahkan para guru untuk mendalami materi ajar. walaupun nantinya bahan ajar bisa saja diambil dari komunitas dialek A atau O, tetapi pengantarnya adalah bahasa persatuan, ini memudahkan guru dan sekaligus siswa tentunya.

Saya menyesalkan pendapat yang berkembang pada saat itu yang mengatakan biarkan semuanya berkembang  dan anak anak menerima pelajaran apa adanya. kalau ingin dipersatukan adalah surat Lampung tempatnya, artinya Lampung bersatu dengan menggunakan surat ka-ga-nga. ego seperti inilah sebenarnya mendorong hilangnya bahasa lampung dari penuturnya, alih alih akan mempermudah anak anak kita belajar bahasa Lampung, karena pada saat itu untuk kesekian kalinya kalimatnya yang paling saya sesalkan muncul kembali, kalimat itu adalah "Tidak mudah untuk menjadi orang Lampung".

Mengusung Falsafah Lampung.

Pelajaran yang idealnya adalah pelajaran bahasa Lampung tiba tiba berubah menjadi pelajaran aksara Lampung, Lebih parah lagi pelajaran aksara Lampung digunakan untuk menyajikan materi ajar yang berbahasa Indonesia. Tak dapat dipungkiri memang para siswa sekarang terampil menuliskan aksara Lampung dalam mengungkapkan bahas Indonesia seperti : saya pergi ke pasar, ayah pulang kerja dan lain lain, yang ditulis dalam aksara Lampung.Dan dengan demikian maka mata pelajaran ini nyaris tampa makna.

Mata pelajaran ini tak akan memiliki makna tampa mengusung seperangkat nilai yang layak diusung karena memiliki nilai yang prospektif :
- nilai nilai yang telah teruji kemampuannya untuk bertahan dari gempuran pengaruh budaya luar
- nilai yang memilikikemampuan mengakomodasi budaya luar ke dalam budaya lokal
- nilai yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang selalu berubah
- nilai mampumengarahkan perkembangan nilai pada komunitas pendukungnya
- nilai yang mampu mempengaruhiperkembangan budaya.
Menurut hemat saya untuk daerah Lampung maka nilai nilai itu adalah "Falsafah Piil Pesenggiri" sayang piil pesenggiri yang sangat bernilai itu sering difahami dengan cara yang salah, sehingga banyak pihak yang menganggap dangkal terhadap falsafah ini, bahkan ada tokoh yang dianggap ahli bahasa Lampung menilai piil pesenggiri tak lebih seperti 'kirotoboso' atau mainan yang kebetulan saja jadi (gatuk). Kalau tokoh pelajaran bahasa dan aksara Lampung tidak memiliki wawasan tentang nilai kearifan lokal budaya Lampung, maka wajar saja bila mata pelajaran ini kering dan tampa arah. Pelajaran yang idealnya pelajaran bahasa Lampung, berubah total menjadi aksara Lampung dan dalam hal ini aksara Lampung cenderung untuk menuliskan bahasa nasional, karena memang pelajaran ini menjadi tak jelas akan apa yang akan diusungnya.

Malapetaka Bagi Budaya Lampung.

Sejatinya Lampung memiliki budaya yang sangat kokok, karena budaya Lampung di sokong dengan bahasa, aksara dan falsafat serta wilayah yang jelas. Untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya Lampung maka seyogyanya unsur unsur pendukung itu harus kita pertahankan keutuhannya. Tetapi sayang banyak diantara pelaku budaya itu yang kini telah lama kehilangan salah satu unsur yang sangat penting, yaitu pandangan falsafahnya 'piil pesenggiri'. Kehilangan ini diawali oleh sempitnya para pewaris memahami falsafah ini secara filosofis. Pemahaman mereka terhadap piil pesenggiri terbatas hanya dalam adat belaka.

bahkan kata piil sendiri sering disalah artikan dengan prilaku menyimpang seperti : hanya gara gara masalah yang sangat sepele dapat terjadi baku bunuh. Piil juga dipahami demi gengsi maka berapapun ongkos yang harus dibayar akan ditempuh, dan banyak lagi yang lain, yang justeru akan mengundang penilaian buruk. Ada pihak yang merasa pemilik tunggal piil pesenggiri, dan ada juga pihak yang tak merasa memiliki piil pesenggiri. Ini kita sebut sebagai malpetaka, karena mulai dari sinilah budaya Lampung akan mudah tergerus.
 Mempertahankan dan mengembangkan budaya Lampung adalah mempertahankan unsur unsur pendukung budaya yaitu bahasa, aksara, falsafah dan juga wilayah. Manakala falsafah mulai kita terlantarkan, maka yang lain pasti akan menyusul, karena tak jelas lagi apa yang sedang diusungnya.

Tidak ada komentar: