Kamis, 24 November 2011

Kitab Kuntara Rajaniti


Boleh jadi Kitab Kuntara Rajaniti merupakan kitab zaman silam di Lampung yang paling lengkap isinya. Banyak pihak yang mengaku menyimpan kitab ini, tetapi sejauh itu belum ada yang mentranskrip serta mentranslitasinya, sehingga isinya masih tetap saja gelap. Para pemilik nampaknya masih belum memiliki keternukaan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian terhadap kitab tua ini guna kepentingan umum.
Dan nampaknya kitab ini juga luput dari upaya Inventarisasi Benda Cagar Budaya (IBCB) yang dilaksanakan selama beberapa tahun era akhir 80-an dan awal 90-an. Proyek yang didanai oleh APBN itu memang tidak maksimal menginventarisasi berbagai naskah kuno yang ada di lampung, tim lebih banyak emginventarisasi artefak yang insitu. Pemegang naskah kuno cenderung merahasiakan kepemilikannya terhadap benda itu.
Nampaknya kurang matang dalam sosialisasi Undang Undang Benda Cagar Budaya (BCB) sehingga para pemegang naskah cenderung merahasiakan kepemilikan terhadap berbagai naskah kono. Mereka pastinya menghawatirkan benda benda penting itu akan diambil alih oleh Pemerintah. Sementara kepemilikan terhadap benda itu justeru dianggap penting sebagai bukti syah akan hak kewarisan tahta kebuayan dan bahkan eksistensi dari kebuaian itu sendiri.
Sebagaimana gejala yang ada bahwa hanya masing masing pewaris kebuayan yang berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi kebuayan masing masing, sekalipun bukan berarti menidakkan kebuaian yang lainnya. Seyogyanya masyarakat mentradisikan untuk memuliakan semua kebuayan yang ada, serta membuka berbagai bukti bukti sejarah yang mereka miliki guna kepentingan kemajuan sejarah daerah Lampung secara keseluruhan.
Kitab Kuntara Rajaniti, seperti yang diekspose oleh Susilowaty melalui Begawi Hehamma Blog, yaitu blog yang dikelolanya. Kitab Kuntara Raja Niti merupakan kitab adat yang menjadi rujukan bagi adat istiadat orang Lampung. Kitab ini digunakan hampir tiap-tiap subsuku Lampung, baik Pepadun maupun Pesisir. Di masing-masing kebuaian (keturunan) dari subsuku tersebut pun mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab rujukan adat Lampung.

Sayangnya, tidak semua punyimbang (pemangku adat) menyimpan manuskrip kitab tersebut. Apalagi masyarakat Lampung kebanyakan. Karena kekayaan peninggalan adat, baik yang berupa benda maupun tulisan biasanya berada di kediaman pemangku adat dari setiap kebuaian. Jika di tempat pemangku adat tidak ada, kecil kemungkinan akan didapat di tempat lain.

Sebagian para punyimbang di daerah Kotaagung mengakui kalau yang dijadikan rujukan adat istiadat mereka adalah kitab Kuntara Raja Niti, tapi mereka tidak memiliki manuskripnya. Konon manuskrip kitab tersebut telah terbakar di daerah muasal mereka, yaitu Liwa. Mereka menerima peraturan adat istiadat secara turun temurun dari pemangku adat dan tua-tua sebelumnya. Mereka menurunkan kepada generasi berikutnya pun secara lisan pula.

Sedangkan untuk daerah Kurungan Nyawa, adat istiadat mereka, baik tata cara kehidupan sehari-hari maupun acara seremonial merujuk pada kitab Kuntara Raja Niti yang sudah mengalami banyak revisi sesuai dengan tuntutan zaman. Revisi ini dilakukan oleh para pemangku adat demi keberlangsungan adat itu sendiri. Sehingga tidak menyusahkan masyarakat adat sebagai para pelaku adat. Kitab Kuntara Raja Niti yang ada di sana sudah berupa draf peraturan adat yang di ketik dan difotokopi yang sudah mengalami perubahan dan penyesuaian melalui musyawarah-musyawarah adat. Sedangkan manuskripnya tidak ada lagi.

Untuk daerah Krui yang mempunyai 16 marga, para punyimbang juga mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab adat yang berlaku di sana. Tapi hingga kini para punyimbang pun tidak tahu keberadaannya. Adat istiadat yang dipakai selama ini ditularkan melalui lisan secara turun-temurun pula. Selain Kuntara Raja Niti, di Pesisir Krui juga adat istiadatnya berdasarkan Kitab Simbur Cahya yang dipakai masyarakat adat Sumatera bagian Selatan. Para punyimbang di Krui juga sudah tidak tahu lagi akan keberadaan Kitab Simbur Cahya (KSC).

Lalu, daerah Pubian Telusuku, menggunakan Kitab Ketaro Berajo Sako (KKBS). Kitab tersebut dialihaksarakan sekaligus diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh H.A. Rifai Wahid (almarhum). Semasa hidupnya, penerjemah mengatakan kitab tersebut juga merujuk kepada Kuntara Raja Niti. Sedang manuskrip Kuntara Raja Niti bisa didapat di kediaman Hasan Basri (alm.), yang bergelar Raden Imba atau secara adat disebut Dalom Kusuma Ratu. Ia merupakan keturunan Ratu Darah Putih, asal muasal dari Raden Intan II. Kediamannya di Desa Kuripan, Penengahan, Lampung Selatan. Manuskrip tersebut bernama lengkap kitab Kuntara Raja Niti dan Jugul Muda. Ditulis sekitar abad ke-17--18. Ini bisa dilihat dari jenis tulisan yang digunakan.

Kitab Kuntara Rajaniti yang diwariskan oleh Ratu darah Putih ditulis dengan hurup pegon atau pego’ yaitu aksara Arab berbahasa Banten, namun Kitab itu memang diperuntukkan bagi anak keturunan darah Putih. Kopy kitab ini pernah dipamerkan pada waktu Pameran Pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi sekitar 10 tahun yang lalu, dan ada beberapa pengunjung stand Pemerintah Lampung selatan yang diberikan kesempatan untuk mengkopynya. Kitab itulah nampaknya yang beredari di tangan masyarakat umum, tetapi hingga sekarang belum ada yang mentranskrip dan mentransliterasinya, serta mempublikasikannya.

Tetapi melalui blognya Susilawati menuliskan prihal Kitab Kuntara Tajaniti ini antara lain diceritakan bahwa kitab itu dibagi dalam dua bagian, bagian pertama ditulis dengan aksara Lampung kuno, bagian kedua ditulis dengan huruf pegon. Sebagian dari rujukan penulisan kitab itu sendiri sebenarnya adalah perundang undangan yang pernah diberlakukan di majapahit, lalu penulisan itu dimaksudkan sebagai kitab undang undang yang akan diberlakukan baik di Banten maupun di Lampung sendiri, sehingga Lampung dan banten memiliki rujukan undang undang sama.

Kesamaan antara Lampung dengan Banten adalah kepenganutan terhadap agama Islam. Walaupun bagaimana Kesultanan Banten didirikan bukan semata dalam rangka mempertahan kedaulatan wilayah, tetapi juga yang lebih penting adalah penyiaran agama Islam. Oleh karenanya maka kitab yang mereka tulis tentu saja harus merujuk kepada ajaran agama Islam. Pebgaruh islam disini bukan hanya akan tampak pada isinya, tetapi yang sangat jelas sekali adalah penggunaan aksara pegon, yang berbasis huruf Arab, adalah bukti yang tidak terbantahkan akan pengaruh Islam serta kegiatan dakwah di wilayah Banten dan lampung.

Pengaruh Islam di Lampung nantinya juga akan terbukti dengan berubahnya nama dari “PIIL menjadi PIIL PESENGGIRI”. Bukan hanya sebuah perubahan nama, tetapi isi dari piil pesenggiri atas pengaruh Islam telah berubah 180 derajat.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

ASEP. Af....

KHAZANAH kebudayaan Lampung bagaikan mutiara terpendam di kampung halamannya. Setiap menggali, makin tertantang untuk menemukan mutiara terindah yang masih tersembunyi. Mulai dari adat istiadat, kesenian, sejarah, sampai kitab adat yang sangat banyak jumlahnya. Salah satunya adalah kitab Kuntara Raja Niti.

Kitab Kuntara Raja Niti merupakan kitab adat yang menjadi rujukan bagi adat istiadat orang Lampung. Kitab ini digunakan hampir tiap-tiap subsuku Lampung, baik Pepadun maupun Pesisir. Di masing-masing kebuaian (keturunan) dari subsuku tersebut pun mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab rujukan adat Lampung.
Isi manuskrip tersebut sebenarnya bukan hanya masalah tata cara adat secara seremonial, seperti upacara pernikahan, kematian dll. tapi kitab tersebut memuat peraturan-peraturan kemasyarakatan atau yang lebih tepat disebut perundang-undangan. Sebagaimana disebutkan dalam manuskrip tersebut, bahwa kitab Kuntara Raja Niti dan Jugul Muda adalah kitab undang-undang yang berlaku di tiga wilayah, yaitu Majapahit, Padjadjaran, dan Lampung. Sebagai kitab undang-undang atau dasar hukum kemasyarakatan, kitab tersebut ditulis dengan sistematis.

Wawan mengatakan...

Assalamualaikum...baru baca artikel ini. bisa minta info dimana bisa dapat kopian kitabbya ya. Untuk rujukan adat di kampung kami. Terima kasih.

Wawan mengatakan...

Assalamualaikum...baru baca artikel ini. bisa minta info dimana bisa dapat kopian kitabbya ya. Untuk rujukan adat di kampung kami. Terima kasih.

www.fitrirestiana.web.id mengatakan...

Informasi yang berharga bagi saya, terutama karena saya diamanahkan untuk menulis buku Seri Pengenalan Budaya oleh Mendikbud.

Mohon informasi dan kerjasama. Atas perkenannya, saya ucapkan banyak terimakasih. 😊

Tabik.
Fb. Fitri restiana

Supriyoidaman mengatakan...

Mohon infonya kalau ada kitabnya, trim ks sebelumnya