Kamis, 07 Februari 2013

Sembilan Buku Sastra Bali Raih Penghargaan Rancage


DENPASAR - Sembilan judul buku sastra Bali hasil karya tujuh pengarang berhasil memperoleh penghargaan "Rancagé" yang khusus diberikan terhadap karya sastra berbahasa daerah Sunda, Jawa dan Bali.

"Yayasan Kebudayaan Rancagé bekerja sama dengan sejumlah universitas di Indonesia memberikan penghargaan itu secara berkesinambungan sejak 1994," kata Prof Dr I Nyoman Darma Putra, ketua tim juri karya sastra bahasa daerah Bali di Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan, penghargaan bergengsi untuk karya sastra berbahasa daerah Bali 2013 jumlahnya sama dengan tahun sebelumnya.

Kesembilan buku karya sastra berbahasa daerah Bali itu antara lain berupa roman réligi Dr Ratini dan Ngrestiti Ati karya Nyoman Manda serta kumpulan sajak karya Madé Sugianto.

Selain itu Bégal (cerita péndék) karya IDK Raka Kusuma, Gancaran Mersun (cerita péndék) karya Wayan Paing, Mekel Paris (cerita péndék) karya IBW Kenitén dan dua lagi kumpulan puisi yaitu Léak Kota Pala karya IGP Samar Gantang dan Kabinét Ngejengit karya DG Kumarsana.

Dharma Putra yang juga guru besar Fakultas Sastra Universitas Udayana menambahkan, permintaan pengarangnya, kedua karya Nyoman Manda tidak dinilai untuk mendapat hadiah sastra Rancagé 2013.

Hal itu karena Nyoman Manda, pria kelahiran Gianyar sudah tiga kali mendapat hadiah Rancagé yakni satu untuk jasa (1998) dan dua untuk karya (2003 dan 2008).

"Nyoman Manda memberikan kesempatan kepada yang pengarang muda untuk meraih hadiah Rancage," kata Darma Putra.

Ia menjelaskan, roman péndék sentana karya I Madé Sugianto mengisahkan percintaan dua remaja yang berbéda "kasta". Tokoh laki-laki, Kadek Subhakti, dari kasta rendah (jaba), sedang Ida Ayu Déwi Anjani berkasta tinggi (brahmana).

Ketika Dayu hamil, dia dilarang menikah oléh keluarganya karena perbédaan kasta. Konflik terjadi sehingga Dayu mau bunuh diri. Upaya bunuh diri bisa dicegah, tetapi pada akhir cerita Dayu yang hendak dijodohkan dengan saudaranya yang kastanya sama, tiba-tiba menghilang.

Darma Putra yang sejak awal dipercaya menjadi tim juri oleh Yayasan Kebudayaan Rancagé menambahkan, téma konflik kasta banyak diangkat sasterawan Bali sejak 1920-an sampai sekarang.

Namun kelebihan karya Madé Sugianto memasukkan gagasan pernikahan pada "gelahang" yakni saling memiliki yang mengkombinasi patrilinéal dan matrilinéal dengan tujuan akhir berbagi keturunan (sentana).

Sumber: Antara, Selasa, 5 Maret 2013

Tidak ada komentar: