Minggu, 12 Desember 2010

PRIHAL "KITAB KUNTARA RAJANITI"


Mengingat Lampung memiliki aksara, yaitu surat Lampung yang disebut kelompok ka-ga-nga maka seyogyanya aktivitas baca tulis di Lampung tinggi dan banyak meninggalkan naskah naskah penting sebagai bukti aktivitas baca tlis tersebut di atas. Tetapi kenyataannya tidak, naskah tulis di Lampung menjadi langka, bagaikan hilang ditelan bumi, yang bila ditilik dari jumlah yang dapat diketemukan bagaikan hanya barang barang sisa belaka.
Naskah kuno di lampung lazim ditulis di media batu sebagai prasasti, media kulit kayu, bambu dan ada juga dalam media kertas. Naskah kuno Lampung ada yang dikenal dengan sebutan “Keterem” , “Cepalo” dan “Tambo” Keterem banyak berisikan petunjuk petunjuk, cepalo banyak berisikan larangan dan ancaman hukuman, sedang tambo banyak berisikan silsilah, serta catatan tentang keluarga besar.
Sebagian besar naskah kuno Lampung yang sempat diketemukan oleh Tim pengadaan koleksi Museum negeri Lampung “Ruwa Jurai” berisikan petunjuk pengobatan, petunjuk petunjuk pengobatan itu ada yang berdasarkan rempah rempah yang ada di lampung, daging binatang (ternak), dan ada juga berdasarkan kepercayaan penggunaan tenaga gaib. Dan bahkan ada juga petunjuk untuk melakukan pembunuhan dalam jarak jauh. Karena ada petunjuk seperti itulah maka nenek moyang dahulu mewanti wanti kepada anak keturunannya agar tidak membuka kitab kitab kuno itu.
Tetapi ada diantara kitab kitab itu satu kitab yang disebut ‘Kitab Kuntara Rajaniti’ masih banyak yang mengaku menyimpan dengan baik kitab ini. Kitab ini berisikan berbagai petunjuk hidup bagi pendukung budaya Lampung. Sayang kitab kitab ini tersimpan secara rapi ditangan pemiliknya. Padehal sebagai kitab kuno Kitab Kuntara rajaniti seharusnya disentuh oleh ahli filologi untuk diidentifikasi, dikaji dan disebar luaskan.

Lebih celakanya lagi banyak para punyimbang adat sekarang ternyata belum pernah melihat (membaca) secara langsung Kitab Kuntara Raja Niti yang menjadi pegangan mereka. Aturan adat yang mengacu kepada kitab tersebut mereka terima secara lisan, turun temurun. namun demikian anehnya, adat istiadat tersebut masih terjaga dengan baik. Hal ini disebabkan masih seringnya diselenggarakan upacara upacara daur hidup dan didalam upacara itu selalu didengungkan prihal aturan aturan adat, sehingga aturan adat itu menjadi sangat familiar.

Dan juga ternyata Kitab Kuntara Raja Niti yang beredar di masyarakat sedikitnya ada dua fersi, ada yang berbahasa Lampung dan menggunakan aksara Lampung dan ada juga yang menggunakan huruf pegon, menggunakan aksara Arab dan berbahasa Banten. Dengan demikian kitapun akan beralasan kalau nantinya diketemukan ada Kitab Kuntara Raja Niti yang dipengaruhi Hindu atau Animisme dan ada pula yang dipengaruhi Islam.

Berdasarkan pengamatan aya baru ada satu tulisan yang mengidentifikasi Kitab Kuntara Raja Niti, yaitu naskah yang ditulis oleh Susilowati, yang dimuat oleh Lampost edisi tanggal 27 Januari 2010. Naskah tersebut adalah sebagai berikut :

TRANSKRIP KITAB KUNTARA RAJA NITI

KHAZANAH kebudayaan Lampung bagaikan mutiara terpendam di kampung halamannya. Setiap menggali, makin tertantang untuk menemukan mutiara terindah yang masih tersembunyi. Mulai dari adat istiadat, kesenian, sejarah, sampai kitab adat yang sangat banyak jumlahnya. Salah satunya adalah kitab Kuntara Raja Niti.

Kitab Kuntara Raja Niti merupakan kitab adat yang menjadi rujukan bagi adat istiadat orang Lampung. Kitab ini digunakan hampir tiap-tiap subsuku Lampung, baik Pepadun maupun Pesisir. Di masing-masing kebuaian (keturunan) dari subsuku tersebut pun mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab rujukan adat Lampung.

Sayangnya, tidak semua punyimbang (pemangku adat) menyimpan manuskrip kitab tersebut. Apalagi masyarakat Lampung kebanyakan. Karena kekayaan peninggalan adat, baik yang berupa benda maupun tulisan biasanya berada di kediaman pemangku adat dari setiap kebuaian. Jika di tempat pemangku adat tidak ada, kecil kemungkinan akan didapat di tempat lain.

Sebagian para punyimbang di daerah Kotaagung mengakui kalau yang dijadikan rujukan adat istiadat mereka adalah kitab Kuntara Raja Niti, tapi mereka tidak memiliki manuskripnya. Konon manuskrip kitab tersebut telah terbakar di daerah muasal mereka, yaitu Liwa. Mereka menerima peraturan adat istiadat secara turun temurun dari pemangku adat dan tua-tua sebelumnya. Mereka menurunkan kepada generasi berikutnya pun secara lisan pula.

Sedangkan untuk daerah Kurungan Nyawa, adat istiadat mereka, baik tata cara kehidupan sehari-hari maupun acara seremonial merujuk pada kitab Kuntara Raja Niti yang sudah mengalami banyak revisi sesuai dengan tuntutan zaman. Revisi ini dilakukan oleh para pemangku adat demi keberlangsungan adat itu sendiri. Sehingga tidak menyusahkan masyarakat adat sebagai para pelaku adat. Kitab Kuntara Raja Niti yang ada di sana sudah berupa draf peraturan adat yang di ketik dan difotokopi yang sudah mengalami perubahan dan penyesuaian melalui musyawarah-musyawarah adat. Sedangkan manuskripnya tidak ada lagi.

Untuk daerah Krui yang mempunyai 16 marga, para punyimbang juga mengakui kalau Kuntara Raja Niti adalah kitab adat yang berlaku di sana. Tapi hingga kini para punyimbang pun tidak tahu keberadaannya. Adat istiadat yang dipakai selama ini ditularkan melalui lisan secara turun-temurun pula. Selain Kuntara Raja Niti, di Pesisir Krui juga adat istiadatnya berdasarkan Kitab Simbur Cahya yang dipakai masyarakat adat Sumatera bagian Selatan. Para punyimbang di Krui juga tidak tahu keberadaan kitab Simbur Cahya.

Lalu, daerah Pubian Telusuku, menggunakan kitab Ketaro Berajo Sako. Kitab tersebut dialihaksarakan sekaligus diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh H.A. Rifai Wahid (almarhum). Semasa hidupnya, penerjemah mengatakan kitab tersebut juga merujuk kepada Kuntara Raja Niti. Sedang manuskrip Kuntara Raja Niti bisa didapat di kediaman Hasan Basri (alm.), yang bergelar Raden Imba atau secara adat disebut Dalom Kusuma Ratu. Ia merupakan keturunan Ratu Darah Putih, asal muasal dari Raden Intan II. Kediamannya di Desa Kuripan, Penengahan, Lampung Selatan. Manuskrip tersebut bernama lengkap kitab Kuntara Raja Niti dan Jugul Muda. Ditulis sekitar abad ke-17--18. Ini bisa dilihat dari jenis tulisan yang digunakan.

Meski menjadi kitab rujukan adat, manuskrip ini sekarang lebih mirip dengan benda kuno yang dikeramatkan. Karena lebih banyak disimpan daripada di buka untuk dikaji. Kitab yang bersampul cokelat lusuh, tersimpan pada sebuah kotak khusus yang tidak sembarang orang bisa membukanya. Kitab itu terdiri dari dua bagian, bagian pertama ditulis dengan aksara Lampung gaya abad 17 (huruf-hurufnya lebih tidur dari aksara Lampung yang digunakan sekarang). Satu bagian lagi ditulis dengan huruf Arab gundul. Sedang bahasa yang digunakan pada seluruh teks adalah bahasa Jawa pertengahan dengan logat Banten. Masing-masing bagian memuat keseluruhan isi dari kitab Kuntara Raja Niti. Jadi, bagian yang satu dialihaksarakan pada bagian yang lain.

Isi manuskrip tersebut sebenarnya bukan hanya masalah tata cara adat secara seremonial, seperti upacara pernikahan, kematian dll. tapi kitab tersebut memuat peraturan-peraturan kemasyarakatan atau yang lebih tepat disebut perundang-undangan. Sebagaimana disebutkan dalam manuskrip tersebut, bahwa kitab Kuntara Raja Niti dan Jugul Muda adalah kitab undang-undang yang berlaku di tiga wilayah, yaitu Majapahit, Padjadjaran, dan Lampung. Sebagai kitab undang-undang atau dasar hukum kemasyarakatan, kitab tersebut ditulis dengan sistematis.

Setiap pembahasan diatur dalam bab-bab. Bab I (pada kitab terjemahan terdapat pada halaman 25), membahas tentang kiyas. Kiyas adalah hal yang mesti pada hukum, yang menyangkut tiga persoalan yaitu 1. Kuntara, 2. Raja Niti, 3. Jugul Muda. Selanjutnya pada kitab tersebut diterangkan, di antara raja-raja yang mempunyai tiga kebijakan itu adalah Prabu Sasmata dari Majapahit, Raja Pakuan Sandikara dari Pajajaran dan Raja Angklangkara dari Lampung.

Bab II memuat sejarah Raja Majapahit dan keagungannya. Dari bab ini bisa simpulkan kitab ini sangat terpengaruh dengan kebesaran Kerajaan Majapahit.

Bab III menyebutkan penjelasan tiga pokok hukum di antara prinsip-prinsip hukum yang ada dalam Kuntara Raja Niti, yaitu igama, dirgama dan karinah. Igama adalah yang dihukumkan, berarti sesuatu yang nyata dan kasatmata, bisa diakui keberadaan dan kebenarannya oleh semua orang. Dirgama itu hati nurani yaitu hukum-hukum yang ada pada kitab Kuntara Raja Niti sesuai dengan hati nurani. Karinah berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan. Dengan ketentuan tiga pokok hukum ini, diterangkan bahwa hukum-hukum yang ada bisa diogolongkan; hukum yang bersifat nyata itu kuntara, hukum yang sesuai dengan hati nurani disebut raja niti, sedangkan hukum yang yang berhubungan dengan sebab akibat suatu perbuatan disebut jugul muda.

Bab IV, V, dan VI membahas seputar kaidah hukum yang ada pada Bab III.
Produk hukum atau bab yang berisi tentang aturan-aturan secara detail termuat dari Bab VIII sampai Bab XVII.
Pada Bab VIII, diterangkan tentang hukum-hukum suami-istri.
Bab IX membahas tentang peraturan jual beli. Pada Bab X menerangkan tentang tanah.
Bab XI membahas tentang utang.
Bab XII tentang gadai dan upah.
Bab XIII berisi tata cara bertamu dan menginap.
Bab XIV berisi tentang larangan mengungkit-ungkit persoalan.
Bab XV membicarakan tentang perjanjian.

Bab XVI tentang talak, sedangkan Bab XVII membahas tentang utang piutang.

Kitab tersebut secara perinci mengatur tata cara kemasyarakatan yang termuat dalam pasal-pasal. Dalam pasal-pasal juga diatur tata cara berperahu dan menggunakan air, bahkan sampai tentang cara seorang laki-laki bertamu ke rumah perempuan ketika suaminya tidak ada di rumah. Tiap-tiap pasal tidak hanya memuat peraturan, juga hukuman yang melanggar peraturan tersebut.

Dari isi Kitab Kuntara Raja Niti dapat disimpulkan bahwa masyarakat Lampung, sebelum adanya undang-undang Belanda, telah memiliki undang-undang yang secara lengkap mengatur kemasyarakat. Dan kitab Kuntara Raja Niti bukan hanya kitab yang mengatur acara seremonial seperti dipahami sebagian orang, melainkan kitab yang mengatur segala segi kehidupan. http://ulun.lampunggech.com/2008/10/manuskrip-kitab-kuntara-raja-niti.html

Sumber : Beguwai Jejama Blog

12 komentar:

anwar ridwan af mengatakan...

bila melihat isi kitab raja niti, masyarakat lampung telah memikirkan struktur kehidupan yang mengatur kehidupan bermasyarakat

anwar ridwan af mengatakan...

lampung letah merancang sistem perundang-undangan yang cukup lengkap

anwar ridwan af mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
anwar ridwan af mengatakan...

kerajaan dijawa mengharuskan raja-raja yang memimpin suatu kerajaan menuliskan perkataannya yang berfungsi sebagai hukum dalam sebuah kitab, sehingga yang ada sekarang masih banyak ditemukan kitab-kitab kuno dari kerajaan di jawa. sedangkan kitab kuno di Lampung sangat sulit ditemukan karena tidak ada kerajaan yang benar-benar berkuasa di Lampung meski pada dasarnya baca tulis telah lama berkembang di Lampung.

anwar ridwan af mengatakan...

Isi dari kitab Kuntara rajaniti ini ialah resep obat, jampi-jampi dan cara membunuh jarak jauh(santet). para leluhur mewasiatkan agar tidak membuka kitab kuno ini karena berkeyakinan akan timbul malapetaka atau akan terjadi hilangnya nyawa. sehingga pewaris yang menjaga naskah ini sangat kukuh untuk tidak memperlihatkannya pada orang lain.

Anonim mengatakan...

Ilmu pengobatan dan kebatinan memang dulu diajarkan oleh puyang kita.. Bhkn dapat menyembuhkan tulang yg patah dgn tulang burung, mengobati org gila, memiliki hewan jin pelindung spti macan putih, belang dan hitam, bisa brjalan di air, dll.. Buay semenguk yg byk mewarisi ilmu ini..

Anonim mengatakan...

Bahkan ada perkampungan jin buaya yg setiap perhelatan acara adat di undang oleh sebatin yg berhbngn.. Mereka menyerupa dlm bntuk manusia dlm acara bujang gadis.. Tetapi tata krama hrs dijalankan dlm acara tsbt spti tidak boleh bicara kasar dan kotor..

Anonim mengatakan...

Jaman dulu jika byk buaya di kali (way), sdkn kita mau mandi dan mencuci.. Maka utk mengusir buaya trsbt diambil segenggam pasir, lalu dilemparkan ke buaya tsbt dgn mengucapkan "dang ganggu tamong, sikam haga mandi", maka buaya tsbt akan pergi..

Anonim mengatakan...

Dimukinkan buay semenguk ini adalah orang lampung keturunan raja2 sriwijaya jaman dulu yg menggunakan jin buaya sbg pasukannya..

Unknown mengatakan...

sayang sekali kitab kuntara raja niti disimpan tetapi tidak dibaca

FACHRUDDIN M. DANI mengatakan...

@ Sejarah lampung banyak yang masih misteri.
@ Walaupun tidak sampai disebut totemistik, cerita cerita sejarah terkait binatang banyak kita dapatkan di Lampung.
@ Sekarang masih campuaduk antara sejarah, lagenda dan lain sebagainya, nanti lama kelamaan seiring dengan dilaksanakannya penelitian sejarah, semua akan menjadi klear.
Semoga.

Anonim mengatakan...

Bukan benar2 berkuasa,, ilmu anda saja yg belum sampai situ dan penelitian Para Sejarawan di Sumatera khususnya Lampung minim minat tak seperti di Pulau Jawa

Banyak kalau ingin kifa teliti.. siapa Raja Angklara, siapa Ratu Darah Putih hanya saja Faktor Alam sumatra lebih rentan bencana sehingga banyak situs2 yg rata dengan Tanah