Fachruddin : Kliping Dan Catatan Tentang Bahasa, Retorika, Sastra, Aksara dan Naskah Kuno
Selasa, 06 Desember 2011
Sastra Tulis Lampung Berkembang sejak Lama
KOTABUMI (Lampost.com): Tradisi kepenulisan dalam dunia sastra Lampung telah berkembang sejak lama. Beberapa karya sastra yang kemudian diterbitkan seperti Warahan Radin Jambat dan Tetimbai Dayang Rindu adalah sastra tulis, bukan sekadar sastra lisan.
Pandangan ini mengemuka dalam peluncuran dan bedah tiga buku sastra Lampung di STKIP Muhammadiyah Kotabumi, Sabtu (19-11). Tampil sebagai pembicara dalam acara ini budayawan Iwan Nurdaya-Djafar dan sastrawan Udo Z. Karzi dengan moderator penyair yang juga dosen STKIP Muhammadiyah Kotabumi Djuhardi Basri.
Ketiga buku tersebut adalah Warahan Radin Jambat suntingan Iwan Nurdaya-Djafar dengan redaktur ahli Hilman Hadikusuma (diterbitkan Pustaka Labrak, Bandar Lampung), Hikayat Nakhoda Muda, Memoar Sebuah Keluarga Melayu karya La-Uddin dkk dan diterjemahkan Iwan Nurdaya-Djafar (Ilagaligo Publisher), dan Radin Inten II karya Rudi Suhaimi Kalianda (BE Press).
"Warahan Radin Jambat adalah cerita rakyat yang ditulis dengan huruf Lampung dengan bahasa Lampung Sungkai dan Way Kanan. Karena itu dia bukan sastra lisan, melainkan sastra tulis," kata budayawan Iwan Nurdaya-Djafar.
Mengutip pendapat A. Teeuw, Iwan menyebutkan jumlaah masyarakat (suku) yang menggunakan tulisan untuk membuat sastranya lestari relatif sedikit. "Di antaranya di Sumatera, tradisi tulisan sebelum Islam, utamanya diwakili orang Batak, Rejang, dan Lampung, yang masing-masing memperlihatkan ciri khasnya dalam sastra."
Orang Lampung, menurut Iwan yang juga Asisten II Pemkab Lampung Timur ini, sejak lama mengenal tiga aksara (transliterasi), yaitu huruf Kaganga, huruf Arab Melayu, dan huruf Latin. "Maka sudah sewajarnya jika kita meneruskan tradisi kepenulisan ini, termasuk menulis sastra dengan bahasa Lampung," kata dia.
Udo Z. Karzi menambahkan, di tengah arus globalisasi, ternyata kekuatan lokal menjadi kata kunci untuk memenangkan persaingan bangsa-bangsa. "Bahasa dan sastra Lampung boleh dibilang sebagai petensi lokal yang menjadi modal penting dalam pergaulan antarbangsa," kata peraih Hadiah Sastra Rancage 2008 ini.
Udo berharap pelestarian sastra tradisi lisan Lampung harus sejalan dengan pengembangan sastra Lampung tulis. "Saya kira ini bukan hal baru. Hikayat Nakhoda Muda yang ditulis La-Uddin dkk tahun 1778 atau Warahan Radin Jambat yang ditulis jauh sebelum itu menunjukkan kepada kita bahwa tradisi tulis kita sudah berlangsung lama. Kita hanya meneruskan tradisi ini," kata dia.
Sedangkan Djuhardi Basri mengatakan, pengembangan bahasa dan sastra Lampung harus didukung dengan kebijakan pemerintah (daerah). "Tanpa itu hanya akan ada individu-individu yang bekerja. Tapi tidak menjadi gerakan yang lebih besar dan masif," ujarnya. (MG1/D-2)
Lampost Minggu 20 Nov 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar